INFLASI yang kabarnya sudah agak mereda di Jepang dan AS,
masih sempat meninggalkan getahnya pada satu proyek paling vital
bagi Pertamina: proyek LNG Arun dan Badak. Akibat kenaikan harga
perlengkapan pabrik pencairan gas alam di luar negeri, kalkulasi
biaya proyek yang dibuat 2 tahun lalu kabarnya sudah tidak cocok
lagi. Itu sebabnya Pertamina melalui Departemen Pertambanan
jadi kalang-kabut mencari tambahan pinjaman dari Jepang dan AS
(kedua importir LNG Indonesia). Sementara partner Pertamina di
Arun, Mobil Oil Corporation pernah diberitakan AFP mau menjual
30 dari konsesinya yang berhara $ AS 450 juta kepada kongsi
perusahaan-perusahaan Jepang. Jumlah yang diminta Pertamina
untuk menombok kenaikan biaya proyek Badak dan Arun, kabarnya
berjumlah $ AS 480 juta. Berhasilkah usaha itu?
Pada 5 Desember lalu, MITI menyetujui pemberian pinjaman separo
dari yang diminta, yakni $ AS 240 juta saja. Dari jumlah itu,
$ AS 170 juta akan diberikan mulai tahun fiskal 1975 s/d 1976.
Sedang sisanya, $ AS 70 juta lagi baru akan diberikan dalam
tahun fiskal 1977 apabila Pertamina tidak berhasil memperoleh
jumlah dana yang sama dari satu-satunya maskapai Amerika,
Pacific Lighting Company yang akan mengirim LNG Indonesia.
Kredit yang baru akan ditandatangani realisasinya bulan Januari
tahun depan menurut sebuah sumber pemerintah Jepang di Jakarta
hanya bisa diberikan dengan sangat susah payah". Mengapa?
"Karena pemerintah Jepang sendiri sedang mengalami defisit 30%
dalam anggaran belanjanya", katanya pada TEMPO.
Namun fihak Indonesia kelihatannya begitu kecewa atas kesediaan
Jepang memberikan separo saja dari yang diminta. Makanya Dirjen
Migas yang juga seorang direktur Pertamina, Ir Wiyarso sampai
diutus ke Tokyo minggu ini untuk mencari tambahan $ 240 juta
lagi. Misi Wiyarso itu -- menurut sebuah sumber Jepang di
Jakarta--diragukan kemungkinan berhasilnya. Sebab untuk bisa
memberikan tambahan pinjaman yang sudah disetujui MITI itu
Pertamina memperoleh tekanan dari importir-importir LNG di
Jepang itu agar harga LNG yang sudah disepakati dalam kontrak 2
tahun lalu bisa diturunkan. Jadi dengan mencoba menekan Jepan
untuk memberikan tambahan lagi, Wiyarso, sebenarnya mengundang
importir-importir yang tergabung dalam kongsi JILCO
(Japan-Indonesia LNG Company) untuk memperkeras tuntutannya itu.
Perlu diketahui, harga dasar pembelian LNG Indonesia yang
disepakati Jepang sebelumnya adalah sekitar $ AS 51 lebih per
metric ton LNG. Harga ini konon jauh lebih tinggi dari pada
harga yang mau dibayar Pacific Lighting dariAS untuk jumlah yang
sama (71 ton setahun selama 20 tahun). Mengapa sampai Jepang
merasa dibedakan dibandingkan dengan Amerika? Sebabnya ada dua:
kontrak pembelian LNG yang ditandatangani Jepang kalah dulu
dengan saingannya dari AS. Kedua: Jepang saat itu sedang berada
pada puncak krisis enerji, tanpa cadangan di kandang sendiri
sebesar yan dipunyai Amerika. Jadi tidak heran kalau harga
tinggi yang dipasang Pertamina langsung dilalap begitu saja
oleh Jepang tanpa berfikir panjang.
Tampaknya kini JILCO menyesal dan kepingin mengadakan
renegosiasi. Mereka juga kecewa atas sikap dingin AS yang sampai
sekarang menolak untuk ikut menanggulangi kenaikan biaya proyek.
"Mengapa hanya fihak Jepang saja yang harus dibebani permintaan
tambahan biaya itu, sedangkan Amerika juga akan mendapat bagian
LNG yang sama dari Indonesia?" begitu argumentasi sumber Jepang
tadi. "Tapi", tambahnya lagi, "fihak Jepang bisa mengerti
kekecewaan Indonesia yang tidak bisa memperoleh seluruh tambahan
biaya yan diharapkan". Harapan untuk menggenapi $ AS 480 juta
itu menurut dia tampaknya belum tertutup sama sekali "asalkan
bisa dibina saling pengertian antara kedua belah fihak".
Maksudnya: "Indonesia hendaknya bersedia menurunkan harga dasar
LNG yang telah disepakati dulu. Paling kurang sama dengan
harga yang dibayar AS".
Maukah Indonesia memenuhi tuntutan Jepang itu? Beberapa sumber
Pertamina merasa ragu. Selain beranggapan adalah tidak lazim
suatu kontrak bisa diubah-ubah, sumber Pertamina itu juga
mengingatkan betapa besarnya taruhan LNG bagi PN yang masih
dirundung malang itu. Namun adakah kepergian Wiyarso ke Jepang
akan mencapai suatu kompromi baru hal itu masih perlu ditunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini