Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Paket Rasuah Kebun Hardaya

Disangka menerima suap, Bupati Buol Amran Batalipu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Terendus keterlibatan Hartati Murdaya.

9 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM baru berlalu di Kelurahan Leok, Kecamatan Biau, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Jumat pekan lalu. Ketika azan subuh membahana, delapan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi berpakaian hitam-hitam mengendap mendekati sebuah vila berlantai dua di Jalan Syarif Mansyur. Di belakang mereka, 30 anggota Detasemen Khusus 88 Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah bergerak mengepung kediaman Bupati Buol Amran Batalipu itu.

Di depan bangunan yang seluruhnya bercat kuning itu terdapat tiga lapis pengawalan. Lapisan pertama, di depan Sekretariat DPD Partai Golkar Buol, berjaga-jaga belasan orang yang termasuk anggota tim sukses Amran dalam pemilihan kepala daerah, yang baru selesai dua hari sebelumnya. Kedua, tepat di depan rumah, berjaga belasan anggota Satuan Polisi Pamong Praja.

"Benteng" terakhir Amran adalah sahabat dan kerabat dekatnya yang berjumlah sepuluh orang. Mereka yang selalu membawa parang panjang inilah yang berhasil meloloskan Amran dari sergapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi saat tertangkap tangan menerima tas berisi uang Rp 2 miliar dari Yani Anshori dan Gondo Sudjono, yang masing-masing menjabat General Manager dan Direktur Operasi PT Hardaya Inti Plantations, Selasa dua pekan lalu.

Seorang saksi mata yang melihat jelas kejadian itu mengatakan, tepat pukul 04.00 Wita, penyidik KPK berhasil menyelinap ke lantai satu. Petugas Pamong Praja yang berjaga selama 24 jam tak bisa berbuat apa-apa setelah tahu tamu tak diundang itu adalah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. "Mereka hanya bisa terdiam saat ditodongkan pistol," katanya. Tanpa perlawanan berarti, sepuluh pengawal pribadi Amran juga dilumpuhkan.

Sesaat kemudian, seorang penyidik mendobrak pintu rumah yang terkunci dari dalam. Penyidik dengan pistol teracung lalu bergegas naik ke lantai dua, tempat kamar tidur Amran. Perasaan waswas sempat menyeruak di benak mereka, khawatir Amran akan kembali melawan.

Dugaan itu meleset. Mengenakan sarung dan piyama putih, Ketua DPD Golkar Buol itu berdiri termangu di ruang tamu. Namun, meski tak melawan, Amran sempat meronta ketika penyidik akan memborgol tangannya. "Apa ini? Kenapa harus begini? Caranya tidak baik!" kata seorang polisi yang ikut operasi penangkapan itu, menirukan Amran.

Suasana mendadak tegang ketika istri Amran, Luciana Baculu, menangis meraung-raung. Ia menyeru petugas KPK agar tak membawa suaminya. Penyidik bergeming. Saat itu juga Amran digiring ke luar rumah. "Tanpa sempat berganti baju, dia dinaikkan ke mobil Toyota Innova," kata polisi tadi.

Amran kemudian dievakuasi ke Kepolisian Resor Tolitoli, sekitar 300 kilometer arah utara Kota Palu. Sore harinya, dengan pengawalan ketat, ia diterbangkan ke Jakarta dan langsung diinapkan di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan penangkapan itu dilakukan karena Amran mangkir pada pemeriksaan yang dijadwalkan Jumat pekan lalu. "Sebelumnya, dia kabur ketika tertangkap tangan menerima suap," katanya.

Bambang menyebutkan pemberian suap itu terkait dengan perizinan PT Hardaya Inti Plantations, perusahaan perkebunan sawit milik Siti Hartati Tjakra Murdaya. "Terkait dengan pengurusan hak guna usaha (HGU)," katanya. Dalam pengusutan kasus ini, Hartati Murdaya, yang juga menjabat Direktur Utama Hardaya, telah dikenai status pencegahan bepergian ke luar negeri.

Sumber Tempo mengatakan status cekal itu diberikan karena penyidik KPK sudah mengendus keterlibatan Hartati beberapa pekan sebelum operasi tangkap tangan penyerahan uang dari Yani Anshori kepada Amran. Dalam percakapan via telepon dengan Amran yang bisa disadap penyidik, Yani Anshori beberapa kali menyebut nama anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu.

Menurut sumber tadi, sebelum menerima suap, Amran diketahui pernah datang ke Jakarta dan bertemu dengan Hartati. Pertemuan itu membahas rencana perluasan area HGU Hardaya Inti Plantations di Kecamatan Bukal dan Momunu. "Wajar ada dugaan Hartati yang menyuruh pemberian uang itu," katanya. "Minimal, sebagai direktur utama, dia tahu rencana suap."

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Buol Marwan Dahlan mengatakan kasus ini berawal ketika Hardaya Inti Plantations berencana mendapatkan surat rekomendasi bupati untuk tambahan perluasan HGU sebesar 4.486 hektare. Surat itu sangat diperlukan karena perusahaan tersebut menggarap perkebunan seluas 26 ribu hektare, jauh di atas batas kepemilikan yang ditetapkan pemerintah, yaitu 22 ribu hektare. "Kelebihan ini yang diurus Yani Anshori dengan Amran," katanya.

Ketua Tim Verifikasi Permohonan HGU Kabupaten Buol Ramli Kadidia mengaku telah memberikan rekomendasi kepada Bupati agar menolak permohonan Hardaya, lewat anak usahanya, PT Sebuku Inti Lestari. Menurut dia, persetujuan pemberian tambahan lahan janggal karena area itu sudah lama berproduksi.

Kandas di tim verifikasi, manajemen Hardaya mencoba meluluhkan hati Bupati Amran dengan memberikan uang. Namun Marwan, yang juga Wakil Bupati Buol, menolak menyebutkan jumlah tawaran uang sogok itu. "Nilainya mencapai miliaran rupiah," katanya.

Sumber Tempo mengatakan pemberian uang dari Hardaya Inti Plantations tidak hanya untuk penambahan luas HGU. Ada juga rencana lain untuk mendapatkan paket lainnya berupa izin prinsip perluasan area Hardaya Inti Plantations. "Penambahan area itu bahkan direncanakan mencapai 75 ribu hektare."

Hartati Murdaya membantah memberikan suap. Menurut dia, uang yang diberikan oleh Yani Anshori kepada Bupati Amran itu merupakan sumbangan kepada pemerintah daerah. "Kok, sumbangan dianggap suap?" katanya kepada Tempo, ­Jumat pekan lalu.

Kendati mengetahui, perempuan yang juga memiliki nama lain Chow Li Ing ini mengaku tidak tahu bagaimana proses penyerahan uang tersebut. "Saya tidak terlibat sama sekali," katanya. "Semuanya dilakukan para profesional."

Kendati dibantah, Bambang Widjojanto memastikan penyidik mengetahui asal dan tujuan pemberian suap tersebut. "Pemeriksaan terus dikembangkan," katanya. "Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru."

Adapun Bupati Amran memilih tidak berkomentar soal tuduhan suap. "Saya ingin cooling down dulu," katanya.

Setri Yasra, Ayu Prima Sandi (Jakarta), Muhammad Darlis (Buol)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus