Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Menanti sebuah komplikasi

Mahkamah agung sedang sibuk mencari pola fikih ala indonesia, untuk dipakai sebagai pedoman bagi hakim-hakim agama. sedang dasar fikih adalah ijtihad, mengikuti irama perkembangan. melibat sejumlah ulama.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERJA keras yang bergaram ini belum usai. Mahkamah Agung sedang bergelut mencari pola fikih, khas Indonesia, untuk dipakai sebagai pedoman bagi hakim-hakim agama. Sedangkan dasar fikih itu adalah ijtihad, mengikuti irama perkembangan. Dan fikih semacam ini, yang ditenma semua pihak, memang tak gampang diciptakan. Karena itu, berdasar Surat Keputusan Bersama Antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama, 1985, Mahkamah Agung mcnempuh jalur ke IAIN untuk mengintisarikan kitab-kitab fikih yang bisa dipakai sebagai fondasi kompilasi hukum Islam. Untuk itu, beberapa IAIN telah menyampaikan hasil kerja mereka. Misalnya, dari IAIN Al-Raniry Banda Aceh meresume kitab-kitab Fahul Muin, Al-Bajuri dan Syarqowi. Sedangkan IAIN Ujungpandang meringkaskan kitab Aqidah Syariah dan Syarah Ibnu Abidin. Sementara itu, IAIN Yogya meresume kitab AlMuhalla, Al-Wajiz, Fiqih Sunnah dan AlFiqih ala Madzahibil Arba'ah. Dan IAIN Banjarmasin meringkaskan isi kitab Al-Um dan Bidayatul Mujtahid. Sedangkan IAIN Surabaya di antaranya telah mengkondensasikan kitab Kasyaf Al-Qina, Al-Mughni dan Zaadul Maad. Semua kitab yang dipakai sebagai sumber berjumlah 42 buah. Selain itu, menurut sumber di MA, "tak ada satu pun kitab fikih karya orang atau ulama Indonesia yang dipakai sebagai standar kutipan." Termasuk karya-karya Almarhum Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy. "Hasbi lebih banyak mengutip dari kitab-kitab lain," kata sumber itu. Tetapi yang sudah pasti, penyusunan kitab fikih itu nanti, terutama, bersumber dari empat mazhab: Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Tapi jangan lupa. Hasbi sendiri, dalam buku-buku dan artikel yang ia tulis, memang nyaris tak pernah memberi "arah". Berdasar rujukan yang ada padanya, dia memang mengutip pendapat pelbagai ulama fiqh yang berbeda-beda. Sebagai orang yang "rimbun ilmu", yang dipungutnya itu juga yang sejalan dengan kemaslahatan masyarakat -- dan mudah-mudahan ditetapkan atau dikompilasikan di Indonesia dalam bentuk undang-undang. Jika selesai, rincian isi kitab-kitab yang sudah disebut itu bakal terangkum dalam sebuah buku besar. Setelah itu, barulah dipilah pasal-pasalnya oleh sebuah tim kecil yang dipimpin Prof. Busthanul Arifin, Ketua Muda MA bidang Urusan Lingkungan Peradilan Agama. Dalam tim ini, antara lain, Prof. Chalid, Masrani Basran, Amiruddin Nur, dan Mochtar arkasyi. Tim, akan memakai juga beberapa yurisprudensi yang telah dihasilkan MA. Kerja masih berjalan. Ada beberapa pasal dihasilkan, tapi belum diumumkan. Sebab, pada akhir tahun ini penyusunan sebuah buku (kitab) dan merupakan kompilasi hukum Islam diharap selesai -- lalu diseminarkan lagi, dan melibat sejumlah ulama. Di Timur Tengah fikih mereka beraneka ragam tetapi diterima, dan tak pernah ada riuh. Sedang yang ditunggu di sini memang sebuah pedoman yang "khas" Indonesia. Yang netral.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus