Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PDI: Menjelang Kongres Desember

Telah terjadi konflik di tubuh PDI, Sanusi mundur dari ketua umum PDI, kongres segera akan diadakan, tapi banyak yang meragukan hasilnya, ada dugaan PNI akan dihidupkan kembali.

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMELUT masih terus melanda PDI. Bulan lalu mendadak Ketua Umumnya Sanusi Hardjadinata mengundurkan diri. Padahal Kongres 11 sudah diputuskan akan di- selenggarakan di Jakarta antara 14 - 17 Desember mendatang ini. Apakah pengunduran diri Sanusi bakal mempengaruhi rencana Kongres? "Perputaran roda organisasi tidak boleh berhenti karena pengunduran diri Sanusi," tegas Sekjen PDI Sabam Sirait. Menurut dia DPP akan meneruskan tugas mengantarkan PDI memasuki kongres II yang telah disepakati untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam partai itu. Selama usianya yang tujuh tahun, PDI memang hampir tidak pernah sepi dari kericuhan. Tiga tahun terakhir ini mungkin merupakan masa yang paling ramai. Begitu sering pertentangan dalam pimpinan PDI terjadi, hingga bagi banyak orang terasa bukan saja membingungkan, tapi juga memuakkan. Pangkopkamtib Sudomo sendiri beberapa kali ikut "turun tangan" menengahi persengketaan tadi. PDI--yang merupakan fusi lima parpol PNI, IPKI, Murba, Parkindo dan Partai Katolik, bukan partai besar. Dalam urutan ia yang paling buncit. Dalam Pemilu 1977 ia hanya memperoleh kursi DPR 29 buah atau 8,7%. Hasil itu kurang dibanding Pemilu 1971 (sebelum fusi) yang menghasilkan 9.98% suara. Itupun merupakan kemunduran menyolok dibanding jumlah suara kelima parpol tersebut dalam Pemilu 1955 yang mencapai 28,8%. Yang dituding sebagai sumber kemelut dalam PDI adalah fusi yang dianggap belum tuntas. Masing-masing unsur tetap menonjolkan dirinya hingga pada prakteknya PDI selama ini lebih mirip suatu federasi daripada suatu partai yang telah menyatu. Yang lebih parah, dalam unsur PNI sendiri yang merupakan unsur terbesar, masih terdapat pertengkaran intern hingga lebih mengalutkan suasana kehidupan partai. Buntut semua kericuhan ini adalah: organisasi partai terbengkalai. Misalnya hampir tidak pernah ada usaha pengkaderan. Sebagai organisasi, praktis PDI mandek semenjak dibentuk. Ada bermacam-macam ideologi dalam PDI, dengan asal-usul yang berbeda. Namun tidak pernah tampak adanya usaha untuk menumbuhkannya dalam suatu kebersamaan. Masing-masing unsur terus mendekap identitasnya sendiri-sendiri. "Secara fisik fusi tidak berhasil, apalagi secara ideologis," simpul Ketua PDI Abdul Madjid. Sanusi sendiri tampaknya mempunyai pendapat yang serupa. "Fusi bisa saja dilakukan, tapi biarlah tumbuh dari bawah," ujarnya pada TEMPO pekan lalu. Agar fusi bisa tumbuh dari bawah, diusulkannya dalam Pemilu 1982 nanti dipasang lagi 10 tanda gambar seperti pada Pemilu 1971. "Yang tidak mendapat kursi atau mengumpulkan suara Kurang dari minimal dibubarkan atau bisa bergabung dengan partai lain," kata Sanusi. Tampaknya beberapa tokoh PDI dari unsur PNI, seperti Usep Ranawidjaja, Abdul Madjid dan Abdullah Eteng mendukung gagasan ini. Namun saran semacam ini --walaupun menarik, agaknya sulit dilaksanakan. Sebab pasti akan ditentang keras beberapa unsur lain dalam PDI yang bisa terhapus bila cara itu dilakukan. Belum lagi keberatan pihak pemerintah. Maka fusi seperti sekarang ini tampaknya terus dipertahankan. Beberapa tokoh eks PNI sendiri tidak sependapat dengan Sanusi dkk. Suryadi, tokoh muda PDI misalnya, tidak sependapat macetnya fusi karena kesalahan kebi- jaksanaan pembinaan kehidupan sosial politik yang diinstruksikan dari atas. "Itu jangan dijadikan dalih, karena itu merupakan realitas kehidupan politik di Indonesia dewasa ini," ujarnya. Ia lebih menganjurkan mencari pemecahan, bukan menyalahkan kenyataan. Kongres II nanti tampaknya diharapkan akan memecahkan masalah-masalah tersebut. "Kongres merupakan tempat yang pantas untuk menyelesaikan secara tuntas semua kemelut itu," kata Ketua PDI Isnaeni. Sambung Sabam Sirait Sekjen PDI: "Kami sepakat untuk melupakan perbedaan guna menyelesaikannya dalam kongres." Tapi Kongres Desember nanti banyak yang meragukan akan bisa menyelesaikan semua kemelut. Menjelang Kongres, kalangan PDI tampaknya terpecah dalam beberapa kelompok. Kelompok Sanusi misalnya, agak pesimistis menghadapinya. "Kongres yang akan datang masih akan merupakan kongres unsur dan masih dalam taraf pemantapan fusi yang mau dituntaskan," kata Abdul Madjid. Ketua PDI yang memelihara jenggot ini bahkan mensinyalir "bakal ada tekanan dari pihak-pihak tertentu dalam kongres." Tapi Suryadi sebaliknya berpendapat, kongres nanti tidak akan berat. "Tidak akan terjadi suasana panas," jaminnya Hardjantho Soemodisastro, salah satu Ketua PDI, juga memperkirakan, kongres nanti tidak akan menjadi ajang pertikaian yang lebih keras dibanding kemelut sebelumnya. "Kami sudah sepakat agar kongres berlangsung efisien dan efektif," katanya dalam suatu wawancara dengan TEMPO pekan lalu. Beberapa kemungkinan yang bisa memanaskan situasi sudah dihindari sejak persiapan. Menurut Hardjantho, telah disepakati dalam kongres nanti akan dinyatakan eksistensi unsur yang berfusi resmi dibubarkan. Diakui Hardjantho, keputusan itu untuk sementara waktu memang merugikan unsur PNI yang mempunyai massa terbanyak. "Tapi kalau kami bertahan saja, fusi tak akan pernah tuntas," ujarnya. Tujuh tahun setelah fusi, secara resmi hampir semua parpol yang bergabung memang belum membubarkan diri. "Memang sudah terlambat, cuma lebih baik daripada berlarut terus," tambah Hardjantho. Keputusan Kongres 11 itu nanti akan berarti koreksi terhadap Kongres I pada 1976. Bagaimana pun, Kongres II PDI nanti memang masih merupakan kongres unsur karena masing-masing cabang akan diwakili oleh lima orang yang mewakili masing-masing unsur dalam PDI. Yang antara lain harus diselesaikan sebelum kongres adalah masalah adanya DPD (Dewan Pimpinan Daerah) dan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) kembar yang merupakan buntut perpecahan dalam pimpinan DPP. Di seluruh Indonesia, tercatat ada delapan DPD dan 15 DPC yang kembar dari 280 DPC yang ada. Soal ini, menurut Hardjantho, bukan hal yang serius. "Bisa diselesaikan sebelum berangkat ke Jakarta," sambungnya. Memang tidak semua cabang ikut terpecah oleh pertikaian pimpinan di atas. DPD PDI Yogyakarta misalnya, dikenal yang paling tidak pernah ribut. "Sebabnya karena kesadaran organisasi dan sudah adanya kesadaran politik kami sehingga antara unsur saling menghargai," kata Soetarjo Soerjogoeritno, Sekretaris Umum DPD PDI Yogyakarta. Di Jawa Tengah, yang merupakan basis utama PDI, tercatat ada lima cabang PDI kembar Klaten, Surakarta, Blora, Pemalang dan Kotamadya Tegal. "Yang membikin cabang kembar itu orang-orang DPP, bukan DPD Ja-Teng," kata Sujanto, Sekretaris 11 DPD serta Ketua Fraksi PDI pada DPRD Ja-Teng. "Jadi yang menyelesaikan atau menyatukannya lagi adalah tanggungjawab DPP," sambung Sujanto kalem. Bagaimana tentang kepemimpinan baru yang diharapkan akan muncul dari kongres nanti? "Bagi Jawa Tengah yang penting dilaksanakannya aturan organisasi. Siapa saja boleh duduk sebagai pengurus, yang penting pimpinan harus kompak dan berorientasi pada kepentingan nasional dan PDI," jawab Sujanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus