Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komplotan Pencuri Bagasi Dibekuk
KEPOLISIAN Resor Bandar Udara Soekarno-Hatta membongkar komplotan maling barang berharga di bagasi penumpang pesawat. Menurut Kepala Polres Komisaris Besar Roycke Harry Langie, kelompok porter pembobol bagasi berkomplot dengan petugas keamanan maskapai penerbangan Lion Air. "Bagasi setiap penerbangan ditangani dua porter dan satu security," kata Roycke, Rabu pekan lalu.
Kejahatan komplotan ini terendus setelah seorang porter terekam kamera pengawas (CCTV) sedang membongkar bagasi penumpang di Terminal 1 pada awal November tahun lalu. Barang yang diincar jaringan ini antara lain telepon seluler, laptop, dan perhiasan yang disimpan di koper. Yang menjadi target biasanya koper yang terlihat mewah dan tidak dibungkus plastik pengaman.
Polisi telah meringkus empat anggota komplotan pencuri bagasi. Mereka adalah dua porter bernama Madun, 29 tahun, dan Saefulloh, 22 tahun. Dua orang lainnya petugas keamanan Lion Air, yakni Andi Hermanto, 28 tahun, dan Angga Jaya Pratama, 28 tahun.
Menurut keterangan para tersangka, 12 dari 20 anggota regu porter Lion Air sudah berulang kali membobol bagasi. Polisi masih memburu kawanan pencuri yang kabur setelah rekan mereka tertangkap.
Direktur Operasional Lion Air Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan tahun lalu sedikitnya ada 15 kasus pembobolan tas milik penumpang pesawat kelompok Lion Air Group. Pada 2014, tercatat 28 kasus pembobolan tas di seluruh penerbangan kelompok yang meliputi Lion Air, Batik Air, dan Wings Air itu. Agar kasus serupa tak berulang, manajemen Lion Air akan memperketat penjaringan calon porter dan petugas keamanan mereka.
Celah Pencurian
PEMBOBOLAN isi tas penumpang terjadi saat pemindahan tas dan barang dari troli ke pesawat.
Celah pertama
Bagian make up alias area loading dari meja check in ke gerobak pengangkut bagasi.
Celah kedua
Lambung pesawat saat porter memasukkan dan menurunkan bagasi.
Polisi Kembali Periksa R.J. Lino
BADAN Reserse Kriminal Kepolisian RI kembali memeriksa mantan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino pada Rabu pekan lalu. Lino diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sepuluh unit mobile crane di badan usaha milik negara itu.
Pengacara Lino, Heroe M. Soewarno, mengatakan polisi mencecar Lino dengan pertanyaan seputar wewenang dia ketika menjadi Direktur Utama Pelindo II. Badan Reserse juga mulai mendata aset milik Lino, termasuk slip gaji untuk melihat kewajaran kekayaannya. Polisi akan kembali memeriksa Lino pada 19 Januari 2016.
Di Bareskrim, Lino masih berstatus saksi. Dia sudah diperiksa sedikitnya tiga kali. Polisi pun sudah memeriksa puluhan saksi dan ahli dalam kasus ini. Tim penyidik polisi juga telah menggeledah kantor Pelindo II. Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan seorang tersangka, yaitu Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Noerlan.
Adapun di Komisi Pemberantasan Korupsi, Lino telah menyandang status tersangka. Dia disangka menyalahgunakan wewenang karena menunjuk langsung perusahaan asal Cina dalam pengadaan quay container crane di Pelabuhan Panjang, Lampung; Pontianak; dan Palembang.
Safari Pimpinan Baru KPK
PIMPINAN Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019 sepanjang pekan lalu mengunjungi sejumlah lembaga penegak hukum dan lembaga negara. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan safari itu bertujuan menguatkan kerja sama pemberantasan korupsi.
Lembaga yang dikunjungi pimpinan KPK adalah Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, serta Badan Pemeriksa Keuangan. "KPK tak dapat bekerja sendiri memberantas korupsi. Kami harus berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum lain," kata Agus di Markas Besar Polri, Senin pekan lalu.
Agus mencontohkan, dengan Kepolisian, KPK berencana membentuk tim gabungan reaksi cepat pemberantasan korupsi. Fungsi tim reaksi cepat antara lain memperbaiki pengawasan pengelolaan pemerintah daerah, seperti program bantuan sosial yang kerap menjadi bancakan.
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti setuju dengan pembentukan unit reaksi cepat itu. Menurut dia, polisi dan KPK mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing terkait dengan pemberantasan korupsi. "Kami harus saling menguatkan," ujar Badrodin.
Adapun dengan Kejaksaan Agung, menurut Agus, KPK akan bekerja sama dalam penanganan kasus. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mencontohkan, KPK dan Kejaksaan akan bekerja sama dalam mengungkap dugaan permufakatan jahat dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. "Kami akan bekerja sama. Bukan diambil alih," katanya.
Kejaksaan Segera Periksa Setya
JAKSA Agung Muhammad Prasetyo memastikan segera memanggil bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dalam kasus perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. "Kami memutuskan pemanggilan Setya Novanto tak perlu izin Presiden," kata Prasetyo, Kamis pekan lalu. Prasetyo berharap pemeriksaan Setya bisa mempercepat pengungkapan dugaan permufakatan jahat itu.
Sejauh ini Kejaksaan telah meminta keterangan 16 saksi. Termasuk di antaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said serta Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin. "Kami lengkapi dulu dengan meminta keterangan Setya. Lalu akan ada evaluasi," ujar Prasetyo. "Kami inginnya lebih cepat lebih baik."
Setelah kasus ini naik ke penyidikan, menurut Prasetyo, Kejaksaan baru akan memburu pengusaha Riza Chalid, yang diduga ikut dalam permufakatan jahat tersebut. "Kami upayakan kejar Riza Chalid kalau sudah penyidikan," katanya.
Semula Kejaksaan Agung meminta izin Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Setya. Kejaksaan merujuk pada Pasal 224 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Setelah mempelajari undang-undang tersebut, menurut Prasetyo, Kejaksaan melihat Pasal 245 ayat 3 huruf C yang mengecualikan permintaan izin presiden untuk kasus tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
Pengacara Setya, Firman Wijaya, berkukuh bahwa Kejaksaan Agung belum bisa memanggil kliennya sebelum ada izin presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo