Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menunggu Misi Wiyarso

Akibat kenaikan harga perlengkapan pabrik, proyek lng arun & badak memerlukan tambahan biaya AS $480 juta misi baru menyetujui separonya. dirjen migas, wiyarso, ke tokio, mencari tambahan biaya. (nas)

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFLASI yang kabarnya sudah agak mereda di Jepang dan AS, masih sempat meninggalkan getahnya pada satu proyek paling vital bagi Pertamina: proyek LNG Arun dan Badak. Akibat kenaikan harga perlengkapan pabrik pencairan gas alam di luar negeri, kalkulasi biaya proyek yang dibuat 2 tahun lalu kabarnya sudah tidak cocok lagi. Itu sebabnya Pertamina melalui Departemen Pertambanan jadi kalang-kabut mencari tambahan pinjaman dari Jepang dan AS (kedua importir LNG Indonesia). Sementara partner Pertamina di Arun, Mobil Oil Corporation pernah diberitakan AFP mau menjual 30 dari konsesinya yang berhara $ AS 450 juta kepada kongsi perusahaan-perusahaan Jepang. Jumlah yang diminta Pertamina untuk menombok kenaikan biaya proyek Badak dan Arun, kabarnya berjumlah $ AS 480 juta. Berhasilkah usaha itu? Pada 5 Desember lalu, MITI menyetujui pemberian pinjaman separo dari yang diminta, yakni $ AS 240 juta saja. Dari jumlah itu, $ AS 170 juta akan diberikan mulai tahun fiskal 1975 s/d 1976. Sedang sisanya, $ AS 70 juta lagi baru akan diberikan dalam tahun fiskal 1977 apabila Pertamina tidak berhasil memperoleh jumlah dana yang sama dari satu-satunya maskapai Amerika, Pacific Lighting Company yang akan mengirim LNG Indonesia. Kredit yang baru akan ditandatangani realisasinya bulan Januari tahun depan menurut sebuah sumber pemerintah Jepang di Jakarta hanya bisa diberikan dengan sangat susah payah". Mengapa? "Karena pemerintah Jepang sendiri sedang mengalami defisit 30% dalam anggaran belanjanya", katanya pada TEMPO. Namun fihak Indonesia kelihatannya begitu kecewa atas kesediaan Jepang memberikan separo saja dari yang diminta. Makanya Dirjen Migas yang juga seorang direktur Pertamina, Ir Wiyarso sampai diutus ke Tokyo minggu ini untuk mencari tambahan $ 240 juta lagi. Misi Wiyarso itu -- menurut sebuah sumber Jepang di Jakarta--diragukan kemungkinan berhasilnya. Sebab untuk bisa memberikan tambahan pinjaman yang sudah disetujui MITI itu Pertamina memperoleh tekanan dari importir-importir LNG di Jepang itu agar harga LNG yang sudah disepakati dalam kontrak 2 tahun lalu bisa diturunkan. Jadi dengan mencoba menekan Jepan untuk memberikan tambahan lagi, Wiyarso, sebenarnya mengundang importir-importir yang tergabung dalam kongsi JILCO (Japan-Indonesia LNG Company) untuk memperkeras tuntutannya itu. Perlu diketahui, harga dasar pembelian LNG Indonesia yang disepakati Jepang sebelumnya adalah sekitar $ AS 51 lebih per metric ton LNG. Harga ini konon jauh lebih tinggi dari pada harga yang mau dibayar Pacific Lighting dariAS untuk jumlah yang sama (71 ton setahun selama 20 tahun). Mengapa sampai Jepang merasa dibedakan dibandingkan dengan Amerika? Sebabnya ada dua: kontrak pembelian LNG yang ditandatangani Jepang kalah dulu dengan saingannya dari AS. Kedua: Jepang saat itu sedang berada pada puncak krisis enerji, tanpa cadangan di kandang sendiri sebesar yan dipunyai Amerika. Jadi tidak heran kalau harga tinggi yang dipasang Pertamina langsung dilalap begitu saja oleh Jepang tanpa berfikir panjang. Tampaknya kini JILCO menyesal dan kepingin mengadakan renegosiasi. Mereka juga kecewa atas sikap dingin AS yang sampai sekarang menolak untuk ikut menanggulangi kenaikan biaya proyek. "Mengapa hanya fihak Jepang saja yang harus dibebani permintaan tambahan biaya itu, sedangkan Amerika juga akan mendapat bagian LNG yang sama dari Indonesia?" begitu argumentasi sumber Jepang tadi. "Tapi", tambahnya lagi, "fihak Jepang bisa mengerti kekecewaan Indonesia yang tidak bisa memperoleh seluruh tambahan biaya yan diharapkan". Harapan untuk menggenapi $ AS 480 juta itu menurut dia tampaknya belum tertutup sama sekali "asalkan bisa dibina saling pengertian antara kedua belah fihak". Maksudnya: "Indonesia hendaknya bersedia menurunkan harga dasar LNG yang telah disepakati dulu. Paling kurang sama dengan harga yang dibayar AS". Maukah Indonesia memenuhi tuntutan Jepang itu? Beberapa sumber Pertamina merasa ragu. Selain beranggapan adalah tidak lazim suatu kontrak bisa diubah-ubah, sumber Pertamina itu juga mengingatkan betapa besarnya taruhan LNG bagi PN yang masih dirundung malang itu. Namun adakah kepergian Wiyarso ke Jepang akan mencapai suatu kompromi baru hal itu masih perlu ditunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus