Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencegah Demokrasi Jadi Anarki

Pemerintah akan mengeluarkan PP baru tentang proses pemecatan gubernur. Mencegah praktek pemerasan oleh anggota DPRD?

2 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA kecenderungan baru bahwa pertanggungjawaban tahunan gubernur menjadi alat untuk menggusur sang kepala daerah. Kisah Gubernur Kalimantan Barat Aspar Aswin bisa menjadi contoh. Mayoritas anggota DPRD provinsi setempat, 37 dari 54 anggota, mewakili lima dari tujuh fraksi, menolak laporan pertanggungjawaban tahunan dan mengeluarkan mosi tidak percaya kepada sang Gubernur. Pekan silam, mosi itu dilaporkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid disertai imbauan agar Aspar dipecat. "Prinsipnya, Presiden memberi lampu hijau usulan kami agar Aspar ditarik," kata Silvanus Sungkalang, Wakil Ketua DPRD Kalimantan Barat. Masa jabatan Aspar Aswin sebenarnya baru habis tiga tahun lagi. Namun, sejak sebulan silam sudah gencar tuntutan mundur yang disuarakan oleh mahasiswa dan organisasi massa setempat. Pensiunan mayor jenderal itu dianggap tidak becus memimpin. "Selain sisa Orde Baru, Aspar dianggap tidak mampu mengatasi berbagai kerusuhan yang terjadi," kata Ketua DPRD Kal-Bar, Gusti Syamsumin. Nasib serupa bakal dialami Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Meski belum ada keputusan final, sudah nyaring terdengar bahwa sebagian wakil rakyat akan menolak pertanggungjawaban yang dipaparkan Sutiyoso, pertengahan Juni lalu. "Saya mendengar, yang menolak sudah berencana membuat surat ke presiden untuk mencopot gubernur," kata anggota DPRD asal Partai Persatuan Pembangunan, Alishman Iljas. Di luar sidang, massa juga melakukan demonstrasi menuntut agar para wakil rakyat menolak pertanggungjawaban Sutiyoso. Anehnya, alasan yang dipakai bukan isi laporan tahunan sang Gubernur, melainkan alasan politis. Sutiyoso, kata mereka, ikut bertanggung jawab dalam Peristiwa 27 Juli 1996, yakni penyerbuan markas Partai Demokrasi Indonesia. Solidaritas Perempuan, sebuah lembaga swadaya masyarakat, menuntut pencopotan Sutiyoso, mantan Pangdam Jaya, dengan alasan "tidak sesuai dengan peran TNI saat ini". Atmosfer reformasi memang telah mengilhami keberanian para anggota dewan, termasuk di daerah, untuk mempersoalkan para eksekutif. Namun, menurut pakar politik Ramlan Surbakti, usulan anggota DPRD sebenarnya tidak otomatis harus dipenuhi oleh presiden. Sebelum memutuskan mengganti gubernur, presiden akan menugasi Menteri Dalam Negeri untuk meneliti fakta-fakta yang ada. "Presiden tidak terikat dengan usul itu. Kalau kriterianya tidak jelas dan kesalahan yang dituduhkan tidak benar, usulan itu bisa ditolak," katanya. Bagaimanapun, jika kecenderungan seperti ini terus meningkat dan menular ke provinsi lain, presiden bisa dipastikan bakal kebanjiran permintaan untuk memecat para gubernur—wakil pemerintah pusat di daerah. Dan itulah yang membuat Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid sedikit gusar. Disusun oleh kementeriannya, awal Juli ini pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) baru menyangkut rekomendasi pemecatan gubernur tadi. "Isinya tentang detail rekomendasi untuk memberhentikan kepala daerah," kata Ryaas Rasyid. Peraturan ini akan melengkapi Undang-Undang No. 22/1999, yang tidak menyebut secara detail apa saja usulan yang bisa dipakai DPRD untuk mengganti gubernur. Peraturan ini lebih jauh juga diharapkan bisa mempromosikan kompetisi politik yang sehat di daerah. Pertanggungjawaban tahunan adalah ajang anggota DPRD untuk menilai kinerja gubernur. Namun, ada kecenderungan para anggota dewan menolak laporan pertanggungjawaban itu sekadar karena alasan politis. "Misalnya karena ada usaha fraksi-fraksi tertentu yang punya calon sendiri untuk menggantikannya," kata Andi Mallarangeng, Staf Ahli Menteri Negara Otonomi Daerah. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan sarana tersebut dipakai sebagai alat pemerasan. Karena kriteria tidak jelas, para anggota dewan bisa menolak atau menerima pertanggungjawaban tergantung pada imbalannya. Sebelum Sutiyoso menyampaikan laporan tahunan, awal Juni lalu sempat beredar isu sejumlah anggota DPRD menerima amplop puluhan juta rupiah. Ryaas menjamin bahwa PP baru itu tidak dibuat untuk melindungi gubernur yang korup dan bejat. "Tidak perlu menunggu pertanggungjawaban setahun sekali. Jika seorang gubernur sudah resmi menjadi tersangka dalam perkara kriminal yang diancam hukuman minimum 5 tahun, dia bisa langsung diberhentikan," kata Ryaas. Kriteria yang lebih jelas dan spesifik dalam peraturan baru itu memang diharapkan bakal membuat para wakil rakyat bekerja lebih keras dan mencari data lebih giat sebelum mengusulkan pemecatan gubernur. Juga lebih saksama ketika memilihnya. Johan Budi S.P., Purwani Diyah Prabandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus