Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Tahan Cahyadi Kumala
DIKAWAL dua anggota Brigade Mobil Kepolisian bersenjata laras panjang, Kwee Cahyadi Kumala alias Swee Teng tertunduk dan bungkam saat dicecar wartawan. Selasa pekan lalu, pemilik sekaligus Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri ini dijemput paksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari rumahnya di Bogor dan langsung dimasukkan ke sel tahanan KPK. Riandi Kumala, adik Cahyadi, juga dibawa penyidik.
Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan Cahyadi ditahan setelah KPK menetapkan Direktur Utama PT Sentul City itu sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Rp 4,5 miliar kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. Cahyadi disangka menyuap Yasin agar memudahkan penerbitan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Jonggol, Bogor. Ia juga disangka berupaya menghilangkan barang bukti dan mempengaruhi saksi untuk berbohong dalam persidangan.
Nama Cahyadi Kumala masuk putusan terpidana kasus suap tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Jonggol, Bogor, yaitu Fransiscus Xaverius Yohan Yap. Yohan divonis ringan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, yaitu satu tahun enam bulan penjara, karena menjadi justice collaborator untuk KPK. Yohan mengaku menjadi tangan kanan Cahyadi yang mengirimkan uang tiga kali ke Bupati Bogor Rachmat Yasin. Perusahaan Cahyadi ingin Rachmat Yasin mempercepat terbitnya rekomendasi agar proyek pembangunan kota mandiri di Jonggol segera dimulai.
Alur Janggal di Bukit Jonggol
2013
1 Juli
Bupati Bogor Rachmat Yasin, pihak PT Bukit Jonggol, dan Dinas Kehutanan bertemu di Pendapa Bupati. Rachmat Yasin setuju memberikan rekomendasi.
20 Agustus
Bupati Bogor mengeluarkan surat rekomendasi untuk Menteri Kehutanan atas pemakaian lahan 1.668,7 hektare dari 2.754 hektare untuk PT Bukit Jonggol.
14 Agustus
Dinas Kehutanan menyampaikan pertimbangan teknis tukar-menukar kawasan atas nama PT Bukit Jonggol kepada Bupati.
24 Oktober
Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan menyurati Bupati Bogor meminta klarifikasi penerbitan izin usaha pertambangan di area yang telah mendapatkan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan.
29 Oktober
Bupati Bogor membalas surat Direktur Jenderal Planologi. Isinya mengaku tak tahu-menahu kemajuan proses tukar-menukar kawasan atas nama PT Bukit Jonggol. Surat dibalas pada November, yang menyatakan lahan yang diminta PT Bukit Jonggol tak dimungkinkan lagi sebagai kawasan hutan.
2014
6 Februari
Yohan Yap, seperti dalam pengakuannya, diutus Cahyadi menyetor Rp 1 miliar ke rumah Rachmat Yasin.
17 Februari
Bupati Bogor menyurati Direktur Jenderal Planologi meminta penegasan landasan hukum mengenai kawasan yang diminta PT Bukit Jonggol. Dijawab melalui surat tertanggal 4 Maret bahwa lahan Jonggol itu tetap kawasan hutan.
Maret
Yohan diperintah memberikan lagi Rp 2 miliar untuk Rachmat Yasin. Duit dikirim ke Tenny, Sekretaris Bupati.
29 April
Bupati Bogor menyurati Menteri Kehutanan yang isinya mendukung kelanjutan proses pertukaran kawasan hutan seluas 2.754 hektare untuk PT Bukit Jonggol.
7 Mei
Yohan disuruh Cahyadi mengirim sisa Rp 1,5 miliar untuk Bupati Bogor via Kepala Dinas Pertanian Bogor Zairin. Mereka tertangkap KPK. Bupati Bogor pun ikut dicokok.
Rizal Abdullah Jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Rizal Abdullah, Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, sebagai tersangka. Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan Rizal diduga kuat ikut bersekongkol dalam proyek penggelembungan harga proyek pembangunan gedung serbaguna itu dengan anggaran tahun 2010-2011. Akibatnya, dalam kasus pengadaan wisma atlet di Jakabaring itu, negara dirugikan Rp 25 miliar.
Dalam kasus suap proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga itu, KPK telah menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin beserta anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang; mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam; dan Direktur Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris.
Dalam persidangan, Rizal mengaku pernah menerima uang Rp 400 juta dari Duta Graha Indah. Dia mengatakan telah mengembalikan uang itu kepada KPK. Namun, dalam vonis El Idris, Rizal menjadi salah satu pihak yang dinyatakan terbukti menerima uang El Idris. Idris divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Sejak 11 September lalu, Rizal dicegah selama enam bulan untuk tidak ke luar negeri.
Gembong Narkotik Ditangkap
Penjara tampaknya tak membuat jera Pony Tjandra, 47 tahun. Terpidana 20 tahun penjara karena kasus kepemilikan 57 ribu butir ekstasi pada 2006 itu tetap leluasa menjalankan bisnis haramnya dari balik jeruji. Semula Pony menghuni Penjara Nusakambangan sejak 2006. Dua bulan terakhir, dia dipindahkan ke Cipinang. Bisnis haram dari penjara itu diduga membuat Pony rutin bisa mengirimkan uang ratusan juta rupiah setiap bulan kepada Santi, istrinya.
Aksi Pony tercium Badan Narkotika Nasional. Kamis pekan lalu, ketika sedang menjalani terapi karena diabetes di rumahnya di kawasan Pantai Mutiara, Pluit Jakarta Utara, Pony dicokok. Sang Istri ikut pula dibawa polisi antinarkotik itu dari rumah mereka yang lain, di Perumahan Griya Agung, Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Pony adalah bagian dari jaringan Edy alias Safriady, yang dikenal sebagai gembong narkotik dari Aceh. Juga dua gembong lain, yakni Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick. Semua bandar narkotik yang kini telah ditangkap itu, menurut Deputi Prekursor dan Psikotropika Brigadir Jenderal Agus Sofyan, mengirimkan uang ke 13 rekening milik Pony. Nilainya mencapai Rp 600 miliar. Baik Pony maupun Santi dijerat Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Pencucian Uang dengan ancaman maksimal 20 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo