Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mendulang Bisnis Tepuk Tangan

Pelaksanaan pilkada di sejumlah daerah membuka peluang bisnis pengerahan massa. Omzetnya ratusan juta rupiah.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersorak-sorai dalam kampanye pemilihan kepala daerah ternyata menjadi lahan bisnis baru. Untuk sekadar mengesankan meriah sebuah kampanye, perlu kontrak kerja sama. Bisnis pengerah massa pun tumbuh melayani calon bupati atau wali kota yang tak ingin kesepian di tanah lapang saat menjual program. Di Jawa Timur, bisnis ini marak seiring berlangsungnya 11 pemilihan kepala daerah sejak 20 Juni hingga 3 Juli ini.

Yusuf Sumarno, warga Jember, adalah salah seorang yang bergelut dalam bisnis mobilisasi massa itu. Bagi laki-laki yang pernah kuliah di Institut Teknologi Surabaya itu, pemilihan kepala daerah (pilkada) ini ibarat tibanya masa panen. Dari bisnis membujuk orang untuk bertepuk tangan di tengah lapangan itu, pria berusia 54 tahun tersebut bisa mengantongi sedikitnya Rp 100 juta.

Caranya? Gampang saja dan tidak perlu modal besar. Tidak juga perlu kantor. Cukup merekrut 20 orang "militan" kampanye sebagai "pegawai" tetapnya. Selebihnya, puluhan hingga ratusan orang panggilan yang sewaktu-waktu bisa dipakai asal bayarannya cocok. Syarat lain, cermat memantau isu seputar calon wali kota atau bupati. "Kita hanya butuh `kitab fitnah' berisi trik dan kiat menebar intrik untuk menjadi opini publik," kata Yusuf kepada Tempo.

Modal lain yang juga penting, kata Yusuf, adalah tebal muka. Sikap itu dilakukan Yusuf dan anak buahnya ketika mendukung pasangan calon bupati-wakil bupati Jember, Samsul Hadi Siswoyo-Baharuddin Nur. Kedua calon ini diusung antara lain oleh Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat. Samsul Hadi Siswoyo, yang sebelumnya adalah Bupati Jember, dikenal royal menebar uang untuk kampanyenya. Tiga pekan sebelum hari pemungutan suara, Yusuf berbalik haluan mendukung pasangan M.Z.A. Djalal-Kusen Andalas, yang dicalonkan Partai Kebangkitan Bangsa dan PDI Perjuangan. Bagi Yusuf tidak ada persoalan, yang penting uang mengalir dari kedua pasangan kandidat.

Bisnis pengerahan massa di Jember ini juga digeluti Kadar, 40 tahun, dan Darmanto, 45 tahun. Keduanya pernah mendukung calon Endang Makruf Randy. Dokter ahli kandungan itu akhirnya gagal maju ke pilkada karena PKB tidak memberi rekomendasi kepadanya. Kadar dan Darmanto lalu melompat ke pasangan Samsul Hadi Siswoyo-Baharuddin Nur. Dukungan keduanya kepada pasangan itu hanya bertahan sebulan. Sepekan sebelum pencoblosan, dua orang ini beserta anak buahnya mendukung M.Z.A. Djalal-Kusen Andalas, yang akhirnya menang dalam pilkada Jember.

Walau pilkada Jember usai, bukan berarti bisnis mereka mati. Sepi order tak membuatnya surut. Yusuf, Kadar, dan Darmanto cukup kreatif melihat peluang lain. Secara kolektif atau inisiatif sendiri, mereka masih memiliki agenda mengerahkan massa demi mendulang rupiah. Apalagi, mereka cukup cerdik berdemonstrasi mengungkapkan kebobrokan pejabat negara di Jember, lalu berdamai setelah si pejabat memberinya upah.

Bisnis pengerahan massa bukan monopoli perorangan. Di Ngawi, Jawa Timur, sejumlah kelompok berbaju lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga terjun dalam bisnis ini. Aswan Hadi Najamudin, Koordinator Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Rakyat Ngawi, terang-terangan mengaku menyediakan jasa pengerahan massa. Tarifnya relatif terjangkau. Untuk urusan demonstrasi atau mengerahkan massa kampanye, mereka menarik upah Rp 20 ribu-Rp 50 ribu per orang. Itu bukan harga mati. "Jika tak ada uang, cukup kasih makan, rokok, dan transportasi saja," katanya.

Dalam Pilkada Ngawi, yang hari pencoblosannya jatuh Senin 20 Juni lalu, hampir semua LSM berbondong-bondong menjadi anggota tim sukses calon kepala daerah. Tugas mereka, selain mendata jumlah dukungan dan mengerahkan massa untuk kampanye, juga berdemonstrasi sesuai dengan pesanan calon kepala daerah. Mirip resep para pedagang, Aswan menjamin para pengguna jasanya akan mendapat pelayanan yang memuaskan. "Butuh 500 orang atau seribu orang, ada, tak usah ragu, dijamin puas," ujar Aswan.

Di Ponorogo, juga di Jawa Timur, harga pengerahan massa sedikit lebih murah. Menurut Koordinator Koalisi LSM Ponorogo, Diono Suwito, tarif per kepala Rp 3.000 hingga Rp 20 ribu. Namun itu tidak berlaku untuk semua peserta. Harga para pentolan demonstrasi, umumnya adalah koordinator LSM, bisa mencapai ratusan ribu. "Ini plus iming-iming proyek jika calon menang pilkada," katanya.

Menurut Diono, banyak LSM di Ponorogo yang melacurkan diri menjadi anggota tim sukses pasangan kandidat. Maklum, bisnis ini menggiurkan. Bayangkan, sekali pilkada, ada lima pasangan berebut menjadi bupati/wali kota. Diono bahkan mengaku menyaksikan beberapa temannya sesama aktivis LSM membantu praktek politik uang yang dilakukan salah satu pasangan calon kepala daerah.

Para pebisnis pengerah massa menyebut diri sebagai bunglon. Jika ingin bisnis lancar, mereka harus pandai mengubah warna politiknya. Tak jarang sesama pebisnis pengerah massa ini saling hadang dan bermusuhan saat demonstrasi. Seusai itu, mereka kembali rukun dan bercanda bersama di kafe dan restoran. "Ini politik. Tak ada kawan dan lawan abadi. Yang ada hanya kepentingan," kilah Darmanto. Siapa yang jadi kepala daerah, mereka tak peduli. "Jangankan manusia, setan pun asal ngasih uang pasti saya dukung," ujarnya. Untung saja di Jawa Timur belum ada setan beneran yang ikut pilkada.

Sunudyantoro, Mahbub Djunaidi (Jember), Rohman Taufiq (Madiun)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus