Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memperpanjang masa Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ selama tahun ajaran baru bakal menuai masalah baru. Para orang tua, pendamping, dan guru siswa difabel merasa kesulitan jika kebijakan ini diwujudkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang kami hadapi bukan hanya mengajarkan kurikulum umum seperti kepada siswa non-difabel, namun juga ada pendekatan khusus," kata Susanti Mayangsari, pendiri Komunitas Kesetaraan Bagi Anak Tuli atau Setuli dalam diskusi bulanan via Zoom Institut Inklusif Indonesia pada Minggu, 5 Juli 2020. Pendekatan khusus yang dia maksud misalkan program khusus, seperti terapi wicara, audio vestibular, dan kebutuhan lain yang diperlukan siswa difabel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susanti Mayangsari menjelaskan pada kenyataannya, beragam media pembelajaran yang adaptif bagi siswa difabel belum tersedia secara merata, pemahaman orang tua akan kebutuhan anak mereka yang belum memadai, orang tua tidak punya banyak waktu karena bekerja, dan lainnya. Semua kondisi itu membuat sulitnya membangun kondisi belajar yang kondusif bagi anak berkebutuhan khusus.
Pendiri komunitas Indonesia Rare Disorder -komunitas keluarga dengan anak berpenyakit langka, Yola Tsagia mengatakan sebelum berinteraksi dengan siswa difabel secara langsung maupun virtual, guru harus melakukan observasi terhadap kebutuhan siswa tersebut. "Bukan kami malas mengemban tugas guru, melainkan karena kami memang tidak memiliki kemampuan dan latar belakang keilmuan mengenai terapi observasi yang harus dilakukan," ujar dia.
Menurut pendiri Baby Community, Primaningrum Arina, pembelajaran jarak jauh dapat membuka peluang patgulipat dalam pengerjaan tugas sekolah. "Anak akan mudah meminta tolong kepada orang tua untuk mengerjakan tugas mereka," kata Primaningrum. Terlebih jika kurikulum inklusi tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik disabilitas.
Parimaningrum mencontohkan tidak ada penyesuaian waktu bagi peserta didik tunanetra dalam menyimak atau mengerjakan soal melalui daring saat pembelajaran jarak jauh. Padahal saat mengerjakan soal, siswa tunanetra membutuhkan waktu untuk mendengarkan suara sampai selesai karena memakai fitur pembaca layar. "Kami sebagai orang tua terpaksa berbagi tugas. Anak mengerjakan bagian yang satu, dan orang tua mengerjakan bagian lainnya," kata dia.