Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP menggelar diskusi bertajuk, Kudatuli, Kami Tidak Lupa, dalam rangka memperingati peristiwa 27 Juli 1996. Acara itu akan berlangsung hari ini di kantor Dewan Pimpinan Pusat atau DPP PDIP di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agenda itu dibenarkan oleh juru bicara PDIP Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim. Dia menyebut peringatan peristiwa bersejarah kerap diadakan oleh partainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rutin," kata Chico dalam pesan tertulisnya saat dikonfirmasi Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Sabtu, 20 Juli 2024.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat turut menyebut bahwa peringatan Kudatuli menjadi agenda tahunan PDIP. "Iya, setiap tahun diadakan," ujar Djarot dalam pesan tertulisnya kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Sabtu pagi.
Dalam surat undangan yang diterima Tempo, acara tersebut dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama dimulai pukul 10.00 dan dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Kepala Badan Sejarah Indonesia PDIP Bonnie Triyana, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning, Aktivis Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang, dan Wilson selaku aktivis demokrasi.
Selanjutnya pada sesi kedua yang dimulai pukul 14.00, sejumlah pembicara akan hadir. Di antaranya, Saurlin Siagian dari Komnas HAM, Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, Akademisi Bivitri Susanti, dan Indonesianis Max Lane.
Kedua sesi diskusi itu terbuka untuk umum. Masyarakat dapat mengaksesnya secara virtual melalui akun YouTube PDI Perjuangan.
Peristiwa Kudatuli
Kudatuli atau Sabtu Kelabu adalah kerusuhan disertai kekerasan yang terjadi pada 27 Juli 1996 di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat. Penyebab peristiwa itu diduga berawal dari perebutan kantor PDI antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi. Di sisi lain, banyak orang yang menilai adanya keganjilan atas penyebab utama kerusuhan tersebut. Kerugian material atas peristiwa Kudatuli diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.
Sehari usai peristiwa Kudatuli, Komnas HAM menggelar investigasi di bawah pimpinan Asmara Nababan dan Baharuddin Lopa. Dalam investigasi itu, Komnas menilai terjadi enam jenis pelanggaran HAM, yaitu:
a. Pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat;
b. Pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut;
c. Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji;
d. Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi;
e. Pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia; dan
f. Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Dalam catatan Komnas HAM, peristiwa Kudatuli telah menyebabkan 5 orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Sampai saat ini berbagai pihak masih mendalami peristiwa tersebut agar terkuak secara utuh.