MULA-MULA adalah Menteri Penerangan Ali Murtopo yang menyatakan
bahwa berdasarkan survai, daya serap anak-anak SD terhadap
pelajaran hanya sekitar 50-60%, SLP 40% dan SMA 30%. Hal itu
dikemukakannya dua pekan lalu seusai sidang Kabinet terbatas
bidang Kesra di Bina Graha. "Setelah memperhitungkan berbagai
faktor, termasuk mengkalkulir kemungkinan negatif, maka untuk
mencapai nilai pendidikan yang lebih baik, perlu diadakan
perubahan sistim pendidikan," kata Ali Murtopo. Dalam sidang
Kabinet tersebut Menteri P dan K juga telah membeberkan
rencananya. Presiden Soeharto pun telah menyetujui perubahan
sistim pendidikan itu, yang akan dimulai tahun depan.
Mendengar itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Karmani, yang
membidangi Pendidikan dan Agama, kaget. Sebab sebelumnya, dalam
rapat kerja 2 kali dengan Komisi IX (akhir Mei dan awal Juni
lalu) Daoed Joesoef sama sekali tidak menyinggung soal tersebut.
"Saya kira akan disusun UU Pokok Pendidikan Nasional yang
baru, sebab UU yang sekarang berlaku, dibuat tahun 1950, sudah
ketinggalan jaman," kata Karmani.
Bekas Menteri P dan K yang kini duduk sebagai Wakil Ketua
DPR-MPR, Mashuri, tampaknya juga menyetujui, bahwa sebelum
memperbaharui sistim pendidikan, idealnya lebih dulu memang
menyusun UU Pokok Pendidikan. Diakuinya, bahwa beberapa Menteri
P dan K, termasuk ia sendiri, belum berhasil menelorkan UU Pokok
Pendidikan.
Mashuri, Soemantri, . . .
Bekas Gubernur DKI Ali Sadikin menyatakan harapan yang hampir
sama. "Sistim pendidikan memang mutlak harus dilandasi
dasar-dasar hukum. Supaya para Menteri tidak dengan seenaknya
merubah-rubah peraturan," kata Bang Ali. "Setiap ganti Menteri
ganti peraturan. Yang rugi kan masyarakat," tambahnya.
Nada Ali Sadikin seperti biasa keras. Tapi setiap Menteri memang
tampaknya punya garis sendiri. Pada jaman Mashuri (1968-1973)
ada Sekolah Pembangunan yang dikelola oleh Panitia Perencana dan
Koordinasi Pilot Proyek Komprehensif. Hasil dari proyek itu,
rencananya akan disebarkan ke 34 buah Sekolah Menengah
Pembangunan di berbagai daerah, mulai 1974. Dan 10 tahun
kemudian, 1984, begitu rencananya, sistim pendidikan baru itu
diharapkan sudah tersebar ke seluruh tanahair.
Jadwal penyebaran yang di jaman Mashuri sudah dipastikan itu,
mendadak berubah ketika Soemantri Brodjonegoro diangkat menjadi
Menteri P dan K yang baru. Alasan Soemantri, "menurut laporan,
belum ada proyek perintis yang telah melakukan proses penilaian
yang sistematis terhadap proyek yang dikerjakan." Karena itu,
penemuan atau percobaan yang belum jelas tingkat kegunaannya,
"jangan disebar-luaskan lebih dulu," katanya ketika itu.
Jadi kalau Mashuri menetapkan tahun 1974 sebagai tahun mulainya
penyebaran sistim baru, maka Soemantri lebih menitik-beratkan
pada pemantapan sistimnya. Dalam sistim Mashuri, pernah
diusulkan agar jenjang pendidikan itu 5-3-4 (SD 5 tahun, SLP 3
tahun SLA 4 tahun), bukan selama ini yang 6-3-3. Karena itu,
Sekolah Menengah Pembangunan yang tadinya 4 tahun, akhirnya
tetap saja 3 tahun, sampai sekarang.
Hari Libur
Di jaman Sjarief Thajeb, proyek perintis itu masih dipertahankan
di delapan IKIP Negeri. Dalam jamannya juga ada perubahan
kurikulum yang disebut Kurikulum 1975. Tapi karena soal
pelajaran "pendidikan moral Pancasila" jadi persoalan, kurikulum
baru itu baru berlaku setahun kemudian.
Nah, di jaman Daoed Joesoef sekarang, kabarnya pembaharuan itu
akan menyangkut juga soal kurikulum. Jadi, siapa tahu bakal ada
perubahan kurikulum. Tapi Menteri P dan K memang belum pernah
menjelaskan konsepnya. Ia baru akan menjelaskannya Rabu 5 Juli
ini di depan para pimpinan surat-surat kabar Ibukota.
Yang terdengar baru soal perubahan hari libur dan tahun
permulaan ajaran, tapi bagaimana persis alasannya, publik cuma
baru bisa menunggu.
Tapi seusai sidang Kabinet dua minggu lalu, Menteri Penerangan
Ali Murtopo ada sedikit mengungkapkan gambaran perubahan sistim
pendidikan itu. Misalnya: kelak akan ada kaitan pendidikan dari
Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. "Yaitu dalam satu
'program strategis' yang dulu tidak pernah ada," kata Ali
Murtopo. Termasuk dalam program itu adalah penyelesaian dualisme
pengelolaan SD. Selama ini Departemen P dan K yang mengelola SD
dari segi teknis pendidikannya, Departemen Dalam Negeri pun
mengelola segi bidang administratifnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini