Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mohamad Mahfud: "Jangan Bayangkan Seperti Mossad"

22 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOHAMAD Mahfud barangkali tidak pernah bermimpi menjadi seorang mata-mata. Profesinya sebagai pengajar di kampus selama ini jelas jauh dari tuntutan untuk membuntuti orang laiknya pekerjaan sehari-hari tilik sandi. Namun, siapa nyana jika sepekan terakhir Menteri Pertahanan dalam kabinet Presiden Abdurrahman Wahid ini harus pusing tujuh keliling mengurusi sistem intelijen nasional.

Kesibukan Mahfud ini bermula dari cetusan gagasannya di depan anggota DPR, Rabu pekan lalu. Ketika itu, dalam rapat kerja dengan wakil rakyat, dia melemparkan ide pembentukan semacam badan intelijen nasional di bawah Departemen Pertahanan. Fungsinya, antara lain, memasok informasi yang akurat kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan pertahanan.

Cetusan gagasan Mahfud kontan mengundang reaksi. Publik lantas menarik benang merah dengan fungsi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Badan Intelijen Strategis (Bais). Sebagian kalangan menyayangkan jika dua badan tilik sandi nasional ini harus mengalami restrukturisasi atau berganti wajah.

Derasnya tanggapan ini tak urung membuat Mahfud bingung. "Bakin dan Bais tetap ada. Bakin berfungsi sebagai badan yang mengoordinasi jajaran intelijen di pemerintahan," kata guru besar tata negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, itu. Untuk mengetahui centang-perenang diskusi badan intelijen ini, TEMPO mengutus Rian Suryalibrata menemui menteri kelahiran Sampang, Madura, itu di rumahnya di bilangan Widya Chandra, Jakarta, Jumat silam. Petikannya:


Apa yang Anda maksud dengan badan intelijen nasional?

Istilah ini muncul dalam rapat kerja antara saya dan DPR. Mereka bertanya apa rencana saya sebagai perumus kebijakan pemerintah di bidang pertahanan untuk mengatasi kelemahan intelijen kita. Lantas, saya kemukakan ide pembentukan badan intelijen.

Dari mana gagasan Anda itu?

Setelah menjabat sebagai menteri, saya membaca banyak buku tentang intelijen dari pemberian Yahya Muhaimin dan Salim Said. Saya juga berbicara dengan beberapa pakar serta para pendiri dan praktisi intelijen.

Dari sini saya ingin membentuk lembaga intelijen baru yang tidak menakutkan dan dekat dengan rakyat. Itu sebabnya, dalam cetak biru badan intelijen saya, masyarakatlah yang datang memberikan informasi dengan sukarela. Jangan bayangkan seperti Mossad atau KGB.

Mengapa Departemen Pertahanan harus memiliki intelijen sendiri?

Dulu, Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap sebagai Panglima (ABRI), sehingga tidak ada masalah soal intelijen karena pemimpinnya satu. Tapi, berdasarkan Tap MPR Nomor VII Tahun 2000, yang menetapkan pemisahan Departemen Pertahanan (Dephan) dengan Panglima dan Markas Besar TNI, Dephan kehilangan akses ke Bais.

Sedangkan Bakin menjalankan fungsi koordinasi seluruh intelijen di berbagai jajaran pemerintahan. Lalu, Dephan mendapat informasinya dari mana? Masa, perumus kebijakan di bidang pertahanan enggak punya sumber informasi intelijen yang akurat?

Seperti apa bentuk badan intelijen yang Anda usulkan?

Bukan intelijen keamanan pemburu orang, tapi yang mencari informasi, mengolah, dan menyampaikannya kepada presiden dalam rangka pertahanan. Pemerintah tidak usah lagi mencari informasi dari sumber-sumber tidak resmi dan berganti-ganti.

Jadi, bukan untuk mengurangi pembisik Presiden?

Saya tidak berhak mengurangi pembisik. Itu haknya Gus Dur. Tapi saya merasa wajib menyediakan informasi yang akurat dari lembaga yang resmi dan bekerja secara profesional. Badan ini juga bukan alatnya Gus Dur.

Sejauh mana perkembangan usulan Anda?

Presiden, Panglima TNI, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sudah menyetujuinya. Cuma, Pak Ryaas Rasyid mengusulkan, kalau mau operasional, sebut saja direktorat jenderal, apakah itu namanya Ditjen Intelijen Hankam atau lainnya. Istilah badan bagus karena lebih operasional dan otonom.

Usulan (badan intelijen) ini akan dibahas pada 24 Oktober 2000 dalam rapat struktur organisasi departemen. Termasuk membahas tiga opsi dari Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono ketika menanggapi gagasan saya.

Apa saja tiga opsi itu?

Pertama, pembentukan sendiri badan atau direktorat jenderal intelijen seperti gagasan saya di Dephan. Kedua, meningkatkan fungsi Bais sebagai pemasok informasi ke Dephan dan Markas Besar TNI. Ketiga, restrukturisasi, termasuk di antaranya merombak Bakin menjadi badan intelijen nasional, bukan lagi badan koordinasi.

Apa maksud restrukturisasi intelijen pada opsi ketiga?

Tanyakan saja kepada Pak Susilo Yudhoyono.

Lalu, mengapa muncul penolakan terhadap usulan Anda?

Citra intelijen warisan Orde Baru sangat jelek. Sehingga, begitu ada yang menyebut rencana pembentukannya, orang lantas ribut. Seakan-akan lahir instrumen represi baru oleh negara yang menakutkan rakyat. Padahal, jika saya sebut saja namanya Badan Pemburu Informasi Pertahanan dengan tugas serupa, saya yakin enggak ada yang ribut. Namun, media massa mengutipnya seakan-akan saya mau membentuk suatu badan represi baru.

Siapa saja anggota badan intelijen usulan Anda? Militer atau sipil?

Semula saya mau mengusulkan Kepala Bais sebagai kepala intelijennya. Catatan prestasinya baik dan orangnya relatif bersih. Tapi, jika Bais masih tetap di TNI, mungkin dia akan tetap dipertahankan oleh Mabes TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus