Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Selamat berjuang, gatotkaca

Dari 45 pengurus DPP Golkar periode 1988-1993 ada 28 pengurus DPP lama yang tak duduk lagi dalam kepengurusan. asal mereka: 33 jalur Golkar, 6 jalur ABRI & 6 jalur Korpri. beban kerja semakin berat.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG DPP Golkar malam itu berhias. Spanduk-spanduk kuning digelar di beberapa tempat, di antaranya terbaca tulisan, "Selamat Berjuang Pak Wahono". Halaman kantor yang cukup luas di kawasan Slipi, Jakarta Barat, itu dipasangi tenda-tenda. Di situlah dalang Ki Manteb Sudharsono mempergelarkan pertunjukan wayang semalam suntuk, Gatotkaca Winisuda. Lakon itu seakan mengiringi 45 pengurus DPP Golkar priode 1988-1993, yang baru saja diwisuda Selasa pekan lalu. Sekalipun RRI dan beberapa radio swasta lainnya menyiarkan langsung pagelaran wayang itu, toh halaman gedung dipenuhi oleh penduduk sekitar. Sementara itu, di aula gedung ada acara tersendiri. Di situ hadir seluruh pengurus DPP Golkar. Ada pula sejumlah pengurus DPP lama yang sudah tak terpilih lagi seperti bekas Ketua Umum Sudharmono, bekas Ketua Gatot Suwagio, dan eks Wakil Sekjen Oka Mahendra. Tampak pula bendahara lama Zarlons Zaghlul. Ia mengenakan baju batik kemerahan. Malam itu Zaghlul bersama bendahara DPP yang baru, Eric Samola, menandatangani berita acara serah terima keuangan DPP Golkar, disaksikan pengurus lama maupun baru. Semua yang diserahkan Zaghlul pada Samola bernilai hampir Rp 9,5 milyar. Di antaranya Rp 6,6 milyar lebih berupa deposito pada berbagai bank di Jakarta, dan selebihnya dalam bentuk tanda terima pinjaman dari 22 yayasan yang diasuh oleh DPD-DPD Golkar. Diserahkan pula malam itu nota pembelian saham harian Pelita oleh DPP Golkar. Itulah sisa dana yang tak habis dipakai DPP Golkar periode 1983-1988. Sehari sebelumnya, Jumat malam, pertemuan antara bekas pengurus DPP Golkar dan DPP baru pimpinan Wahono diadakan di Spice Garden, hotel Mandarin. Dalam acara tertutup itu segala sesuatu yang menyangkut acara serah terima Sabtu malam itu dibicarakan. Semua berjalan lancar. Atas permintaan David Napitupulu, bekas wakil sekjen yang kini menjadi Dubes di Meksiko, Moerdopo sempat menunjukkan kebolehannya menyanyi. Diiringi oleh seorang pemain gitar hotel, bekas pengurus Departemen Seni Budaya DPP Golkar itu membawakan lagu Kau Begini, Aku Begitu yang dipopulerkan oleh penyanyi Broery Pesolima. Itulah lagu tentang pasangan yang mesti berpisah karena tak akur. Sudharmono sempat bertepuk tangan di akhir lagu. Moerdopo, pemimpin umum Suara Karya dan tokoh yang sudah terlibat sejak masa awal Golkar itu, adalah salah seorang di antara 28 pengurus DPP lama yang tak duduk lagi dalam kepengurusan baru. Berarti cuma 17 pengurus lama yang duduk lagi dalam kepengurusan sekarang. Beberapa nama beken lainnya yang menghilang ialah Albert Hasibuan, yang sebelumnya memegang Departemen Cendekiawan DPP Golkar. Pengacara, Ketua Persahi, dan pemimpin umum Suara Pembaruan itu sebelumnya sempat disebut-sebut akan menduduki salah satu kursi ketua. Kemudian tokoh Taman Siswa Ki Suratman dan salah seorang direktur CSIS, Jusuf Wanandi, juga menghilang dari kepengurusan baru. Demikian pula Sekretaris Umum PSSI, Noegraha Besoes. Mengapa mereka tersisih? Bekas Wakil Sekjen Oka Mahendra tak tahu mengapa ia tak lagi terpilih. "Munas menentukan demikian, ya, saya harus tunduk," katanya. Untunglah, ia masih duduk di Wakil Ketua Bidang Politik Keamanan Fraksi Karya Pembangunan (F-KP). "Saya akan aktif di fraksi," katanya. Sedangkan eks bendahara Zarlons Zaghlul cuma bisa berkata, "Saya tidak kecewa karena penugasan terhadap saya dialihkan," ujarnya. Tak ia sebutkan ke mana selanjutnya tugasnya beralih. Maka, di DPP baru ini 28 nama baru masuk. Ada juga nama lama yang sebelumnya menduduki kursi departemen kini naik ke jenjang ketua seperti Jacob Tobing atau kursi wakil sekjen seperti Usman Hasan. Di antara 28 nama baru itu ialah Dr. Alfian, Direktur Lembaga Riset Kebudayaan Nasional (LRKN) LIPI, yang terpilih menduduki Departemen Penelitian dan Pengembangan Lingkungan, Energi, dan Sumber Alam DPP Golkar. Yang lain ialah Ketua Umum G.P. Ansor, Slamet Effendy Yusuf dan Ketua KNPI Didiet Haryadi Priyohutomo. Keduanya menduduki Departemen Pemuda. "Di DPP baru ini muka baru memang berperan dalam jumlah," kata Alfian. Bila dilihat dari komposisi umur, pengurus sekarang hampir sama saja dengan yang lama. Sekitar separuh di antaranya sudah berumur 50 tahun ke atas. Yang terhitung paling muda ialah Didiet Haryadi, 33 tahun, kemudian wakil bendahara Ponco Soetowo, 38 tahun. Dari komposisi jalur, jumlah terbesar pengurus (33 orang) datang dari jalur Golkar, enam dari jalur Korpri, dan enam dari jalur ABRI. Walaupun pengurus asal jalur A tak banyak jumlahnya, menurut Alfian, mereka menempati posisi strategis. Mulai dari Ketua Umum Wahono, para ketua seperti A.E. Manihuruk dan Soegeng Widjaja, dan Wakil Sekjen dr. Suhadi. Namun, kemampuan pengurus baru ini baru bisa dilihat setelah mereka bekerja. Beban mereka cukup berat karena, menurut Alfian, pengurus yang lama cukup sukses. "Berhasil menang pemilu 73 persen, dari segi politik, 'kan sukses sekali. Ini merupakan tantangan bagi pengurus baru," kata pakar LIPI itu. DPP ini memang sudah mulai bekerja. Senin pekan ini, misalnya, telah dilaksanakan rapat pertama pengurus harian lengkap dengan acara pembagian tugas para ketua, sebagaimana pengurus sebelumnya. Ketua Imam Soedarwo dibantu Wakil Sekjen Usman Hasan, misalnya, diserahi menangani Bidang Ekonomi yang dalam kepengurusan dulu dipegang oleh Sukardi dibantu Wakil Sekjen Akbar Tanjung. Kini Sukardi, Wakil Ketua DPR itu, tak duduk lagi di DPP Golkar. Ketua Waskito dibantu Wakil Sekjen Freddy Latumahina menangani Bidang Sosial, Oetojo Oesman dibantu Wakil Sekjen Andi Mochtar mengurus Bidang Hukum, A. E.Manihuruk dan bendahara Eric Samola membidangi Politik, Jakob Tobing dan Suhadi membidangi Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi, kemudian Mien Sugandhi dan Ny. T.S. Darsojo menangani Bidang Wanita. Para ketua lainnya dibantu oleh unsur pengurus harian ditugasi di berbagai bidang lainnya. Ketua Soegeng Widjaja dibantu Sekjen Rachmat Witoelar, misalnya, menangani bidang Hankam. K. Haji Tarmoedji bersama Ponco Soetowo membidangi kerohanian. Sedangkan ketua umum sebagai pucuk tertinggi DPP bertugas mengarahkan, membimbing, mengawasi pelaksanaan program, mewakili Golkar ke luar dan ke dalam, dan sebagainya. Sedangkan sekjen, selain tugas disebut di atas juga bertugas memimpin sekretariat jenderal Golkar. Berbagai uraian tugas ini memang masih berpedoman pada keputusan DPP Golkar November 1983, tentang tata kerja DPP Golkar, yang untuk sementara tampaknya masih dipergunakan. Paling tidak sampai DPP yang baru menganggap perlu menyiapkan tata kerja yang baru. "Untuk sementara kami masih menggunakan yang lama," ujar seorang anggota DPP kepada TEMPO. Yang paling sibuk di antara pengurus DPP agaknya Soegeng Widjaja dan Suhadi. Soalnya, sampai rapat pertama itu, mereka berdua masih berstatus anggota F-ABRI. Suhadi, misalnya, Sabtu pagi pekan lalu masih terlihat duduk di deretan pimpinan sidang ketika Komisi VIII mengadakan rpat kerja dengan Menteri Sosial. "Saya memang masih ketua komisi delapan," katanya. Suhadi menjabat pimpinan komisi itu mewakili F-ABRI. Karena kedudukannya di Golkar, berarti ia harus meninggalkan jabatan itu. Sementara itu, di F-KP namanya tak tercantum dalam daftar calon Pemilu yang lalu. Artinya Suhadi -- paling tidak untuk lima tahun ini -- mungkin terpaksa mengorbankan kursinya di DPR. Demikian juga Soegeng Widjaja, pembantu pimpinan F-ABRI dan anggota Komisi IX DPR. Baik Sogeng maupun Suhadi masih belum tahu kapan mereka akan di-recall F-ABRI setelah menduduki kursi pimpinan DPP Golkar. "Itu urusan Mabes ABRI. Tapi untuk urusan administrasi begitu, diperlukan waktu," kata Suhadi.Amran Nasution, Rustam F. Mandayun, Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum