Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mungkin Kami Bisa Salah

3 pengurus DPP Golkar periode 1988-1993: Didiet Haryadi Priyohutomo, Slamet Effendy Yusuf dan Sartojo Prawirosurodjo, ketiganya diisukan tidak memenuhi kriteria anggaran rumah tangga (ART), sebagai pengurus.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM sempat pengurus baru DPP Golkar bekerja efektif, tiba-tiba sudah terdengar suara-suara yang menuduh bahwa ada oknum pengurus yang didudukkan dengan tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan anggaran rumah tangga (ART) Golkar. "Kami juga sudah mendengar informasi yang mengatakan demikian. Tindakan kami sekarang ialah mencari kebenaran informasi itu," kata Rachmat Witoelar, Sekjen DPP Golkar. Pasal 11 ART yang ditetapkan Munas yang lalu membuat batasan bahwa seseorang baru bisa dipilih menjadi pengurus DPD tingkat I dan DPP Golkar setelah ia berjuang terus-menerus dalam jajaran Golkar sekurang-kurangnya 10 tahun. Untuk komisaris dan DPD II waktu itu diperpendek menjadi lima tahun. Atas dasar kriteria itulah sekarang ada tiga nama pengurus DPP Golkar dipertanyakan orang. Mereka ialah Didiet Haryadi Priyohutomo, Slamet Effendy Yusuf, dan Sartojo Prawirosurodjo. Didiet, 33 tahun, dalam Munas terpilih untuk menduduki Departemen Pemuda DPP Golkar. Anggota FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnairawan ABRI) ini memang cepat melejit. Tahun lalu ia baru saja terpilih menjadi Ketua Umum DPP KNPI lalu menjadi anggota MPR hasil Pemilu yang lalu. Ketika Sarwo Edhie Wibowo mengundurkan diri dari keanggotaan DPR, maka Didiet masuk menggantikannya, Juli 1988. Putra Almarhum Kolonel Darmadi ini juga duduk di kepengurusan AMPI DKI Jakarta. Betulkah ia belum 10 tahun jadi anggota Golkar? Staf Litbang Perusahaan Air Minum (PAM) DKI ini membantah. Didiet mengaku sudah aktif di Golkar sejak 1977. Tepatnya dalam musim kampanye Pemilu tahun itu, Didiet dan teman-temannya di kompleks perumahan Angkatan Darat Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, sudah aktif mendukung Golkar. "Saya ikut menyebar pamflet Golkar. Karena itu, saya diangkat menjadi petugas TPS." Lalu pada 1979, Didiet mengaku sudah tergabung dalam AMPI, dan dalam Pemilu 1982, ia duduk dalam Bappilu Colkar DKI Jaya. Bantahan juga datang dari Ir. Sartojo Prawirosurodjo, 58 tahun, salah seorang Ketua DPP HKTI yang terpilih menjadi Ketua Departemen Tani dan Nelayan DPP Golkar. "Sejak 1976 saya ikut di Karang Taruna dan komisariat Golkar Jakarta Selatan. Saya memang bukan pengurus. Hanya anggota," kata pengusaha yang antara lain bergerak di bidang pembukaan lahan transmigrasi itu. Ia mengaku terpilih menjadi pengurus pusat HKTI mewakili unsur Petani organisasi tani PNI -- pada 1974. "Tapi saya bukan anggota PNI," kata sarjana pertanian UGM 1958 itu. Dulu ia bekerja di Departemen Pertanian dan sempat menjadi deputi menteri. Ia pensiun sebagai pegawai tinggi pada 1974, ketika ia baru 44 tahun. Sartojo juga membantah isu yang mengatakan seolah-olah ia pernah berurusan dengan pihak berwajib karena soal politik. Malah kata Sartojo, "Pada waktu rame-rame 1966 dan 1967 saya dapat clearence dari Laksusda dan Pomdam di Jakarta. Waktu itu sebagai pejabat selalu ada rongrongan, jadi saya minta clearence lebih dulu. Siapa bilang saya ditahan?" Yang tak mau membantah agaknya cuma Slamet Effendy Yusuf, 40 tahun, ketua Departemen Pemuda DPP Golkar. "Saya menolak berkomentar. Yang jelas saya menerima penugasan Munas dan akan melaksanakannya dengan baik," ujar Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor itu. Slamet juga tak bersedia membantah atau membenarkan keterangan Sekjen DPP PPP Mardinsyah yang menyebutkan bahwa pada Pemilu 1982, Slamet masih terdaftar sebagai calon PPP. Slamet menjadi calon nomor tujuh di Yogyakarta. Ia tak duduk sebab PPP di situ cuma dapat satu kursi. Tapi dua tahun yang lalu, wakil pemred Pelita itu tampak ikut dalam Rapim Golkar. Dalam Munas kemarin ia duduk di panitia pengarah, dan ikut membahas konsep pernyataan politik Golkar untuk Munas. Apakah formatir kebobolan? Menurut bekas ketua formatir Munas, Awaluddin Djamin, untuk memilih 45 pengurus itu mereka menerima nama ratusan orang. Itulah yang mereka seleksi sesuai dengan kriteria yang diamanatkan Munas: kesinambungan, regenerasi, wawasan kebangsaan, bersih lingkungan, 10 tahun menjadi Golkar, dan sebagainya. Formatir menerima informasi-informasi dari berbagai pihak. Maka yang tak bersih lingkungan, misalnya, segera disingkirkan. "Sepanjang yang kami ketahui semua yang terpilih sudah memenuhi kriteria. Memang kami tak mewawancarai satu per satu. Kalau ternyata ada yang tak memenuhi kriteria, sebagai manusia mungkin kami bisa salah, ya, tugas Ketua Umum DPP Golkar menyelesaikannya. Tugas kami sebagai formatir sudah selesai," kata bekas Kapolri itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus