Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Musibah si raja kayu

Direktur utama sumber mas grup, jos sutomo, diperiksa Kejaksaan Agung, melakukan manipulasi pajak. (nas)

9 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH megah di Jalan Terusan Hang Lekir, Simprug, Jakarta Selatan, itu telah empat bulan kosong. Tiga buah sedan Mercy Tiger tampak terparkir kaku di garasi. Sepi. Tak kelihatan ada tamu yang biasanya harus melepas andal atau sepatu jika masuk ke rumah itu. "Di sini hanya ada saya," ujar seorang pembantu. Sang pemilik rumah, Jos Soetomo, direktur utama Sumber Mas Group, tengah diperiksa Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Ismail Saleh mengungkapkan pekan lalu, Jos saat ini sedang diperiksa oleh suatu tim khusus Kejaksaan Agung karena diduga terlibat dalam penggelapan pajak dan pabean sebesar beberapa milyar rupiah. Ismail Saleh membantah kabar bahwa Jos telah melarikan diri ke luar negeri. "Kasusnya terjadi di Kalimantan Timur, tetapi yang bersangkutan diperiksa di Jakarta," kata Jaksa Agung pekan lalu. Desas-desus Jos kabur ke luar negeri memang beredar beberapa bulan terakhir ini. Isu itu dikaitkan dengan kehadiran Ny. Jos Soetomo yang kini tinggal di Hong Kong, sementara semua anaknya bersekolah di Singapura. Terakhir Jos muncul di depan umum di Samarinda, 20 Juni lalu, dalam acara serah terima Gubernur Kalimantan Timur dari Ery Supardjan kepada Soewandi. "Dia tampak loyo dan kurus," ujar H. Syarkawi Basri, anggota DPR asal Kal-Tim yang hadir dalam acara tersebut. Jos, 38 tahun, dikenal sebagai pengusaha besar dan dermawan yang namanya meroket beberapa tahun terakhir ini. Kelompok Sumber Mas yang dipimpinnya, meliputi enam perusahaan. Tiga di antaranya di Kal-Tim: Meranti Sakti Indah Plywood, Sumber Mas Timber dan Meranti Sakti Timber. Tiga yang lain juga bergerak di bidang perkayuan: Sumber Mas Indah Plywood, Kayan River Timber Product dan Kayan River Indah Plywood. Tidak mengherankan bila banyak yang menyebut Jos "Raja Kayu". Jumlah karyawan di berbagai perusahaannya itu lebih dari 12 ribu. Tahun lalu produksi kayu lapisnya 1,5 juta lembar per bulan. Dalam suatu wawancara dengan TEMPO beberapa waktu lalu, Jos menyebutkan modal yang ditanam dalam bisnisnya sebesar US$ 65 juta alias sekitar Rp 65 milyar dengan keuntungan setahunnya US$ 8 juta atau sekitar Rp 8 milyar. Bagaimana lika-liku manipulasi pajak dan pabean yang dilakukan Jos belum secara jelas terungkap. Menurut Sinar Harapan pekan lalu, tunggakan pajak Kelompok Sumber Mas pada pemerintah daerah Kal-Tim meliputi Rp 3,9 milyar. Kabarnya ada tagihan pajak yang telah berumur 11 tahun namun tetap sulit ditagih, karena "hubungan dekat Jos dengan gubernur Kal-Tim yang lama." Menurut Gubernur Kal-Tim Soewandi, baru setelah diperiksa Kejaksaan Agung, Jos bersedia mengangsur tunggakan pajak itu sebesar Rp 100 juta setiap bulan, hingga ia menilai Jos punya "iktikad kurang baik". Pajak yang ditunggak Sumber Mas kabarnya berupa iuran hasil hutan (IHH) dan iuran pengusahaan hasil hutan (IPHH) serta iuran pentapatan daerah (Ipeda). Selain itu pajak ratusan kendaraan milik perusahaan itu belum dibayar. Sumber Mas dikabarkan juga mengoperasikan dua buah kapal ponton di Tarakan tanpa dokumen yang sah. Surono, direktur Penyidikan Bidang Operasi Kejaksaan Agung yang memimpin tim khusus guna memeriksa Jos, pada TEMPO pekan lalu mengatakan, Jos memang diperiksa, tidak ditahan. Maka "demi kelancaran pemeriksaan ia dilarang pergi ke luar negeri." Diharapkan pemeriksaan terhadapnya akan usai setelah Lebaran. Menurut Jaksa Agung Ismail Saleh, bila data kasus Jos telah lengkap, akan dilanjutkan dengan pemberkasan perkaranya ke pengadilan. Jos lahir pada 1945 dengan nama Kang King Tek di Senyiur, Muaran Calong, Kal-Tim. Orangtuanya berasal dari Hokian RRC. Pada 1961, pemuda Kang merantau ke Surabaya. "Bekerja sebagai kuli dan apa saja," katanya dalam suatu wawancara dengan TEMPO. Sejak usia 16 tahun itulah dia mengaku menyadari tentang hidup. Ia kembali ke Samarinda pada 1965. Tahun 1966, Kang dengan modal Rp 300 ribu, meneruskan usaha ayahnya sebagai anemer kayu. Ternyata ia berhasil, terutama di bidang penebangan kayu. Lalu dibentuknya PT Sumber Mas yang kemudian makin mekar. Pada 1972 Kang, yang semula beragama Budha, menyatakan diri masuk Islam bersama keluarganya, dan mengganti namanya menjadi Mohammad Jos Soetomo -- dirangkainya dari tiga nama: Nabi Muhammad, Jos Soedarso dan Bung Tomo. "Saya mengagumi orang-orang itu," ujarnya. Jos dikenal sebagai sosiawan besar dan hidup saleh. Sebuah masjid megah di Simprug yang menelan biaya Rp 175 juta dibangunnya bersama pengusaha Probosutedjo dan Sudwikatmono. Jos, yang menjabat penasihat Kadin Kal-Tim dan penasihat AMPI Kal-Tim, juga telah membangun 26 masjid di Kal-Tim, serta sebuah sekolah yang konon bernilai Rp 2,5 milyar. Jos mengaku 30 persen penghasilannya digunakan untuk usaha sosial. "Harta itu tidak abadi, hanya titipan yang suatu saat bisa dicabut Tuhan. Karena itu harus diarahkan penggunaannya untuk kebaikan," katanya. Banyak kenalan Jos yang tidak percaya pengusaha ini melakukan manipulasi dengan sengaja. "Melihat kedermawanannya rasanya mustahil jika ia tak mampu membayar pajak yang lebih kecil jumlahnya dibanding uang yang didermakannya untuk tujuan sosial," kata Syarkawi Basri. Ia menganggap para direktur Sumber Mas yang lain perlu juga diperiksa, agar kasus ini bisa tuntas terungkap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus