Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pantai kuta akan lenyap ?

Arus laut yang membelok mengerosi pantai kuta. belokan akibat perluasan landasan pelabuhan udara ngurah rai, penimbunan laut untuk pertamina cottege dan pengambilan karang laut oleh nelayan. (dh)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANTAI Kuta yang termasyhur itu, belakangan ini semakin menakutkan. Juga pantai berpasir putih ini dah terlanjur mendapat julukan sebaliknya, daerah hitam. Karena begitu sang surya lenyap, pelacur pun gentayangan, pengedar obat bius bisik-bisik, hipies 90 prosen telanjang berbaring-baring. Dan konon pencopet. penjambret juga nampak mondar-mandir. Namun ketakutan bahwa Kuta akan menjadi daerah maksiat adalah juga berbau promosi. Semakin seram cerita-cerita mengenai kehidupan di pantai ini, semakin memancing minat orang untuk mengunjunginya. Bersamaan dengan itu semakin meningkat pula kegigihan penduduk Desa Kuta menjual kamar-kamar rumahnya plus makanan kecil. Dan sekarang, terdengar ketakutan baru. Terutama datang dari masyarakat pinggir Pantai Kuta, baik pengusaha hotel, nelayan atau pelancong yang doyan laut. Jeritannya kali ini: "pantai Kuta akan ditelan arus dan kalau tidak ditanggulangi secara serius, beberapa tahun lagi musnah". Ini mengagetkan. Karena apa artinya daerah wisata murah semacam Kuta kalau pantainya tidak bisa lagi dinikmati? Dewa Baruna Yang dimaksud adalah bahaya erosi akibat arus laut yang menghantam pinggir pantai, terutama sepanjang 1 km dari Pertamina Cottage ke utara. Bahkan kompleks perumahan dinas PUTL, proyek Bina Marga, Hotel Sunset Beach kompleks Hutama Karya, pada bagian bangunan yang menjorok ke pantai sudah porak poranda dilanda arus. Pada komplek PUTL dan Bina Marga, usaha menjinakkan arus sudah ditempuh dengan membuat tanggul darurat, dari batang pohon kelapa dan beton. Tapi tanggul itu sudah jebol karena dasarnya terkuras arus. Di sepanjang pantai yang indah ini nampak bekas tembok pagar, bangunan untuk lampu hiasan dan bangunan untuk berteduh. Semuanya sudah bergelimpang di pasir. Kuburan Tunon, persis di muka Sunset Baach sudah pula dilanda arus. Perumahan Hutama Karya saat ini kurang dari 6 meter sudah tercium air di waktu pasang, padahal ketika dibangun 1974 jarak itu masih 15 meter. Secara berkelakar, nelayan setempat menyebut, ini akibat kemarahan Dewa Baruna (dewa laut) yang tidak menghendaki pantai Kuta dijadikan daerah wisata dengan mengabaikan norma-norma agama. Nelayan itu sambil memperbaiki jalannya di atas jukung melanjutkan kelakarnya, "lihat saja sekarang, masyarakat sudah jarang melasti ke pantai Kuta". Sebabnya? "Kita rikuh sembahyang ditonton bule bugil", jawabnya sendiri. Melasti adalah upacara turun ke laut jika ada persembahyangan di sebuah pura yang besar atau menjelang Tahun Baru Icaka llyepi. Hal ini agaknya memang benar, sebab masyarakat di sekitar Denpasar akhir-akhir ini mencari pantai lain untuk upacara melasti, yang dulu-dulu memang tempatnya di Kuta. Pencari Karang Laut Memang belum ada penelitian, kenapa arus laut menghantam dengan deras sepanjang pantai Kuta yang indah ini. Setidak-tidaknya, suara resmi dari kalangan pemerintah belum pernah dilontarkan, itupun kalau Pemda sudah menaruh perhatian. Tapi yang tidak resmi ada. Misalnya seorang menejer hotel yang tak mau ditulis namanya ("agar jangan saya dikatakan mengadu",) bilang, arus keras ini sudah terasa sejak perluasan landasan pelabuhan udara Ngurah Rai yang menjorok ke laut. Arus ini semakin keras lagi menghantam ke utara, ketika Pertamina Cottage juga mengambil lokasi yang menimbun laut. Akibat bangunarl Pertamina Cottage itu, arus laut gencar merongrong pantai ke utara. "Karena 2 hal ini membuat keadaan semakin parah, lebih-lebih adanya nelayan yang mencari karang laut", tambah sumber TEMPO. Perkara arus yang belok menghantam pantai dengan kuat ini juga mengkuatirkan I Gde Beratha, Ketua Team Penyelamat Pantai. "Areal untuk mandi semakin berkurang, dan angka kecelakaan semakin bertambah", kata Beratha. Ia setuju, kalau pemerintah melarang penduduk Kuta mencari karang laut di pantai seperti larangan serupa di pantai Sanur. "Karang laut itu sangat berfungsi untuk membendung arus", tambahnya. Barangkali yang tinggal, bagaimana mencarikan jalan hidup lain bagi pencari karang laut di pantai Kuta ini, kalau itu merupakan sebab pantai Kuta semakin ditelan erosi. Pantainya tetap indah, penduduknya tetap makan. Maklum, tidak semua penduduk Desa Kuta terlibat dan berbakat mengurus bule.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus