PEJABAT eselon berapa yang paling rentan terhadap godaan korupsi? Ternyata bukan pejabat tinggi atau pegawai rendahan yang bergaji pas-pasan. "Kebanyakan dilakukan oleh eselon tiga atau empat. Yang menengah begitulah," kata Gandhi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP). Gandhi mengungkap ini berdasarkan temuannya yang dilaporkan kepada Presiden Soeharto pekan lalu. Selama tiga tahun terakhir, katanya, hanya 70% temuannya yang ditindaklanjuti, seperti pengenaan sanksi, menarik kembali uang yang diselewengkan. "Idealnya, paling tidak 90 persen," kata Gandhi. Berikut penjelasan lebih jauh Gandhi kepada Bina Bektiati dari TEMPO yang mewawancarainya di kantor BPKP Kamis lalu: Berapa penyimpangan dalam laporan terakhir (triwulan I 1992)? Dalam triwulan pertama 1992/93, ada 10.000 lebih temuan atau penyimpangan. BPKP sendiri menemukan 1.700 buah dan aparat fungsional, seperti Itjen 8.000 lebih. Dari seluruh penyimpangan itu 1.400 lebih temuan atau 13,6% telah ditindaklanjuti. Dari penyimpangan itu, berapa besar kerugian negara? Ada dua dampak penyimpangan, yakni kerugian negara dan kewajiban penyetoran. Kerugian negara sebesar Rp 20 milyar, dan kewajiban penyetoran atau yang seharusnya disetorkan ke Pemerintah sebesar Rp 102 milyar. Jumlah seluruh penyimpangan Rp 122 milyar. Dari aparat pengawas lain ditemukan kerugian negara Rp 590 juta dan kewajiban penyetoran Rp 95 milyar. Lalu berapa kebocoran? Apa kerugian negara itu berarti kebocoran? Kerugian negara belum tentu kebocoran. Karena nanti dapat ditarik lagi. Dari 20 milyar kerugian negara, uang yang sudah ditarik Rp 1,1 milyar. Yang lain akan dikejar, dipungut lagi. Dari Rp 102 milyar yang belum disetor ke kas negara, sudah masuk Rp 17 milyar. Jadi belum tentu bocor. Temuan apa yang disebut bocor? Disebut kebocoran kalau tak bisa ditagih lagi. Mungkin karena uangnya sudah habis atau orangnya kabur. Berdasar laporan sebelumnya, berapa kasus yang sudah diserahkan ke kejaksaan? Yang saya serahkan ke kejaksaan, sudah dianggap kebocoran, ada sembilan kasus dalam triwulan itu. Nilainya Rp 5 milyar. Rinciannya, lima kasus kebocoran APBN/APBD Rp 2,2 milyar dan empat kasus di BUMN senilai Rp 2,8 milyar. Dari kebocoran tadi, dibanding triwulan sebelumnya, bagaimana trendnya? Turun. Trendnya juga turun. Jumlah kasusnya turun. Bagaimana modus operandinya? Modus operandinya tak terlalu beragam. Misalnya, pengeluaran fiktif, menyalahi kontrak, atau tak memenuhi kontrak. Di lapis mana sering terjadi kebocoran? Biasanya di lapisan menengah, eselon tiga dan empat. Eselon yang lebih tinggi kan tak memegang projek, tak pegang uang. Bagaimana dengan akuntan BPKP yang lari ke swasta? Kita memang perlu banyak akuntan. Sumbernya, para akuntan lulusan universitas negeri dan swasta. BPKP juga punya STAN. Sekarang ini BPKP punya 250 akuntan yang sedang mengambil S2 di luar negeri, dan ratusan yang dilatih di luar negeri. Untuk ajun akuntan lulusan STAN, bila keluar sebelum bekerja 15 tahun, harus membayar denda Rp 10 juta. Akuntan yang S1 membayar Rp 30 juta dan lulusan S2 sekitar Rp 300 juta. Yang pindah ke swasta sampai sekarang sekitar 140 orang dan mereka memang mampu mengganti biaya pendidikan itu. BPKP menjadi semacam tempat pendidikan. Itu tak apa-apa. Mereka toh bisa memperbaiki sistem di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini