Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mewaspadai Yang Keempat

Menurut Gubernur Lemhanas, Mayjen Soebijakto, kerasnya reaksi terhadap buku "siapa menabur angin akan menuai badai" merupakan cerminan bahwa kelompok-kelompok kekuatan eks PKI masih ada dan belum hilang.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERASNYA reaksi terhadap buku Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai (SMAAMB) ternyata diamati Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). "Ini merupakan cerminan bahwa kelompok-kelompok kekuatan bekas PKI masih ada dan belum hilang dari Indonesia," kata Mayjen. Soebijakto Sabtu pekan lalu. Pernyataan Gubernur Lemhanas ini diungkapkan dalam pidato pembukaan reuni alumni Kursus Kewaspadaan Nasional (Suspadnas) dan Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas) di aula Departemen Agama, Jakarta. Tak kurang dari 200 peserta mengikuti acara ini. Selain Soebijakto, tampil pula Dr. Juwono Sudarsono dan Dr. Suhardiman, S.E. sebagai pembicara. Juwono membahas tentang perkembangan komunisme dan liberalisme, sedangkan Suhardiman membawakan makalah yang berjudul Strategi Baru Eks G-30-S/PKI. Kewaspadaan terhadap sisa-sisa G-30-S/PKI tampaknya memang tema pokok acara ini. Dan ini tentu bukan tanpa maksud. "Terdapat indikasi bahwa masyarakat mulai melupakan terjadinya peristiwa G-30-S/ PKI," kata Soebijakto. Itu, katanya, mungkin saja karena kesibukan mengikuti pembangunan yang semakin meningkat atau karena terjadinya peralihan generasi di masyarakat. Adalah perhatian atas peralihan generasi ini yang menyebabkan lahirnya Suspadnas dan Tarpadnas. "Inpres No. 10 tahun 1982, tentang perlunya peningkatan kewaspadaan nasional, merupakan jawaban atas kemungkinan bangkitnya kembali PKI," kata seorang perwira tinggi di Lemhanas. Sebab, pemberontakan komunis di Indonesia, kata pejabat ini, sudah berulang tiga kali. Karena itu, kemungkinan timbul yang keempat harus diwaspadai. Pemberontakan komunis generasi pertama, katanya, terjadi pada 1926. Lantas yang kedua pada peristiwa Madiun, 1948. Dan yang ketiga adalah G-30-S/PKI pada 1965. Alhasil, generasi keempat seharusnya muncul pada saat-saat sekarang. Namun, berbeda dengan sebelumnya, kali ini pihak komunis tak mempunyai organisasi legal seperti dahulu. Karena itu, diperkirakan organisasi ilegalnya yang akan bergerak. "Harap diingat, PKI berhasil menyusun strategi perjuangannya yang baru setelah kegagalan G-30-S/PKI, yaitu doktrin Tri-Panji," kata Soebijakto menjelaskan. Doktrin Tri-Panji, yang disusun Sudisman pada 1966, merupakan otokritik terhadap kegagalan PKI. Menurut seorang penwira tinggi Lemhanas, doktrin ini pada intinya adalah: membangun kembali partai, melaksanakan perjuangan tani bersenjata, dan membentuk Front Persatuan Revolusi. Doktrin ini mempunyai perbedaan dengan doktrin yang dikeluarkan Aidit. Terutama bahwa seluruh kegiatan adalah berbentuk ilegal, alias bawah tanah. Selain itu, pada bagian kedua, Aidit menginginkan gabungan buruh tani dan militer sebagai medan pergulatan. Sedangkan Sudisman mengandalkan petani alias teori desa mengepung kotanya Mao Zedong. Kenyataan bahwa negara utama komunis seperti RRC dan Uni Soviet mulai meninggalkan konsep ekonomi komunisnya juga tak lepas dari perhatian Soebijakto. Namun, kegagalan itu tak dianggapnya memiliki pengaruh langsung terhadap ambisi para pemimpin komunis di negara berkembang, seperti Indonesia, untuk merebut kekuasaan. Persoalannya sekarang adalah bagaimana mendeteksi kegiatan para anggota PKI tersebut. "Karena bawah tanah, tentu sulit dideteksinya," kata seorang pejabat di Lemhanas. Maka isu-isu yang meresahkan masyarakat, katanya, cenderung dicurigai sebagai ulah mereka. "Soalnya, kalau oleh kelompok lain biasanya segera ketahuan, umpamanya yang dilakukan kelompok Warman," katanya menjelaskan. Itulah sebabnya Soebijakto tak heran jika isu pemotongan nilai uang (sanering) atau devaluasi mungkin saja disebarkan kelompok PKI. Sebab, tahap awal strategi komunis merebut kekuasaan adalah dengan jalan menumbuhkan keresahan di masyarakat. Artinya, setiap peluang untuk menimbulkan keresahan akan dimanfaatkan. Karena itu, tentunya setiap pernyataan yang dapat menimbulkan keresahan perlu dikurangi. Supaya tak dapat dimanfaatkan PKI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus