Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengadili demonstran pelesetan

Nuku soleiman disidangkan setelah dua kali ditunda. sidang yang pertama pernah diacarakan 6 januari, bersamaan pidato RAPBN di DPR. kenapa demonstran yang akan meramaikan surut?

22 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA hanya mengenakan kaus oblong dan jins. Kakinya pun cuma beralaskan sendal jepit. Enam orang polisi mengawalnya saat menuju ruang sidang. Dialah Nuku Soleiman, 29 tahun, yang menjadi terdakwa karena mengedarkan stiker yang dianggap aparat keamanan menghina Presiden, akhir November lalu. Sabtu pekan lalu adalah persidangan pertama buat Nuku. Namun, mahasiswa FISIP Universitas Nasional itu tampak santai menghadapi perkaranya. Sambil berjalan menuju ruang sidang di lantai III Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ketua Yayasan Pijar yang berbadan tinggi gempal ini masih sempat tersenyum, melambaikan tangan dan membalas sapaan rekan-rekannya. Nuku layak percaya diri. Dalam persidangan Sabtu lalu, ia didampingi tim pembela tangguh dari LBH dan Ikadin. Tim pembela yang menamakan dirinya Tim Pembela Mahasiswa Pro Demokrasi ini terdiri dari Abdul Hakim Garuda Nusantara, bekas Ketua YLBHI, Luhut M.P. Pangaribuan, Ketua LBH Jakarta, dan John Pieter Nazar, pengacara anggota Ikadin. Persidangan Nuku ini mendapat perhatian cukup besar, terutama dari kalangan mahasiswa yang gemar turun ke jalan. Maklum, Nuku adalah Ketua Yayasan Pijar, yang dikenal sering mengatur demonstrasi. Ruang sidangnya dipadati sekitar seratus pengunjung. Sebagian besar di antaranya adalah teman dan simpatisan Nuku. Tampak hadir antara lain Ali Sadikin, Adnan Buyung Nasution, H.J. Princen, A.M. Fatwa, dan Chris Siner Key Timu. Tadinya rekan-rekan Nuku di Yayasan Pijar hendak membuat aksi simpatik, dengan menyerahkan bunga dan kado berisi buku kepada majelis hakim. Tapi aksi itu tak jadi dilaksanakan. "Situasinya tidak memungkinkan, penjagaan terlalu ketat," kata Rachlan, penjabat ketua Yayasan Pijar. Namun mereka masih sempat membuat edaran "Pernyataan Keprihatinan", yang katanya ditandatangani sekitar 1.000 orang yang simpati terhadap Nuku. Penjagaan selama sidang Nuku itu sendiri sangat ketat. Puluhan polisi berseragam dan berpakaian preman berjaga-jaga di gedung pengadilan. Mereka memeriksa identitas setiap pengunjung yang masuk. Pukul 9.30, sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Nyonya Nurhayati, yang didampingi A. Gatam Taridi dan Sihol Sitompul. Setelah terdakwa ditanyai hakim soal siapa dirinya, Jaksa Zubir Rahmat pun membacakan dakwaannya. Jaksa mendakwa Nuku mengubah singkatan SDSB menjadi rangkaian kata-kata yang menyerang nama baik, kehormatan, dan martabat Presiden Indonesia. Pada 24 November 1993, Nuku bersama Ardiyanto, rekannya di Yayasan Pijar, mencetak 1.500 lembar stiker berisi rangkaian kata-kata di sebuah percetakan di Jalan Pramuka. Esoknya, Nuku tertangkap ketika menyebarluaskan stiker itu dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR. Setelah pembacaan dakwaan, majelis hakim meminta tim pembela Nuku membacakan eksepsi (tanggapan terhadap dakwaan jaksa). Tapi tim pembela ternyata belum membuat eksepsi karena mereka belum mendapatkan berita acara pemeriksaan. "Kami mohon supaya kami diberi berita acara pemeriksaan. Sampai sekarang kami belum menerima. Saya rasa ini bukan rahasia negara," kata Abdul Hakim Garuda Nusantara. Lalu ia meminta sidang diundur 10 hari agar pembela bisa menyiapkan eksepsinya. Permohonan ini dikabulkan, dan sidang diundur sampai Senin pekan depan. Nuku sendiri mengikuti persidangan itu dengan tenang, sambil kadang duduk berselonjor dengan santai -- sampai sempat diperingatkan hakim. Dakwaan jaksa yang ancaman hukumannya bisa mencapai 6 tahun tampak tak mempengaruhinya. "Ini pilihan hidup, saya tidak akan menyesalinya," kata Nuku ketika dijenguk TEMPO di Rutan Salemba. Buat Nuku, dipenjara bukanlah hal yang baru. Pada bulan Juni 1988, ketika mengikuti aksi bersama Komite Mahasiswa Untuk Penurunan Tarif Listrik, ia tertangkap dan mendekam 48 hari di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Pengalaman itu tak membuatnya kapok. Ia terus berdemo. Ketika gerakan anti SDSB marak. Nuku kembali turun. Cuma kali ini ia "kesandung" gara-gara memelesetkan singkatan SDSB menjadi kata-kata yang dianggap menghina Presiden. Dua minggu kemudian, 21 mahasiswa yang tergabung dalam FAMI (Forum Aksi Mahasiswa Indonesia) juga ditangkap ketika unjuk rasa di DPR. Mereka dituduh menggelar poster dan mengeluarkan kata-kata yang menghina Kepala Negara. Di balik kisah penangkapan 21 mahasiswa itu ternyata ada cerita yang menarik. Menurut Shodiq Fikri, aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Jember (FKMJ), sebenarnya aksi FAMI itu hanya ingin mempersoalkan masalah hak asasi manusia dan security approach, sama sekali tidak menyinggung soal kepresidenan. Tapi di Gedung DPR tiba-tiba mahasiswa dari Universitas Nasional menggelar poster yang isinya menghina Kepala Negara. "Teman-teman dari Jawa Timur dikibuli mentah-mentah. Mereka dijadikan tumbal untuk kepentingan sekelompok orang saja," kata Shodiq kepada Widjajanto dari TEMPO. Menghadapi perkembangan yang terjadi, aktivis demonstran dari Jawa Timur mengadakan rapat dengan rekannya dari Yogya, hari Selasa pekan lalu. "Kami membicarakan sikap FAMI dalam menghadapi ulah para petualang politik yang berlindung di balik aksi mahasiswa ini," kata Shodiq. Sayang, Shodiq tak bersedia mengungkapkan hasil rapat itu. Tampaknya, ini bisa dijadikan pertanda, di kalangan demonstran pun sudah mulai tak akur.Bambang Sujatmoko, A. Kukuh Karsadi, dan Joewarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus