Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RABU pekan lalu ada pemandangan yang berbeda di kantor Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan. Seekor kuda "parkir" di depan kantor yang terletak di Jalan Perkebunan 7, Makassar, itu. Pemilik hewan yang di masa silam merupakan kendaraan perang itu adalah Annas G.S., Kepala Tata Usaha Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan. Pagi itu, ia sengaja menggunakan kudaya kuda binatang berkaki empat itusebagai kendaraan dinasnya ke kantor.
Annas bukan tidak punya mobil dinas. Langkah itu dilakukannya sebagai simbol kepatuhan terhadap Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2005 yang menyerukan jajaran birokrasi agar menghemat bahan bakar minyak. Kuda tidak pakai BBM, "Biaya pemeliharaan juga murah, hanya Rp 200 ribu sebulan," katanya kepada Irmawati dari Tempo.
Gerakan hemat energi memang gencar disuarakan pekan lalu. Membubungnya harga BBM, disusul kelangkaan di mana-mana, membuat Presiden perlu mengeluarkan instruksi khusus. Lampu penerangan harus dimatikan jika tak perlu, alat pendingin ruangan tak boleh terlalu dingin, dan pemakaian mobil dinas mesti dibatasi. Imbauan ini juga melebar ke soal perintah agar para pejabat tidak menggunakan jas di luar acara kenegaraan.
"Semua pejabat negara harus melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Presiden setiap enam bulan sekali," kata juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng. Bagi yang tidak melaksanakan, akan dikenakan sanksi. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, pegawai negeri sipil yang tidak melakukan penghematan akan dikenai hukuman secara bertahap, mulai teguran sampai penurunan pangkat. "Hal itu diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian," kata Kalla.
Perintah Presiden itu ditanggapi secara beragam oleh bos departemen maupun pejabat daerah. Sebagian dari mereka menerjemahkan dengan ala kadarnya. Tidak sedikit pula yang langsung menerapkan inpres itu dengan membuat berbagai peraturan yang langsung terkait dengan penggunaan BBM.
Pejabat Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Anwar Cholil, misalnya, langsung mengeluarkan imbauan agar para pegawainya menggunakan sepeda ke kantor. Bisa ditebak: aturan ini ditanggapi dingin oleh para pegawai. "Wah, kalau harus pakai sepeda, ya, capek," kata Indarto, seorang pegawai. Lucunya, kendati mengeluarkan imbauan itu, Anwar Cholil sendiri ke kantornya menggunakan mobil pribadi. Area halaman parkir kantor itu juga tetap disesaki mobil.
Pemerintah Kota Bekasi juga langsung tanggap dengan mengeluarkan aturan penghematan BBM. Di antaranya, mematikan televisi di ruang kerja. Komputer tidak boleh semua dinyalakan. Satuan Polisi Pamong Praja Bekasi diturunkan untuk mengawasi pelaksanaan aturan itu. Lagi-lagi, imbauan ini sebatas galak di kertas. Di salah satu ruangan di kantor Badan Informasi dan Komunikasi Bekasi, beberapa televisi tampak masih menyala pada jam kerja.
Instruksi juga dikeluarkan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Piet A. Tallo, dengan mengeluarkan aturan penghematan penggunaan energi di lingkungan pemerintah maupun swasta. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan mobil dinas.
Alih-alih mematuhi aturan, bawahan Gubernur justru menyiasati dengan cara mengganti pelat nomor polisi kendaraan dinas dengan pelat hitam. Dengan pelat pribadi itu mereka merasa aman menggunakan mobil dinas untuk urusan pribadi. Beberapa sopir pejabat setempat mengaku bosnya membagi-bagikan jatah bensin dari negara kepada teman maupun keluarganya. "Biasanya yang memberi kupon (pembeli bensin) dari bagian umum. Setiap minggu pasti ada jatah," kata seorang sopir, sebut saja bernama Marthen. Setiap minggu rata-rata para pejabat itu mendapat jatah 50 liter bensin.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, punya cara lain melaksanakan instruksi presiden itu. Menurut dia, momen ini akan digunakan untuk menghemat anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Caranya, mulai menghitung kembali pengeluaran rutin yang terkait dengan urusan dinas.
Salah satunya adalah meninjau kembali uang bensin dan jumlah mobil dinas yang kini 538 buah. Jatah bensin untuk para pejabat Pemda DIY yang 20 liter per hari akan dikurangi hingga setengahnya. Aksi menghemat itu diikuti juga dengan menaikkan suhu AC ruangan kerja dan mematikan lampu yang tidak penting. Untuk menopang rencana ini, Sri Sultan akan mengeluarkan sebuah surat keputusan. Namun, "SK gubernur itu tidak ada sanksinya," kata Sultan.
Gerakan hemat energi juga terasa di kantor Pemda DKI Jakarta. Sehari setelah instruksi presiden keluar, Gubernur Sutiyoso juga mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 77 Tahun 2005. Perintah itu detail memuat apa saja yang harus dilakukan pegawai Pemda Jakarta. Di antaranya, suhu ruangan harus 25 derajat Celsius dan pengurangan jam operasi peralatan yang menggunakan energi listrik. "Di kantor gubernur, biasanya ada 8 lift. Kini hanya 4 yang dioperasikan," kata Kepala Biro Humas DKI, Catur Laswanto.
