PERJUANGAN Pertamina menaklukkan dua ladang api belum sepenuhnya tuntas. Di Bekapai, Kalimantan Timur, api yang menjulang di anjungan BC-7 lepas pantai itu dipadamkan Rabu ialu, setelah menggila empat hari. Tetapi di sumur eksplorasi Pasirjadi, Desa Wantilan, Suban, Jawa Barat, usaha penjinakan baru dimulai awal pekan ini. Semburan Liar Pasirjadi (SLP) bermula awal bulan lalu, tatkala pengeboran akan mencapai kedalaman 540 meter. Alat-alat berat yang ambruk dan bersentuhan memercikkan bunga api, yang langsung disambar lidah gas yang menjulur ganas dari perut bumi. Ladang gas yang ditemukan Belanda pada 1939, dan ditajak Pertamina sejak 19 Agustus lalu, itu pun segera berubah menjadi obor raksasa. Pertamina memang belum menjelaskan detail sebab musabab SLP. Tetapi, dalam setiap pengeboran selalu terdapat dua sistem tekanan fluida di dasar sumur. Yaitu "tekanan formasi" (TF), dan "tekanan lumpur bor" (TLB) - yang dimaksudkan untuk melawan TF. TF ditimbulkan oleh fluida (air, minyak, atau gas) pengisi rongga batuan dalam kerak bumi. TF di suatu titik dalam kerak bumi bergantung pada tekanan kolom fluida di atasnya, kompaksi batuan, dan gradien tekanan hidrostatis. Secara umum, TF membesar mengikuti kedalaman dan bertambahnya tekanan hidrostatis, akibat jarak dengan permukaan tanah yang semakin besar. Dalam keadaan normal, TF merupakan fungsi linier dari kedalaman, dengan konstanta 0,465 psi/feet. Untuk melawan TF, ke dalam anulus (ruang antara pipa bor dan dinding sumur) dimasukkan lumpur, yang menimbulkan TLB. Tekanan kolom lumpur ini merupakan fungsi linier dari berat jenis lumpur yang digunakan, dan tinggi kolom. Semburan liar (blow-out) terjadi jika TLB lebih kecil dari TF. Mengecilnya TLB bisa oleh beberapa hal: lumpur masuk ke rekahan bebatuan, rekahan ada sejak mula, berat jenis lumpur mengecil karena bercampur dengan fluida formasi, atau terjadi kemacetan pada pompa penyuplai lumpur. Tambahan pula, formasi batuan di kawasan utara Jawa Barat, termasuk Pasirjadi, dikenal problematis. "Sulit mengebor di situ," kata Dody Nawangsidi, dosen dan kepala Laboratorium Teknik Pemboran, Jurusan Teknik Perminyakan ITB, kepada TEMPO. Menurut doktor teknik pengeboran keluaran Technische Universitaet Clausthal, Jerman Barat, itu, kerak bumi di Pasirjadi terdiri atas "formasi Cisubuh", dengan litologi lempung, serpih, dan batu pasir. Itu tidak menimbulkan soal. Tetapi, formasi Cisubuh dengan tebal 520 meter ini dilanjutkan oleh "formasi Parigi" dengan litologi gamping lunak dan getas, berporositas tinggi, serta berongga dan mengandung gas. Formasi ini problematis, bisa menyebabkan lost-circulation - terserapnya lumpur bor ke dalam rekahan sehingga mengurangi TLB. Berbeda dengan Semburan Liar Bekapai (SLB), yang membuat Pertamina mengundang Red Adair (Lihat: Legenda Merah), SLP diniatkan dipadamkan dengan tenaga sendiri. Meski sangat tertutup daam menerangkan teknik pemadaman ini, Pertamina agaknya kembali akan menerapkan teori dynamic killing, yang pernah sukses membungkam api di sumur PT-29 Palutabuhan. Pangkalanbrandan, Sumatera Utara, tiga tahun lalu. Mula-mula digali dua sumur (relief well/RW) miring ke arah sumber gas. Dari sumur ini ditembakkan cairan, sampai api tidak berkutik. Tetapi, prakteknya tentu tidak semudah itu. Tetapi, Dody percaya akan keandalan para "Red Adair lokal' ini. Sementara itu, tiga paranormal dari Bandung, Surabaya, dan Ujungpandang menawarkan bantuan kepada Pertamina untuk ikut memadamkan SLP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini