Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pelajaran bagi SAR

Peranan sar dalam operasi penyelamatan korban tampomas ii, dituduh lamban dan gagal. (nas)

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORBAN Tampomas II mungkin tidak begitu besar, seandainya operasi penolong SAR (Search & Rescue) bisa lebih lancar. Marsekal Dono Indarto, Kepala Badan SAR Nasional, mengakui operasi yang dilakukannya berjalan "lamban". Kantor Koordinator Rescue II Surabaya di Juanda sebenarnya sudah menerima permintaan bantuan pada pukul 11.55 hari Senin 26 Januari, dari Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai Tanjungperak. Tapi baru pukul 13.50 bisa memberangkatkan pesawat Nomad dari lapangan terbang Juanda. Rupanya lama juga mencari tempat kecelakaan, hingga si Nomad baru menemukannya pukul 15.20 WIB. Waktu itu sudah 17 jam Tampomas II terbakar, dan sudah 19 mayat yang dikuburkan di laut oleh Kapten Abdul Rivai. Pesawat berikutnya baru bisa diterbangkan keesokan harinya, pukul 06.12 WIB. Tapi pesawat ini sudah kembali di Juanda lagi pukul 09.20 sebelum berhasil memberikan pertolongan secara langsung. Di dalamnya terdapat Dirjen Perla Pongky Supardjo, Kepala Kanwil Perhubungan Laut IV dan Kabasarnas Dono Indarto. Dua lagi pesawat diberangkatkan dari Juanda, tapi juga tak bisa berbuat banyak. Kali ini antara lain mengangkut juru kamera TVRI, para wartawan, dirut Pelni, direktur armada Pelni dan Adpel Tanjungperak. Menteri Perhubungan Marsekal Roesmin Nuryadin agak kecewa juga mendengar, bahwa pesawat-pesawat itu justru lebih banyak membawa penumpang yang bukan anggota SAR. Dua jam setelah rombongan pejabat itu mendarat kembali di Juanda, seusai mereka melihat keadaan kapal yang malang itu dari udara, Tampomas II tenggelam. Basarnas sendiri mengetahui peristiwa itu baru jam 12.45 tanggal 26 Januari. Ketika itu Dono Indarto sedang di Semarang. "Saya sudah berkali-kali menelepon, tapi tidak sambung," ujar Saryanto, yang hari itu bertugas di kantor Basarnas di Halim Perdanakusuma Jakarta. Pukul 06.30 hari Selasa Kepala Basarnas itu baru berhasil dihubungi. Banyak yang menyesalkan kelambanan kerja tim SAR selama ini. Padahal, sebagaimana bisa dilihat dari lalulintas teleks antar radio yang ada, kapal-kapal yang ada di sekitar Tampomas sudah menyatakan tidak sanggup menempel Tampomas. Tempat kecelakaan yang 200 mil dari Surabaya tampaknya menyulitkan SAR di samping cuaca yang jelek. Tapi sebuah smber TEMPO menyebutkan masih ada jalan lain -- asal benar-benar serius. Sumber tadi menyebutkan adanya andasan helikopter di Pulau Masalembo. yang berjarak sekitar 80 mil dari lokasi kecelakaan. "Helikopter mestinya beroperasi dari sini, sementara pesawat lain mendrop bahan bakar ke Masalembo, ujarnya. Sementara ini teori semacam itu tampaknya masih jauh dari jangkauan. "Sampai sekarang SAR ini belum punya peralatan sendiri," kata Dono Indarto. Yang dimiliki baru 4 radio dan dua buah pesawat teleks. Alat-alat komunikasi seharga Rp 1,5 milyar baru datang sebaian. Personil memang ada 100 orang tapi semuanya tenaga staf. "Kami ini hanya mengkoordinasi. Yang punya alat dan tenaganya instansi lain," kata Marsekal Dono pula. "Kalau instansi yang dihubungi tidak segera bergerak kami tidak bisa apa-apa," tambahnya. Dari kejadian ini tampaknya bakal banyak usul dimajukan. Misalnya, seperti dikatakan Dono sendiri, SAR perlu punya tenaga dan peralatan lengkap yang langsung di bawah SAR. Latihan-latihan juga harus diaktifkan di tempat-tempat yang cukup berat. "Latihan operasi laut memang pernah dilakukan, tapi di pantai Pasir Putih, sebuah daerah rekreasi di dekat Situbondo," ujar seorang anggota SAR pada TEMPO. PARA awak kapal ternyata juga belum tahu banyak tentang SAR. "Kami perlu diajak latihan," kata seorang ABK KM Sangihe. "Kami sendiri tidak tahu kalau Masalembo ini termasuk daerah SAR II Surabaya. Tiap kapal perlu dilengkapi peta SAR," ujar Agus Sumirat, kapten kapal Sangihe. Yang oleh SAR ditunjuk jadi koordinator kapal-kapal penolong di hari-hari pertama. Keluhan lain menyangkut soal telepon. "Kami sulit menghubungi SAR Juanda karena tidak ada nomor telepon langsung," tambah seorang petugas pengamanan laut di Surabaya. Organisasi SAR sendiri sebenarnya sudah cukup hebat. Paling atas ada Basari, singkatan dari Badan SAR Indonesia. Ada 6 menteri yang duduk dalam Basari: Perhubungan, Hankam, Luar Negeri, Dalam Negeri, Sosial dan Keuangan. Basarnas (Badan SAR Nasional) dahulu Pusarnas (Pusat SAR Nasional) -- berada di bawah Basari. Di empat daerah -- Jakarta, Surabaya, Ujungpandang dan Biak -- diadakan KKR, alias Kantor Koordinator Rescue. Di bawahnya lagi masih ada 14 SKR, kepanjangan dari Satuan Koordinasi Rescue. Apa boleh buat, kehebatan SAR memang baru sampai pada deretan nama-nama itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus