Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH Inspektur Jenderal Heru Winarko dilantik menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi mencari penggantinya untuk duduk di kursi Deputi Penindakan. Sudah ada sepuluh nama yang disorongkan Markas Besar Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.
Mereka mengikuti sejumlah tes, dari tes potensi akademik, psikologi, sampai kecakapan bahasa. "Saya sudah ikut tes dengan optimal," kata Brigadir Jenderal Firli, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, pada Kamis pekan lalu. Firli adalah salah satu calon yang disodorkan Markas Besar Polri.
Di KPK, rotasi jabatan itu sempat menimbulkan kegaduhan. Soalnya, pemimpin KPK tak segera mengumumkan seleksi terbuka begitu Heru keluar dari sana. Ketentuan pengumuman ke publik itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
KPK justru merilis seleksi itu sudah lengkap dengan 13 nama dari polisi dan kejaksaan untuk jabatan Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan yang kini masih diisi Brigadir Jenderal Aris Budiman. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, nama-nama tersebut dirilis agar masyarakat bisa memberi masukan soal rekam jejak. "Kami juga akan cek ke instansi terkait," ujar Febri.
Mabes Polri juga mengajukan nama Brigadir Jenderal Toni Hermanto dan Brigadir Jenderal Abdul Hasyim Gani menjadi Deputi Penindakan. Toni kini menjabat Kepala Biro Pengkajian dan Strategi Sistem Operasi Mabes Polri. Sedangkan Abdul Hasyim Gani kini bertugas di Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyodorkan tujuh nama untuk kursi Deputi Penindakan. Salah seorang di antaranya Feri Wibisono, jaksa yang pernah menjadi Direktur Penuntutan KPK. Feri kini menjabat Staf Ahli Jaksa Agung.
Karena jabatan Aris juga akan segera kosong, Mabes Polri mengirimkan nama-nama perwira menengah berpangkat komisaris besar, seperti Edy Supriyadi, Andy Hartoyo, dan Djoko Poerwanto, untuk menggantikannya.
Menurut beberapa pegawai KPK, pengajuan nama pengganti Aris tidak lazim karena jabatan itu belum kosong. Biasanya nama-nama diajukan untuk dipilih pemimpin KPK ketika pendahulunya sudah ditarik pulang ke institusi asal. Aris masih bertahan di KPK hingga hari ini. "KPK belum menerima surat permohonan penarikan, sehingga Brigadir Jenderal Aris Budiman masih menjabat di KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, pekan lalu.
Aris Budiman akan dikembalikan ke Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, karena Dewan Pertimbangan Pegawai KPK menyatakan ia bersalah menghadiri undangan Panitia Angket KPK di Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun lalu tanpa izin atasannya. Rekomendasinya berupa sanksi berat. "Saya ikuti saja, kita lihat nanti semuanya," kata Aris menanggapi rekomendasi itu.
Pemimpin KPK sebenarnya sempat membuka lowongan deputi dan direktur untuk pegawai internal. Namun para pegawai memprotesnya karena syaratnya rumit soal batas umur dan sertifikasi penyidik. Selain polisi dan jaksa, pegawai KPK datang dari kalangan umum dan auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pegawai KPK tetap punya kesempatan ikut bersaing mengisi posisi Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan. Menurut Agus, sudah ada pelamar yang berminat mengisi posisi itu atas inisiatifnya sendiri. "Deputi belum ada. Kalau direktur, ada satu yang dari kalangan internal," ujarnya.
Dari semua calon, Firli disebut sebagai kandidat paling kuat menggantikan Heru Winarko. Sejumlah pegawai KPK mendengar nama Firli sudah didengungkan sebelum pengumuman resmi seleksi.
Firli, 54 tahun, adalah lulusan Akademi Kepolisian pada 1990. Dia berasal dari Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan-sekitar 200 kilometer dari Palembang. Firli bersama Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mendaftar ke Akademi Kepolisian pada 1984. Tito langsung lulus, sedangkan Firli baru diterima tiga tahun berikutnya. "Modal saya cuma semangat bertarung," tuturnya.
Firli lebih banyak menghabiskan kariernya di bidang reserse. Dia pernah menangani, antara lain, kasus pajak Gayus Tambunan. Lepas dari jabatannya sebagai Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Firli menjadi ajudan Wakil Presiden Boediono pada 2012.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan, pengajuan kandidat pengganti Heru dan Aris dilakukan karena ada permintaan dari KPK. Polisi merespons permintaan itu dengan menggelar sidang Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi. "Sidang itu menilai rekam jejak dan integritas calon yang akan bertugas di KPK," ujar Setyo.
Nama-nama yang diajukan Mabes Polri, menurut Setyo, muncul dalam rapat itu. Setyo menyatakan penggantian Heru dan Aris sekaligus dalam satu paket bukan siasat polisi untuk menyelamatkan Aris dari sanksi etik di KPK. "Kebetulan saja momentumnya," tuturnya. "Pak Aris salah satu yang berprestasi saat ditugasi di KPK."
Soal siapa yang didukung Jenderal Tito, Setyo mengatakan semua calon berpeluang sama. "Pak Firli kebetulan saja kampungnya sama, tapi tak ada klik semacam itu," ujarnya. Firli pun mengatakan ia menjalani proses seleksi sama seperti calon lain. "Semua calon punya peluang yang sama," kata Firli.
Agus Rahardjo membantah ada kandidat yang paling berpeluang menggantikan Heru ataupun Aris. "Tak ada prioritas. Asalkan nilanya lulus dan integritasnya baik, insya Allah terpilih," ujarnya.
Raymundus Rikang, Supriyanto Khafid (mataram), Abdul Latif (lombok)
Para Calon Itu
Posisi Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi rebutan tiga institusi: kepolisian, kejaksaan, dan calon dari kalangan internal KPK. Beberapa calon dari polisi dan kejaksaan pernah bertugas di KPK.
Deputi Penindakan
Kepolisian:
1. Brigadir Jenderal Toni Harmanto, Kepala Biro Pengkajian dan Strategi Sistem Operasi Markas Besar Polri. Pernah menjabat Wakil Direktur Pidana Umum Mabes Polri.
2. Brigadir Jenderal Firli, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Sempat menjadi ajudan Wakil Presiden Boediono.
3. Brigadir Jenderal Abdul Hasyim Gani, perwira tinggi yang ditugasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Kejaksaan Agung:
1. Feri Wibisono, Staf Ahli Jaksa Agung, mantan Direktur Penuntutan KPK
2. Fadil Zumhana, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur
3. Heffinur, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
4. Wisnu Baroto, mantan jaksa KPK
5. Oktovianus, Inspektur Muda Intelijen dan Pidana Khusus Jaksa Agung Muda Pengawasan
6. Tua Rinkes Silalahi, jaksa
7. Witono, Kepala Kejaksaan Negeri Malang
Direktur Penyidikan
Kepolisian:
1. Komisaris Besar Edy Supriyadi, pernah menjadi calon Direktur Penyidikan, tapi tersisih oleh Brigadir Jenderal Aris Budiman.
2. Komisaris Besar Andy Hartoyo, Staf Sumber Daya Manusia Mabes Polri
3. Komisaris Besar Djoko Poerwanto, pernah menjadi penyidik kepolisian yang ditugasi di KPK sampai 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo