Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA Brigadir Yogi Hariyanto. Dalam surat laporan polisi bernomor LP-A/1265/X/2012/Ditreskrimum, dia tercantum sebagai pelapor kasus penganiayaan yang menjerat Novel Baswedan. Yogi meneken laporan itu pada 1 Oktober 2012, saat menjadi petugas piket di Kepolisian Daerah Bengkulu.
Namun, bagi polisi di sana, nama Yogi Hariyanto asing di telinga. "Tidak pernah ada petugas piket bernama Yogi di sini," kata salah seorang polisi, Kamis pekan lalu. Pria yang memiliki nomor registrasi polisi 85110083 ini tidak jelas keberadaannya. "Saya tidak tahu siapa dia," ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polda Bengkulu Ajun Komisaris Besar Sudarno.
Satu-satunya Yogi yang ada di Polda Bengkulu bertugas di bagian reserse kriminal umum. "Tapi dia bukan Yogi Hariyanto," kata polisi lain di Polda Bengkulu. Informasi ini bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Anton Charliyan, yang mengatakan bahwa Yogi Hariyanto adalah anggota reserse kriminal umum.
Polisi bernama Yogi juga pernah ada di satuan intel Polda Bengkulu. Tapi ia kini pindah ke Kepolisian Resor Kaur, sekitar enam jam perjalanan dari Kota Bengkulu. Penelusuran Tempo menunjukkan pria yang pernah bertugas sebagai intel itu bukan Yogi yang dimaksud.
Yogi merupakan sosok penting dalam kasus yang menyeret Novel. Ia melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu melakukan penembakan terhadap Mulyan Johan alias Aan. Peristiwa itu terjadi di Taman Wisata Pantai Panjang, Bengkulu, pada 18 Februari 2004. Saat peristiwa itu terjadi, Novel adalah Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu berpangkat inspektur satu.
Polisi menangkap Aan dengan tuduhan mencuri sarang burung walet di toko material Sinar Makmur, Jalan S. Parman, Bengkulu, bersama lima temannya, yakni Irwansyah Siregar, Dony Yefrizal, M. Rusliansyah, Rizal Sinurat, dan Dedi Nuryadi. Polisi menembak kaki dan menganiaya mereka. Peristiwa itu menewaskan Aan.
Anton membenarkan kabar bahwa Yogi merupakan pelapor kasus yang menjerat Novel. Menurut dia, Yogi hanya menindaklanjuti pengaduan korban dan pengacara. Ia menepis tuduhan bahwa laporan itu rekayasa. "Kalau tidak percaya, tanya saja korban dan pengacaranya," katanya.
Pernyataan Anton tentang pelapor kasus ini berbeda dengan keterangan polisi sebelumnya. Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, Kepala Divisi Humas Polri sebelum Anton, mengatakan pelapor kasus ini bukan polisi.
Meski pelapor kasus ini sudah mulai jelas, keterangan Anton mengenai peran Yogi agak janggal. Seorang kerabat Aan mengatakan tidak mungkin Yogi meneruskan pengaduan korban. Soalnya, keluarga Aan, satu-satunya korban yang tertulis di laporan itu, belum pernah menuntut keadilan kepada polisi. Halimah, ibu Aan, menyatakan ikhlas atas kematian anaknya. "Mengungkit kasus ini sama saja melukai kami kembali," ujarnya kepada Tempo.
Hubungan keluarga Aan dengan Novel bahkan akrab setelah kejadian nahas itu. Antoni Besmar, abang Aan, mengatakan Novel kerap datang ke rumah keluarganya hingga tiga bulan setelah kejadian. Novel berkali-kali menyantuni mereka dengan sejumlah uang dan beras. Novel tidak pernah menyodorkan surat tawaran damai atau menghalang-halangi keluarga menuntut keadilan.
Satu-satunya korban dan pengacara yang pernah membuat laporan atas kasus penganiayaan itu adalah Irwansyah Siregar, rekan Aan. Polisi meminta Irwansyah, yang tengah berjualan di Pasar Panorama, Bengkulu, memberi kesaksian tidak lama setelah Novel menyelidiki korupsi Inspektur Jenderal Djoko Susilo dalam proyek simulator di Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Saat datang ke Polda Bengkulu, ia bertemu dengan Yuliswan Gamin di ruang tunggu. Setelah tahu maksud kedatangan Irwansyah, Yuliswan menawarkan diri menjadi pengacara. "Sebagai pengacara, dia mengirim surat memohon keadilan kepada Polda Bengkulu," kata Anton. Namun, dalam laporan yang dibuat Yogi, bukan nama Irwansyah yang tercantum sebagai korban.
Muji Kartika Sari, salah satu pengacara Novel, mempertanyakan laporan Yogi yang menjadi dasar buat polisi mengungkit kasus usang yang terjadi sebelas tahun lalu. Menurut dia, Yogi tidak pantas membuat laporan model A. "Kok, bisa-bisanya pelapor yang tidak ada di tempat kejadian perkara membuat laporan model itu?" tuturnya.
Laporan model A, kata Muji, hanya bisa dibuat oleh polisi yang mengetahui dan melihat kejadian secara langsung. Ketentuan soal itu tertulis jelas dalam Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2012 Pasal 5. Itu sebabnya tim kuasa hukum Novel melaporkan Yogi Hariyanto ke Ombudsman pada Rabu pekan lalu. "Kasus ini banyak keanehan," kata Muji.
Keberatan kuasa hukum Novel tidak digubris polisi. Sejak kasus ini ditangani Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, polisi sudah menggelar dua kali rekonstruksi. Anton mengatakan rekonstruksi pertama berlangsung satu bulan lalu. Reka ulang kedua berlangsung pada Sabtu pagi dua pekan lalu, atau sehari setelah Novel ditangkap. Namun Novel, yang tiba di Bandar Udara Fatmawati, Bengkulu, sejak malam sebelumnya, menolak ikut rekonstruksi yang dipimpin penyidik Bareskrim. "Ia menolak karena belum pernah memberi keterangan pada berita acara pemeriksaan," kata Muji.
Dalam reka ulang itu, Novel dan Kepala Unit Pidana Umum Inspektur Satu Yuri Leonard Siahaan-keduanya diperagakan orang lain-tiba lebih dulu di Taman Wisata Alam Pantai Panjang. Keduanya datang mengendarai sedan putih. Kedatangan Novel dan Yuri di pantai itu disusul mobil pikap yang dikendarai anak buah Novel. Mobil Kijang, yang membawa enam pencuri sarang walet, tiba paling akhir.
Pada adegan pertama, para pencuri diminta melepas pakaian dengan cuma menyisakan celana dalam. Novel mendekat ke bibir pantai, lalu meminta anak buahnya membawa dua pencuri sarang burung walet. Polisi membawa Irwansyah dan Dedi. Dari jarak dekat, Novel menembak betis kanan Irwansyah dan betis kiri Dedi. Setelah itu, keduanya dibawa ke mobil Kijang.
Novel kembali memerintahkan anak buahnya membawa dua pencuri lainnya. Polisi kemudian membawa Mulyan Johan dan Rizal Sinurat. Setelah dekat, Novel menembak betis kiri Rizal dan betis kanan Mulyan alias Aan. Sama dengan Irwansyah dan Dedi, keduanya lalu dibawa kembali ke mobil Kijang. Mereka setelah itu meninggalkan Pantai Panjang.
Adegan reka ulang itu berbeda dengan temuan tim pembela Novel pada 2012, yang diketuai Haris Azhar. Menurut Haris, para pencuri itu dibawa ke Pantai Panjang oleh tim reserse dan buru sergap. "Novel dan Yuri menyusul ke Pantai Panjang karena baru melakukan ekspos suatu kasus," katanya.
Baru membuka pintu mobil, Novel mendengar letusan senjata beberapa kali. "Novel tidak tahu siapa yang menembak," ujar Haris. Pernyataan Haris diperkuat oleh pengakuan Rizal Sinurat. Ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Curup, Bengkulu, awal Maret lalu, Rizal mengatakan tak yakin melihat Novel di Pantai Panjang. Rizal malah mengatakan polisi yang menembak kakinya kerap dipanggil "Sembiring".
Meski dikecam banyak pihak, polisi ngotot ingin segera menuntaskan kasus ini. Mereka sudah mengantongi bukti baru hasil uji balistik dari sisa peluru yang tersimpan di kaki Irwansyah. "Hasilnya sesuai dengan senjata yang dibawa Novel," kata Anton. Ia mengatakan polisi juga akan menetapkan Yuri Leonard Siahaan, kini penyidik KPK, sebagai tersangka baru.
Yandhrie Arvian, Rusman Paraqbueq (jakarta), Phesi Ester Julikawati (bengkulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo