Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengusutan Korupsi e-KTP Dikebut
KOMISI Pemberantasan Korupsi mempercepat pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Kasus yang disidik KPK sejak April 2014 itu, menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dianggap sudah hampir rampung lantaran telah ada dugaan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yaitu lebih dari Rp 2 triliun. "Penyelesaiannya semakin cepat semakin baik," kata Saut, Selasa pekan lalu.
Saut tak menampik anggapan penyidik bahwa lembaganya menelusuri "nyanyian" bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Setelah diperiksa penyidik untuk kasus e-KTP pada pekan lalu, Nazar mengatakan banyak pihak terlibat dalam kasus itu, di antaranya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Nama Setya ditelusuri KPK sejak Agustus 2013, ketika penyelidik KPK menemui bos PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, di Singapura. Sandipala merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia-yang memenangi tender proyek e-KTP. Penelusuran majalah Tempo pada April 2013 mengungkap dugaan keterlibatan Setya dalam kasus e-KTP. Misalnya soal pertemuan di rumah Setya di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, pada Oktober 2011.
Paulus mengenal Setya sejak penandatanganan kontrak proyek e-KTP pada Juli 2011. Ketika dimintai konfirmasi, Paulus membenarkan pertemuan dengan Setya. "Tapi tidak ada soal pembahasan fee," ujar Paulus. Adapun Setya membantah terkait dengan kasus e-KTP. "Alhamdulillah, saya tidak pernah ikut campur," ucap politikus Partai Golkar itu. Sebelumnya, Gamawan mengatakan tak pernah meloloskan perusahaan mana pun. "Nazar bicara tanpa bukti," katanya.
Dalam Pusaran Proyek Bermasalah
Profil proyek: KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional e-KTP)
Pemberi proyek: Kementerian Dalam Negeri
Waktu: 1 tahun 6 bulan (2011-2012)
Anggaran: Rp 5,9 triliun
Pelaksana proyek:
- PT Percetakan Negara Republik Indonesia (pencetakan)
- PT LEN Industri (alih teknologi, AFIS)
- PT Quadra Solution (peranti keras, peranti lunak)
- PT Sucofindo (bimbingan teknis)
- PT Sandipala Arthaputra (pencetakan)
TERSANGKA
Sugiharto
Jabatan:
Irman
Jabatan: Bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
Tuduhan: Diduga menyalahgunakan wewenang dalam proyek e-KTP
DICEKAL
Jessica Dituntut 20 Tahun Penjara
JAKSA penuntut umum meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Jessica Kumala Wongso selama 20 tahun dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Kafe Olivier, Mal Grand Indonesia, Januari lalu. "Terdakwa dengan sengaja dan berencana menghilangkan nyawa Mirna," ujar Ardito Muwardi saat membacakan tuntutan Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan unsur sengaja terpenuhi karena Jessica yang merancang pertemuan di kafe itu. Sedangkan unsur perencanaan, menurut jaksa, terpenuhi karena di persidangan terbukti ada upaya terdakwa menghalangi kamera pengawas (CCTV) dengan cara menaruh tiga paper bag Bath & Body Works di atas meja.
Dalam rentang tersebut, jaksa meyakini Jessica mengambil sianida dari dalam tasnya dan menaburkan sebanyak 5 gram ke dalam kopi yang kemudian diminum Mirna. Dua menit kemudian, Mirna kejang-kejang dan akhirnya meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Pengacara Otto Hasibuan menolak dugaan Jessica memasukkan sianida ke dalam es kopi. "Ahlinya saja enggak pernah menyebutkan itu. Hitungannya dari mana?" katanya.
Sunny Tanuwidjaja dan Anak Aguan Melenggang
KOMISI Pemberantasan Korupsi, Rabu pekan lalu, memutuskan tidak memperpanjang masa larangan bepergian ke luar negeri untuk anggota staf Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja, dan petinggi Agung Sedayu Group yang juga anak Sugianto Kusuma alias Aguan, Richard Halim Kusuma. Sepekan sebelumnya, Komisi juga tidak memperpanjang masa cegah Aguan.
Pencegahan ketiganya berkaitan dengan kasus suap rancangan peraturan daerah reklamasi yang menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, keputusan itu diambil pimpinan KPK setelah mendengarkan pemaparan perkembangan penanganan kasus tersebut dari penyelidik, penyidik, dan penuntut umum. "Lagi pula, untuk memperoleh kesaksian lagi, tidak harus dilakukan pencegahan," ujar Basaria.
Atas permintaan KPK, Direktorat Jenderal Imigrasi mencekal Aguan sehari setelah menangkap Sanusi karena menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman, pada 31 Maret lalu. Sepekan berselang, pada 6 April, giliran Sunny dan Richard yang dicegah. Pencegahan dilakukan karena ketiganya diduga punya peran penting dalam kasus itu. Pengacara Aguan dan Richard, Kresna Wasedanto, lega mendengar keputusan itu. "Alhamdulillah," katanya. Adapun Sunny tidak mau berkomentar apa pun tentang hal ini.
Dana Bantuan Partai Politik Naik
DEWAN Perwakilan Rakyat dan pemerintah sepakat menaikkan alokasi dana bantuan bagi partai politik yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hal ini menjadi salah satu keputusan rapat pembahasan anggaran Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR, yang membidangi pemerintahan, Senin pekan lalu. "Ini salah satu cara mengurangi praktek korupsi," kata Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Lukman Edi seusai rapat tersebut.
Dalam usul revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, besar kenaikan itu mencapai 50 kali lipat. Saat ini, menurut aturan itu, dana bantuan partai politik sebesar Rp 108 per perolehan suara yang diraih dalam pemilihan umum. Dana ini diperuntukkan bagi pendidikan politik dan operasional sekretariat partai. Berdasarkan aturan itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai partai pemenang Pemilu 2014, misalnya, mendapat bantuan Rp 2,55 miliar setiap tahun.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah sudah membentuk tim khusus untuk menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang bantuan keuangan partai politik itu. Pihaknya akan menggodok beberapa hal sebelum menyerahkannya kepada Presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo