Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Panas Sejak Permulaan

Kongres PDIP di Bali dibuka Senin pekan ini. Ada kelompok pembaharu, kelompok tengah, kelompok revisi, dan kelompok simponi.

28 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPEKAN terakhir simpang jalan menuju Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Bali, selalu ramai. Jalanan semarak dengan bendera merah-hitam berkibar-kibar. Spanduk-spanduk aneka pesan terbentang. Di jalanan, ratusan orang berkaus merah bergambar banteng bulat hilir-mudik dengan motor menderum.

Tapi mereka hanya bisa wara-wiri di jalanan, tak bisa masuk halaman hotel. Ratusan petugas keamanan bersiaga penuh menjaga kawasan itu. Siapa pun yang masuk hotel harus diperiksa dengan pemindai metal. Mobil-mobil distop, dibuka bagasinya, dan diteliti muatannya. Para tamu diinterogasi ke mana dan apa tujuannya.

Menjelang Kongres II PDI Perjuangan dibuka, ada kebijakan tak semua tamu bisa masuk kawasan hotel yang menjadi lokasi kongres. Hanya yang mengantongi kartu tanda pengenal dari panitia?lengkap dengan tanda tangan Ketua Umum Partai, Megawati Soekarnoputri?yang bisa melenggang. "Tindakan ini untuk menghindari bentrok antar-pendukung," kata I Wayan Sutena, Wakil Ketua Panitia Lokal.

Kekhawatiran panitia beralasan. Tanda-tanda bentrok sudah tampak. Di kawasan Sanur, misalnya, kubu Gerakan Pembaruan?kelompok yang berseberangan dengan Ketua PDIP Megawati?telah mendirikan 80 tenda jumbo dan 100 tenda kecil. Dapur umum dan panggung raksasa didirikan. Di situ, selain disiapkan dangdut, juga akan ada orasi. "Kami kan tidak bisa masuk arena kongres," kata Ketut Bagiada, Koordinator Wilayah Gerakan Pembaruan, Bali.

Suhu politik di kandang banteng memang sedang mendidih. Sejak kalah dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden, konflik internal PDIP semakin parah. Sejumlah pengurus mengkritik Megawati dan orang dekatnya tak cermat menjaga citra partai. Mereka meminta Mega tak mencalonkan diri lagi. Salah satu yang bersuara keras adalah kubu pembaruan.

Didirikan di Jakarta awal Januari silam, Gerakan Pembaruan itu berisi sejumlah tokoh PDIP seperti Sukowaluyo Mintorahardjo, Sophan Sophiaan, Arifin Panigoro, Roy B.B. Janis, Laksamana Sukardi, Didi Supriyanto. Mereka meminta pembaruan manajemen partai dengan menghapus hak prerogatif dan formatur tunggal dalam penyusunan pengurus. Belakangan, gerakan ini juga mengusulkan agar kepemimpinan PDIP berbentuk presidium. "Cara ini efektif menghilangkan sentralisasi kekuasaan demi perbaikan partai pada Pemilu 2009," kata Sukowaluyo Mintorahardjo.

Sebelumnya, kubu ini juga mengusulkan agar dibentuk dua lembaga baru dalam kepengurusan: Dewan Pengurus dan Dewan Pengarah?semacam Dewan Penasihat Partai Golkar.

Bentuk presidium ini juga dinilai bisa menampung banyak tokoh. Di antaranya, Guruh Soekarnoputra dari trah Soekarno, Laksamana Sukardi dari kelompok profesional, Roy B.B. Janis dari daerah, Arifin Panigoro dari pengusaha, dan Sophan Sophiaan dari kalangan PNI. "Gagasan ini akan kami perjuangkan dalam pembahasan perubahan anggaran dasar/rumah tangga PDIP," kata Suko.

Untuk mendukung ide pembaruan, Sukowaluyo dkk berupaya mempengaruhi utusan independen dari tiap cabang. Sesuai dengan SK pengurus pusat PDIP No. 428 mengenai petunjuk kongres di daerah, tiap cabang mesti mengirimkan empat orang utusannya ke kongres. Mereka terdiri dari salah seorang ketua, satu unsur pengurus cabang dan dua utusan lagi yang dipilih peserta. Dua peserta terakhir inilah yang digerilya habis-habisan. Dengan penjelasan ide pembaruan, ia berharap regenerasi bisa berjalan sesuai dengan aspirasi kader di tingkat bawah. "Targetnya: formatur tunggal no, hak prerogatif no, calon tunggal no. "Itu yang menghambat regenerasi," kata Suko.

Gerilya itu, kata Suko, menuai hasil. Ia mengklaim telah didukung 50 persen dari utusan kongres. "Kira-kira sekitar 800 orang ikut mendukung. Mereka sudah bertemu dengan tokoh gerakan, sebelum berangkat ke Bali," ujarnya.

Agus Parminto Hadi, koordinator kubu pembaruan di Jawa Timur, membenarkan Sukowaluyo. Menurut Agus, 31 dari 38 cabang PDIP di Jawa Timur setuju menolak formatur tunggal dan hak prerogatif.

Sejak awal Mega emoh menanggapi tawaran kubu pembaruan. Bukan hanya soal tawaran itu yang bikin gerah, tapi adik kandung Mega, Guruh Soekarnoputra, juga ikut dalam gerakan. Mega merasa diadu dengan adiknya. "Adik saya dijadikan tameng mereka," kata Mega saat membuka rapat di Surabaya, Sabtu dua pekan silam.

Dalam pertemuannya dengan wartawan, pekan silam, Mega juga bercerita bahwa Guruh pernah menemuinya, minta pendapat tentang pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP. "Saya bilang, sebagai kakak, saya bangga. Eh, kemudian kalimat itu dipotong-potong. Kesannya, dia mendapat restu (saya)," kata Mega.

Menurut Mega, meski sama-sama anak Bung Karno di partai, Guruh lebih menonjol di kesenian dibandingkan di politik. Tapi, kalaupun Guruh mau maju, ia harus mengikuti aturan main partai. Menggalang dukungan, setidaknya dua pertiga plus satu. Mega tetap optimistis bakal terpilih secara aklamasi. "Mayoritas daerah 95 persen menyatakan dukungan kepada saya. Ada berita acaranya," kata Mega.

Kubu Megawati memang menanggapi dingin usulan kubu pembaruan. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Pramono Anung, mengaku ide presidium itu boleh-boleh saja dilontarkan. Tapi ia balik bertanya dari mana usulan itu bakal masuk. Soalnya, AD/ART partai tak mengenal presidium. Lagi pula rancangan AD/ART telah diserahkan ke daerah.

Sekalipun disentil Mega, Guruh tetap melangkah. Namun, agaknya ia tidak sreg dengan gagasan presidium. Ia tetap konsisten mencalonkan diri menjadi ketua umum. Meski gagal mengantongi tiket ke kongres, Guruh tak gentar bersaing dengan kakaknya. "Setidaknya 1.000 peserta kongres mendukung saya," ujarnya. Dalam voting penentuan utusan ke kongres PDIP Jakarta Selatan, Guruh memang kalah suara. Namanya berada di urutan kelima, sedangkan yang ikut kongres hanya empat orang. Ia juga bukan pengurus PDIP. Statusnya hanyalah anggota Fraksi PDIP di parlemen.

Meski keras menggugat Mega, kubu pembaruan sebenarnya tidak solid-solid amat. Di Bali, kubu pembaruan terbelah dua: pendukung Guruh dipimpin Nyoman Gde Soebratha Lempung, dan pendukung Suko di bawah G.P. Bagiada.

Kelompok di bawah Nyoman Gde itu mengklaim telah berhasil menanam orang di 8 dari 9 cabang PDIP di Bali. Nyoman memang berhasil mengirimkan 15 kader PDIP Bali dalam struktur cabang yang ikut acara deklarasi pembaruan di Bali. Juga mempertemukan mereka dengan Guruh dan membentuk Tim Tiga?tim sukses Guruh di Bali.

Tapi, kata salah satu anggota kubu pembaruan, pecahnya tim mereka bukan persoalan prinsip. Menurut dia, gerakan itu sendiri sebenarnya amat cair. "Intinya, mereka sama-sama melawan Mega," kata anggota DPR ini.

Memang ada sejumlah faksi juga bergerilya menjelang kongres. Selain kubu pembaruan yang dimotori Sukowaluyo cs, juga ada faksi revisi yang dipimpin Laksamana Sukardi.

Lalu ada faksi tengah yang dipimpin Kwik Kian Gie, Amien Arjoso yang mengusung pemurnian partai dengan melakukan pembenahan internal. Harapan mereka menyingkirkan the gang of three?tiga punggawa Megawati, yakni Sutjipto, Pramono Anung, dan Gunawan. Kemudian ada kelompok para sesepuh PDIP Abdul Madjid dan Soetardjo Soerjogoeritno, Roeslan Abdulgani.

Mereka mendorong terjadinya rehabilitasi, rekonsiliasi partai dengan menarik kader-kader yang kecewa, untuk membenahi partai. Kelompok lainnya, adalah simponi, faksi yang dimotori Roch Basuki Mangoenpradja. Kelompok ini mengusung pesan bahwa Mega masih tetap dibutuhkan di PDIP. Namun, yang perlu dilakukan adalah merombak orang-orang sekitarnya.

Apa pun manuver sejumlah faksi di PDIP, di atas kertas Mega masih yang paling kuat. Sesuai dengan tata tertib kongres, jika hanya satu nama ketua umum disebut dalam forum itu, sang calon akan terpilih secara aklamasi. Penyebutan nama calon ketua umum itu umumnya dilakukan saat pemandangan umum.

Meski begitu, sejumlah daerah agaknya sepakat mengubah mekanisme penyusunan pengurus, tak lagi sistem formatur tunggal di tangan ketua umum. Bali, misalnya?daerah yang dikenal sangat pro-Mega?hampir seluruh cabangnya menolak penyusunan pengurus di satu tangan. Menurut Wakil Ketua PDIP Bali, Made Wirya, pihaknya meminta formatur jamak. Artinya, lebih dari satu orang. Sistem formatur ini bisa terdiri dari ketua umum, ditambah wakil-wakil daerah yang mewakili pembagian wilayah. "Aspirasi yang masuk ke DPP bisa merata," ujarnya.

Tuntutan merombak struktur kepengurusan pusat partai PDIP memang marak dilontarkan di daerah. Dasar acuannya adalah jumlah provinsi yang bertambah dan banyaknya departemen di pemerintahan. Sementara itu, kepengurusan pusat PDIP sekarang ini hanya 17 orang dan yang aktif hanya 13 orang. Apalagi belakangan muncul kabar bahwa sejumlah mantan pejabat di era Megawati menjadi presiden, seperti Hendropriyono, Hari Sabarno, Rini Soewandi, masuk dalam bursa kepengurusan.

Rupanya, daerah memang berkepentingan dengan pemekaran struktur dan penyusunan kepengurusan. Dengan formatur gabungan, peluang wakil daerah duduk di kepengurusan pusat partai jelas semakin terbuka. Sejumlah daerah kini sudah mengelus jago.

Hanya, menurut H. Djuwarto, Ketua PDIP Yogyakarta, susunan kepengurusan itu harus diumumkan sebelum kongres berakhir. "Jangan seperti dulu, diumumkan beberapa hari kemudian. Akibatnya, protes dan ketidakpuasan bisa berlanjut ke mana-mana," ujarnya.

Widiarsi Agustina, Rofiqi Hassan (Bali), Sohirin (Semarang), Imron Rosyid (Solo), Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Syaiful Amin (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus