Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, mengatakan PDIP tak perlu bermain drama dengan berpura-pura membela masyarakat atas kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Dia menyebut sikap PDIP yang berubah kini bisa dipandang sebagai sikap oportunis yang memanfaatkan panggung demi pencitraan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebaiknya PDIP mengambil sikap tegas sebagai opisisi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Apalagi PDIP sudah memiliki pengalaman 10 tahun menjadi oposisi pemerintahan SBY," katanya melalui keterangan tertulis pada Ahad, 22 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan demikian, kata dia, konfigurasi politik di parlemen akan menjadi jelas, siapa yang pendukung pemerintah dan siapa oposisi. Dia menuturkan, kenaikan PPN 12 persen merupakan tanggung jawab PDIP, yang kala itu menjadi pimpinan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dia menyatakan, dasar kenaikan pajak itu adalah Pasal 7 Ayat (1) UU HPP yang mengamanatkan tarif PPN sebesar 11 persen berlaku 1 April 2022 dan tarif PPN 12 persen berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Berdasarkan ketentuan UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan dalam dua tahap, yang mana tahap pertama sudah dilakukan pada 2022.
"Waktu itu PDIP paling bersemangat menyampaikan kenaikan PPN dan bahkan mau pasang badan, sehingga aneh menjelang pemberlakukan tahap kedua, PDIP berpaling muka dan mengkritik dengan keras,” ujar dia.
Dia menjelaskan bahwa pembahasan tingkat I UU HPP dilakukan di Komisi XI DPR. Ketika itu, yang mengetuai panitia kerja atau Panja adalah kader PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit. Selain itu, sebagai partai terbesar di DPR, PDIP juga mengirim paling banyak anggota di Panja.
Menurut dia, pembahasan di tingkat I terbilang lancar dan hampir semua fraksi menyatakan setuju terhadap UU HPP. Kemudian, pembahasan dilanjutkan pada tingkat II yakni di rapat paripurna DPR.
"Konfigurasinya tidak berbeda. Perlu diketahui, waktu itu Ketua DPR juga dijabat oleh kader PDIP, Puan Maharani,” ujar Heri.
Mendekati pemberlakuan PPN 12 persen, dia menilai sikap PDIP berubah 180 derajat. Seharusnya, kata dia, PDIP konsisten dengan sikapnya sejak di Panja Komisi XI, rapat paripurna DPR, hingga pemberlakuan kenaikan PPN tahap pertama pada 2022.
“PDIP mengkritik keras kebijakan yang dulu dibuatnya. Sikap ini menunjukkan sikap sejati PDIP sebagai oportunis,” tuturnya.
Dia menambahkan, pemberlakuan kenaikan PPN tahap kedua bertepatan dengan masa-masa awal pemerintahan Prabowo. “Kondisi ini tentunya dilematis. Namun sesuai sumpahnya, Presiden Prabowo akan tetap menjalankan ketentuan UU HPP," kata Heri.
Sebelumnya, Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani mewanti-wanti dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Dia menyarankan agar pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi yang bisa ditimbulkan atas kebijakan itu.
Puan tak menyangkal bahwa kenaikan PPN 12 persen sejalan dengan amanat UU HPP. Namun, dia mengatakan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi harus dihitung.
“Karena masih ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi kelas menengah dan pelaku usaha kecil," kata Puan melalui keterangan tertulis pada Kamis, 19 Desember 2024.
Dia menyebut, jangan sampai kebijakan itu menyulitkan ekonomi rakyat. "Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit.”
Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.