Sutiyoso juga mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada kalangan swasta. Isi surat yang ditembuskan ke semua wali kota di DKI itu antara lain meminta pengusaha mematikan eskalator maupun lift satu jam sebelum tutup. "Jika tidak menurut, bisa dicabut izin (usahanya)," kata Sutiyoso.
Berdasarkan pengamatan Tempo, di sejumlah instansi pemerintah gerakan hemat energi memang agak terasa. Temperatur ruangan dinaikkan, lampu-lampu di siang hari banyak yang dimatikan. Ruangan Direktur Utama Pertamina juga berubah hawa. Rabu pekan lalu, pengatur suhu ruangan di lantai 20 gedung Pertamina pusat itu menunjukkan angka 25 derajat Celsius.
Hal yang sama juga terjadi di lingkungan markas TNI dan Polri. Beberapa ruangan di Dinas Penerangan TNI-AD, misalnya, terlihat gelap, kecuali kamar Kepala Dinas Penerangan TNI-AD. Dua dari 4 lampu neon 10 watt terlihat menyala. Dispenser air minum, yang biasanya selalu menyala, Rabu sore pekan lalu stekernya tergeletak di lantai alias tidak dicolokkan ke listrik. Penyejuk ruangan, yang biasanya berada di angka 17 derajat, dinaikkan menjadi 26 derajat Celsius.
Menurut Letnan Kolonel Asep Sapari, perwira menengah di Dinas Penerangan TNI-AD, Komandan Markas Mabes TNI-AD telah mengeluarkan surat edaran tentang penghematan energi, termasuk pengurangan jatah bensin bagi perwira kepala bagian ke atas. Asep mengaku selama ini mendapat jatah 150 liter per bulan. Jatah itu nanti akan dipotong.
Kendati disebut hanya bagi pegawai negeri sipil, Inpres No. 10 Tahun 2005 juga merembet ke swasta. Salah satunya pemilik televisi dan radio. Menteri Informasi dan Komunikasi, Sofyan Jalil, mengeluarkan "instruksi" agar jam siar televisi dan radio dikurangi dalam rangka menghemat energi. Pemberhentian siaran itu berlaku mulai pukul satu sampai lima dini hari. Khusus pada bulan puasa, batas waktu off air itu dikurangi hanya dari pukul satu sampai tiga. Keputusan itu akan ditinjau kembali paling tidak enam bulan ke depan atau sesuai dengan perkembangan harga minyak mentah dunia. Beberapa televisi dan radioseperti Lativi dan Trijaya FMpekan lalu mulai mengurangi jam siar mereka. Memang tidak semua menaati aturan itu. Beberapa radio di daerah masih mengudara di jam-jam larangan on air itu.
Imbauan itu menuai kritik dari berbagai kalangan. Ada yang menyebut itu melanggar Undang-Undang Penyiaran. Sutradara film Garin Nugroho bahkan menyebut aturan itu tidak efektif dan sama sekali tidak berhubungan dengan langkah penghematan energi. "Hanya di Indonesia terjadi krisis energi, kemudian jam siar televisi dipotong," katanya.
Kritik soal gerakan hemat energi ala Yudhoyono juga dilontarkan berbagai kalangan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai imbauan itu bakal tidak efektif. Menurut Tulus Abadi, pengurus harian lembaga itu, gerakan tersebut menyangkut perilaku masyarakat yang tidak bisa diubah dalam satu-dua hari. Yang lebih penting, kata dia, pemerintah harus mengkaji kembali kebijakan soal transportasi nasional, yang menyedot paling besar persediaan BBM.
Hal yang sama diungkapkan pengamat sosial asal Universitas Gadjah Mada, Heru Nugroho. Menurut doktor ilmu sosial itu, Inpres No. 10/2005 tidak menyentuh akar persoalan. Selain sekadar imbauan tanpa sanksi yang keras, instruksi itu tidak menyinggung soal manajemen transportasi secara nasional. "Benahi dulu sistem transportasi yang amburadul," kata Heru Nugroho.
Suara sumbang terhadap instruksi presiden itu juga keluar dari sejumlah tokoh yang terhimpun dalam Forum Peduli Bangsa. Mereka menilai imbauan hemat energi itu tidak memecahkan persoalan. Pengamat ekonomi H.S. Dillon, salah satu anggota forum itu, mengatakan penghematan BBM melalui pengurangan pemakaian listrik memang perlu, namun hal itu bukan persoalan mendesak.
Menurut Dillon, yang lebih penting adalah membatasi jumlah mobil pribadi dan menerapkan pajak progresif setinggi-tingginya. "Karena itu adalah sumber pemborosan dan ketidakproduktifan penggunaan BBM," kata Dillon. Selain itu, kelangkaan BBM adalah akibat akumulasi dari sejumlah persoalan energi dan ekonomi yang tidak bisa ditangani pemerintah. Pendek kata, bagi forum yang beranggotakan para tokoh lintas sektoral itu, pemerintah belum berhasil memenuhi janjinya kepada rakyat.
Tak mudah mengukur seberapa efektif gerakan penghematan ini bisa menekan konsumsi energi Indonesia. Pelaksanaannya pun baru seminggu. Kecuali kalau semua pegawai negeri meniru Annas G.S., pergi ke kantor dengan menunggang kuda.
Johan Budi S.P., Syaiful Amin (Yogyakarta), Jems De Fortuna (Kupang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo