Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis Lia Eden
PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan kepada Syamsuriati alias Lia Eden alias Lia Aminuddin, pemimpin ajaran Takhta Suci Kerajaan Tuhan. Penggagas ajaran Salamullah itu dinilai melakukan penistaan dan penodaan agama. Pada 2006, Lia telah dihukum penjara dua tahun dengan tuduhan sama.
Ketua majelis hakim Subachran mengatakan Lia melakukan penistaan melalui risalah dalam brosur yang dikirimkan kepada presiden, kepala daerah seluruh Indonesia, dan sejumlah pejabat pada November-Desember 2008. Lia menyerukan pemerintah menghapus semua agama di Indonesia. “Apa yang saya sampaikan itu sebuah kebenaran,” ujarnya. Ia mengajukan permohonan banding atas keputusan ini.
Tifatul Dituding Anti-Jilbab
PERNYATAAN Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring di majalah Tempo 1-7 Juni 2009 menuai protes. Dalam artikel ”Perang di Balik Selembar Kain”, Tifatul menjelaskan sikapnya soal istri calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istri calon wakil presiden Boediono yang tidak berjilbab. ”Apa kalau istrinya berjilbab lalu masalah ekonomi selesai? Apa pendidikan, kesehatan, jadi lebih baik? Soal selembar kain saja kok dirisaukan.” PKS merupakan salah satu mitra koalisi Partai Demokrat yang mengusung Yudhoyono sebagai presiden.
Dalam pesan pendek yang beredar di kalangan kader PKS, Tifatul dikecam sebagai orang yang menyepelekan perintah Tuhan. Dalam situs jejaring sosial Facebook, salah seorang pemrotes menulis, ”Masalah jilbab lebih dari selembar kain. Berapa banyak muslimah yang keluar dari pekerjaannya dan didiskriminasi karena mempertahankan jilbab. Tak sepatutnya kata-kata itu terlontarkan!”
Menanggapi protes itu, Tifatul mengatakan, ”Saya tidak antijilbab.” Melalui pernyataan itu, ia ingin menjelaskan bahwa persoalan bangsa bukan sekadar jilbab, melainkan juga ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Isu antijilbab ini, menurut Tifatul, sengaja diembuskan pihak lain. ”Isu ini memang ditambah-tambahi oleh tim kampanye kompetitor SBY-Boediono,” katanya.
Survei: Parlemen Paling Korup
SURVEI Transparansi Internasional Indonesia 2009 menyimpulkan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga terkorup. Dalam survei yang dirilis Rabu pekan lalu itu, legislatif mendapat skor tertinggi 4,4 dari skala satu sampai lima. Di bawah Dewan, berturut-turut peradilan (4,1), partai politik (4,0), pegawai publik (4,0), sektor bisnis (3,2), dan media (2,3). Nilai rendah untuk tidak korup, nilai tinggi untuk korup.
Transparansi melakukan survei terhadap 500 responden di Jakarta dan Surabaya pada 11-20 November 2008. Sekretaris Jenderal Transparansi, Teten Masduki, mengatakan kasus korupsi anggota Dewan, misalnya Al-Amin Nasution dan Bulyan Royan, membuat persepsi masyarakat terhadap parlemen semakin buruk.
Transparansi merekomendasikan agar Dewan tak menunjukkan resistensi terhadap institusi pemberantas korupsi. Upaya menumpulkan Badan Pemeriksa Keuangan dan mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi akan menambah buruk citra legislatif. Anggota Komisi Hukum Dewan, Gayus Lumbuun, mengatakan bisa menerima hasil survei tersebut.
Oentarto Ditahan KPK
KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan Oentarto Sindung Mawardi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, Selasa malam pekan lalu. Bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah ini dituding terlibat kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat pada 2003 dan 2004.
Komisi menetapkan Oentarto sebagai tersangka pada 26 Mei lalu. Ia diduga memerintahkan kepala daerah menyetujui pengadaan branwir merek Tohatsu tipe V80 ASM. Oentarto menandatangani radiogram yang memuat spesifikasi, harga barang, dan rekanan yang ditunjuk langsung, yakni PT Istana Sarana Raya. Hengky Samuel Daud, pemilik PT Istana, kini buron.
Terhadap tudingan itu, Oentarto membela diri dengan mengatakan hanya menjalankan perintah Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno. ”Berikutnya, Pak Hari menyusul (masuk tahanan),” ujar Oentarto saat berjalan menuju mobil tahanan.
Kasus pengadaan branwir juga menyeret sejumlah kepada daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan status tersangka kepada wali kota dan wakil wali kota Medan, Abdillah dan Ramli, Wali Kota Makassar Baso Amirudin Maula, bekas Gubernur Riau Saleh Djasit, kepala proyek pengadaan di Kalimantan Timur, Ismed Rusdani, dan bekas Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan.
Transaksi Mencurigakan Pemilu
PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan banyak transaksi mencurigakan dalam pemilu tahun ini. Rabu pekan lalu, Ketua Pusat Pelaporan, Yunus Husein, mengatakan transaksi itu melibatkan dana luar negeri dan badan usaha milik negara di pusat serta daerah. Dana mengalir ke konsultan politik, partai, serta Komisi Pemilihan Umum.
Yunus mengatakan dana luar negeri datang dari sponsor utama sebuah lembaga konsultan politik yang mendukung pasangan calon presiden tertentu. Menurutnya, dana itu berasal dari warga negara Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri. Ia curiga modus ini dipakai untuk menyembunyikan sponsor sebenarnya. ”Duitnya diputar-putar untuk menyamarkan sumber aslinya,” kata Yunus.
Menurutnya, aliran dana liar terjadi di tim sukses beberapa partai. Namun Yunus mengatakan lembaganya kesulitan memantau aliran dana tim sukses calon presiden dan wakilnya. Banyak tim sukses bayangan yang tidak melaporkan dana kampanye, ”Bahkan ada yang orangnya tidak jelas,” kata Yunus.
Selasa pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penambahan saldo pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pasangan Megawati-Prabowo meningkat Rp 5 miliar dari Rp 15,005 miliar. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dari Rp 20,075 miliar menjadi Rp 20,3 miliar. Sedangkan dana pasangan Jusuf Kalla-Wiranto naik dari Rp 10 miliar menjadi Rp 10,25 miliar.
Adelin Lis Diduga di Australia
ADELIN Lis, terpidana 10 tahun perkara korupsi perambahan hutan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, ditengarai bersembunyi di Australia. Jika sinyalemen ini benar, Adelin merupakan satu dari 16 buron kakap dari berbagai negara yang tinggal di Negeri Kanguru itu. Menurut Organisasi Antikriminal Internasional atau Crime Stoppers International, enam dari 16 buron itu berasal dari Indonesia. ”Mereka terlibat penipuan dan pencucian uang,” demikian sumber Organisasi Antikriminal seperti dikutip Daily Telegraph, Senin pekan lalu.
Adelin sempat bebas dari dakwaan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan pada Januari dua tahun lalu menyatakan bos PT Keang Nam Development itu tidak terbukti merambah hutan di Kabupaten Mandailing Natal. Hakim menilai Adelin hanya terbukti bersalah secara administrasi. Jaksa kemudian mengajukan permohonan kasasi pada November tahun yang sama.
Majelis kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Bagir Manan, Juli tahun lalu, memvonis Adelin Lis hukuman 10 tahun penjara dan kewajiban membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Majelis hakim kasasi juga memutuskan Adelin harus membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan US$ 2,938 juta. Jika dia tak membayar uang pengganti kerugian negara, hukumannya ditambah lima tahun penjara. Kejaksaan tak sempat mengeksekusi Adelin karena dia keburu kabur.
Pembakaran Masjid Ahmadiyah
DUA orang tak dikenal mencoba membakar Masjid Al-Hidayah milik Jemaat Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Peristiwa pada Selasa pekan lalu ini terjadi ketika jemaah masjid sedang melakukan salat subuh. Tapi api hanya membakar gudang di lantai dua, tepat di dekat tangga menuju lantai dua.
Menurut saksi, dua orang yang diduga pelaku menyelinap ke dalam masjid di Jalan Ciputat Raya, Gang Sekolah No. 18, itu dengan melewati pagar besi setinggi hampir dua meter. Mereka menjinjing jeriken berwarna gading berisi bensin. Mereka menyiramkan sebagian bensin dan menyulutnya dengan api sebelum kabur.
Tapi api bisa dipadamkan. Tak ada korban jiwa dalam insiden ini. Bangunan masjid berlantai dua seluas lapangan basket itu tetap kukuh berdiri. Menurut Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Lama Komisaris Makmur Simbolon, polisi masih menyelidiki kejadian itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo