Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka Takut Masa Kampanye

10 Mei 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa kabar? Gimana keadaan sekarang? Saya lagi di pengasingan, nih. Ha-ha-ha.?" Suara dari balik telepon di siang hari bolong pekan lalu itu terdengar cempreng. Tentu saja kami kaget karena si penelepon tak lain Sofjan Wanandi, 58 tahun, bos kelompok bisnis Gemala, yang belum lama ini dua kali dicekal pemerintah sehubungan dengan urusan "tak hadir sebagai saksi" di Kejaksaan Agung dan kasus perbankan. Sejak Oktober tahun lalu, Sofjan mengaku tengah menjalani terapi kulit dan hipertensi ketat di klinik Mayo, Rochester, Minnesota, Amerika Serikat. Di klinik tersohor kelas dunia itu?tempat almarhum Raja Hussein berobat kanker?tokoh Angkatan '66 ini baru saja menjalani operasi polip di ususnya. "Mestinya sudah diangkat tahun lalu, waktu jumlahnya dua biji. Eh, sekarang malah membiak jadi lima. He-he-he...." Sofjan lalu kami wawancarai seputar "pengungsian" etnis minoritas menyongsong pemilu mendatang. Berikut ini komentar pria kelahiran Sawahlunto, Sumatra Barat, yang kerap menjadi juru bicara para taipan kakap tapi mengaku sama sekali tak bisa berbahasa Cina ini.

Kenapa para warga keturunan melakukan tindakan yang anasional?

Tindakan mereka sangat manusiawi. Dan itu tak ada kaitannya dengan nasionalisme. Apa pun yang dikatakan pemerintah, kalau memang tak ada jaminan keselamatan, mau apa? Ekses-eksesnya kan sudah diperlihatkan lebih dulu. Liburan dipercepat sampai 15 Mei. Ujian semesteran juga dipercepat. Ada juga ekses ketakutan yang justru ditunjukkan pemerintah. Mahasiswa takut disalahgunakan parpol, sehingga lebih baik diliburkan. Orang tak mau pusing-pusing, apalagi yang jelas-jelas punya duit.

Tapi mengungsi ke luar negeri kan buang-buang dolar?

Itulah yang dilakukan orang punya duit. Dolar kan nanti bisa dicari, tapi keselamatan nyawa? Percayalah, mereka akan kembali. Entar habis liburan, tanggal 7 Juni, mereka nusuk juga. Habis, sebelum kampanye ini, eksesnya kan udah kelihatan. Di banyak tempat bunuh-bunuhan. Teman-teman jadi prihatin. Mereka akhirnya pergi bersama anak-anaknya dengan alasan liburan. Tapi, harap dicatat, yang kabur itu banyak juga pribuminya.

Apa beda fenomena ini dibandingkan dengan upaya penyelamatan Mei lalu?

Penyelamatan ini betul-betul direncanakan. Kalau yang sebelumnya itu, kan, tidak ada persiapannya sama sekali. Saat itu mendadak banget. Kan, gedung-gedung, rumah mereka, pada dibakar. Ada aksi preventiflah untuk menyelamatkan diri. Kalau dulu, kan, dari Jakarta saja yang rumahnya banyak dibakar. Sekarang dari Surabaya, Medan, dan kota besar lainnya.

Bagaimana skenario penyelamatannya?

Tak ada bentuk yang khusus. Lebih banyak yang ke luar negeri. Mereka mengambil cuti liburan dengan anak, sekaligus mencari kesempatan buat anak sekolah ke luar negeri. Tak khusus dalam arti membikin perusahaan, lalu beli ini-itu di luar negeri. Mereka sekadar melakukan penyelamatan diri menghadapi masa kampanye dan demo yang bisa berakibat sesuatu, sehingga mereka takut.

Bagaimana bisnis mereka?

Diperkecil. Bahkan, tak ada lagi stok barang. Sebelum kampanye ini, sudah dikirim ke agen-agen. Kalau mau ekspor, nantinya malah truknya dikerjain. Tak ada yang bisa menjamin aman. Jalanan macet, bisa-bisa truknya dibakar. Entar tak bisa bikin delivery, lalu diklaim. Makanya, sebelum itu, mereka lebih baik 24 jam lembur siang-malam. Saat kampanye tiba, truk sepi, tak ada yang kirim barang lagi. Turun mesinlah kami. Cuma maintenance sambil bersih-bersih pabrik.

Mereka rugi besar, dong?

Semuanya sudah diprogram. Semua komitmen sudah diselesaikan sebelum masa kampanye. Saya bilang full speed-lah. Tak mau kena risiko. Makanya ke luar negeri sambil jalan-jalan. Order distop, tak kerja dulu. Kalaupun ada yang bekerja, kapasitasnya rendah. Dulu tiga shift, sekarang satu shift atau cuma maintenance. Kerugian tetap ada. Pokoknya, semua kegiatan usaha bisnis langsung melesu. Produksi, trading, distribusi, hampir di semua sektor, melesu. Ini akibat isu pemilu rusuh.

Jaminan keselamatan yang Anda maksud seperti apa?

Selama ini kan pemerintah hanya bisa bikin pernyataan. Tapi, kalau entar betul-betul ada kerusuhan seperti tahun lalu, kan mengerikan. Jaminannya tak ada. Kredibilitas pemerintah anjlok. Sekarang kan orang lebih cepat marah, desperate, sehingga cukup menakutkan untuk tinggal di dalam. Kalaupun ada jaminan sekonkret apa pun, kayaknya percuma saja. Apalagi kalau melihat situasinya selama setahun terakhir ini. Semuanya jelek. Aceh, Tim-Tim, Maluku, Kalimantan, semuanya bisa merembet terjadi di Jawa. Buktinya yang di Jepara itu, bikin orang waswas. Jadi, kalau pemerintah bilang ada jaminan, apa pun bentuknya, orang sudah tak percaya.

Ke mana saja tujuan favorit mereka?

Singapura atau Hong Kong. Orang Medan banyak yang ke Penang, Malaysia, juga ke Kuala Lumpur. Di sana banyak orang punya hubungan keluarga. Ada yang ke Australia. Sydney, Melbourne, dan Perth banyak disukai. Kalau Eropa, ya, London, Paris, Belanda, dan Jerman. Kalau di AS, banyak yang suka ke Los Angeles atau San Francisco, pendeknya di pantai barat yang hawanya enak.

Bagaimana pemerintah seharusnya bertindak?

Diperlukan pemerintahan baru yang punya kredibilitas, yang didukung masyarakat, yang benar bisa menjamin security. Pemerintahan sekarang kan dianggap masih terusan Soeharto, tak ada kredibilitasnya.

Ngomong-ngomong, kapan Anda pulang?

Nantilah, saya pasti akan pulang. Kita lihat saja setelah pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus