Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NADA bicara Wakil Ketua Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat Mulyadi meninggi mendengar pertaÂnyaan Tempo, Kamis siang pekan lalu. Politikus Partai Demokrat itu berkata, "Kalau memang nama saya tertulis di daftar, akan saya tuntut Nazaruddin."
Daftar yang dimaksud adalah catatan pengeluaran PT Anugrah Nusantara—satu dari 37 perusahaan Grup Permai milik Muhammad Nazaruddin—sepanjang 2010-2011. Dalam catatan tersebut, sejumlah nama terpampang sebagai penerima "biaya support". Ini istilah perusahaan Nazaruddin untuk mencatat pengeluaran buat keperluan "belanja" proyek di DPR dan kementerian.
Nama-nama yang tertera membikin mata celik. Ada menteri, anggota DPR dari pelbagai partai, direktur utama perusahaan pelat merah, dan kepala daerah. Tak sedikit pula pengeluaran untuk panitia lelang dan rektor universitas. Besarnya dari Rp 50 juta hingga Rp 5 miliar. Sebagian diserahkan dalam dolar Amerika Serikat. Pengeluaran itu keluar dari brankas perusahaan Nazaruddin, yang pada 2010 saja terisi setidaknya Rp 1,4 triliun dari proyek di pelbagai kementerian (Tempo, 13-20 Februari 2012).
Mulyadi ditulis pernah menerima US$ 100 ribu atau Rp 890 juta untuk proyek "Kemenhub 2011". Menurut catatan itu, duit keluar dari brankas PT Anugrah melalui Gerhana SiaÂnipar, anggota staf keuangan Grup Permai. Diantar kurir bernama Ivan, duit diserahkan kepada seseorang bernama Lukman sebelum berpindah tangan ke Mulyadi. Dalam catatan itu ditulis, duit diserahkan pada 8 April 2011—15 hari sebelum Mindo Rosalina Manulang, Direktur Marketing PT Anugrah, perusahaan di bawah Grup Permai, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara Wisma Atlet SEA Games Palembang.
Mulyadi mengatakan heran namanya disangkut-pautkan. Anggaran proyek, kata dia, dibahas di Badan Anggaran, bukan di komisinya. Adapun pelaksanaan proyek dilakukan di Kementerian Perhubungan. Kendati begitu, ia mengakui suatu kali Nazaruddin menemui pemimpin Komisi Perhubungan untuk meminta proyek. Nazar, kata dia, pulang dengan tangan kosong. "Di sini enggak bakal dapat apa-apa," ujarnya.
Sepak terjang Nazaruddin pada proyek Kementerian Perhubungan terekam dalam percakapan di pesan BlackBerry antara Mindo Rosalina dan Nazaruddin pada 4-5 April 2010. Mulanya, pesan BlackBerry itu begitu gamblang. "Masukkan juga pembangunan fasilitas simulator ACC/APP Radar di ATKP Makassar… Rp 80 M." Makin ke bawah, pesan dipenuhi bahasa sandi. "Siang, Pak Gambir bisa sampai 600?" Berikutnya, "Yang baru masuk komisi dan departemen untuk program belanja barang 390."
Pesan dikirim Rosa bertubi-tubi. Diselingi sejumlah percakapan, Nazaruddin membalas, "Jadi, 80 itu kamu yang koordinir." Ketika diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 10 Oktober 2011, Rosa tak menjelaskan secara terperinci proyek yang dimaksud. Ia hanya menerangkan, yang dimaksud Pak Gambir adalah Dedi, seorang pejabat di Kementerian Perhubungan.
Didatangi pada Kamis-Jumat pekan lalu, sejumlah penghuni Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar menyatakan belum mendengar rencana pembangunan simulator radar. "Malah alat yang ada dibongkar beberapa tahun lalu," kata Abdul Rajab, petugas keamanan kampus. Direktur Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar Heri Sudarmaji tak bisa ditemui dengan alasan sedang ke luar kota. "Baru kembali Senin depan," kata Rajab.
Anggaran dibahas pada 2010, proyek dilelang pada 2011. Pada 9 September 2011, panitia lelang mengumumkan PT Duta Indonesia Technology sebagai pemenang lelang. Panitia menyebutkan harga yang ditawarkan PT Duta untuk satu paket radar simulator Rp 8,4 miliar, di atas harga perkiraan sendiri yang sebesar Rp 8,9 miliar. Tak jelas alasan angka Rp 80 miliar dalam pesan BlackBerry Rosa menciut jadi Rp 8,4 miliar.
Bagaimana proyek sampai ke tangan pemenang lelang? Yulianis punya cerita. Menurut Wakil Direktur Keuangan Grup Permai itu ketika diperiksa penyidik, proyek radar simulator semula dimenangi Grup Permai. Nazaruddin lalu menjual proyek kepada seseorang bernama Alwin. Kepada Tempo beberapa waktu lalu, Yulianis mengatakan pembeli proyek biasanya menyetor fee 7-30 persen dari nilai proyek.
Di Kementerian Perhubungan, proyek radar simulator bukan satu-satunya yang dimenangi Nazar. Sepanjang 2010 hingga awal 2011, perusahaannya memenangi delapan jenis proyek, yang lantas dijual ke individu. Perusahaan Nazar sedikitnya juga memperoleh tiga proyek, yang digarap PT Duta Graha Indah, PT Nindya Karya, dan PT Wijaya Karya.
Tak ada makan siang gratis. Merajalelanya Nazaruddin di Kementerian Perhubungan diduga diketahui Menteri Perhubungan waktu itu, Freddy Numberi. Laporan keuangan PT Anugrah Nusantara juga mencatat nama Freddy. Dalam catatan itu, Freddy disebutkan sedikitnya dua kali menerima duit dengan kode "biaya support" itu. Pemberian pertama tertulis pada 16 Desember 2010. Freddy disebut menerima US$ 100 ribu atau Rp 890 juta untuk proyek "Menhub 2011" dari pegawai Grup Permai bernama Bastian.
Pemberian kedua terjadi pada 10 Februari 2011. Dari pegawai Grup Permai bernama Rosela, Freddy ditulis menerima US$ 100 ribu. Proyek yang diurus juga sama: "Menhub 2011". Dikontak lewat orang dekatnya, Ammarsya, Freddy menolak ditemui. Menurut Ammarsya, surat permohonan wawancara Tempo sudah dibaca Freddy. "Pak Freddy bilang tak mau berkomentar karena tak tahu persoalannya," kata Ammarsya, Rabu pekan lalu.
Pada era Menteri Jusman Syafii Djamal, Nazaruddin menguasai delapan dari sepuluh proyek pada 2007-2008. Salah satunya proyek pengadaan 18 pesawat latih senilai US$ 10,3 juta di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Curug, Banten, yang digarap PT Mahkota Negara. Sejak itu Nazaruddin menancapkan bendera di Jalan Merdeka Barat Nomor 8, Jakarta—kantor Kementerian Perhubungan.
Nazaruddin tetap membantah memiliki Grup Permai. "Saya pribadi merasa tak pernah punya proyek di Kementerian Perhubungan," ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Soal aliran duit ke Freddy dan anggota DPR dalam pelbagai proyek perhubungan, Nazar menjawab tidak tahu.
Anton Septian, M. Andi Perdana (Jakarta), Jumadi (Makassar)
Ada Proyek, Ada Nazar
Kementerian Perhubungan merupakan lahan subur bagi perusahaan-perusahaan Muhammad Nazaruddin. Kadang ia menggunakan perusahaan di bawah Grup Permai untuk menggarap proyek. Lain waktu, ia cuma belanja proyek dan menjualnya kepada individu atau perusahaan lain. Imbalannya, Grup Permai menerima fee 7-30 persen dari nilai proyek. Misalnya:
Perorangan
Nama: Odie
Proyek: ATKP Surabaya, fisik dan alat
Nama: Silvi
Proyek: Fasilitas Diklat PK, fisik, alat, dan training
Nama: Duke
Proyek: Teknik Pesawat Udara STPI Curug fisik, alat, dan training
Warehouse Curug, fisik, alat, dan training
Nama: Alwin
Proyek: Radar simulator ATKP Makassar fisik (dua item)
Perusahaan
PT Duta Graha Indah
Proyek: Gedung BP2IP Tahap III, 2010
Nilai proyek: Rp 130 miliar
PT Nindya Karya
Proyek: Rafting School Aceh
PT Wijaya Karya
Proyek: Gedung PIP Semarang
Perusahaan Sendiri
PT Anugrah Nusantara
Proyek: Pengadaan 13 pesawat latih dan 2 simulator sayap untuk STPI Curug
Nilai proyek: Rp 114,59 miliar
PT Mahkota Negara
Proyek: Pengadaan 18 pesawat latih
Nilai proyek: US$ 10,3 juta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo