Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELASAN laki-laki dan perempuan muda itu tekun menghadap komputer di lantai dua sebuah gedung di bilangan Utan Kayu, Jakarta Timur. Mereka berusia rata-rata belasan sampai awal dua puluhan tahun. Kebanyakan masih kuliah. Mereka sibuk menyebarkan video berisi testimoni tentang pasangan calon gubernur-wakil gubernur dari jalur independen, Faisal Basri dan Biem Benyamin.
Video-video itu disebar ke YouTube, Facebook, Twitter, forum mailing list, dan saluran-saluran dalam jaringan lainnya. Ada tujuh dari 60 video yang direncanakan. Pemberi testimoni di antaranya penyanyi Tompi, grup musik Efek Rumah Kaca, pembawa acara Pandji, dan akan menyusul Glenn Fredly. ”Video ini untuk menjangkau pemilih pemula,” kata koordinator social media untuk tim kampanye Faisal-Biem, Abah Yoyo, kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Tanpa partai sebagai patron, kerja Faisal-Biem praktis bertumpu pada simpatisan yang tak dibayar. Manajer kampanye, Tosca Santoso, mengklaim tim sukses Faisal-Biem kini berkekuatan lebih dari 3.000 orang. Masih ada 800 ribu orang lagi simpatisan yang menyerahkan kartu tanda penduduk. Mereka diminta menggaet dua orang lagi untuk memilih Faisal-Biem. Jika tepat, hitung-hitungannya, pemilih Faisal-Biem akan menjadi 2,4 juta—lebih dari cukup untuk menembus putaran kedua.
Tak kesulitan menjaring sumber daya manusia, Faisal Basri tampaknya mesti berusaha keras jika terkait dengan duit. Sebelumnya, mereka berhasil mengumpulkan sumbangan sekitar Rp 3 miliar, yang sudah habis untuk biaya pencalonan. Berikutnya, tim butuh setidaknya Rp 20 miliar. Ini baru biaya melatih saksi untuk ditempatkan di 15 ribu tempat pemungutan suara. ”Semuanya dari saweran dan sumbangan,” ujar Tosca.
Segala cara pun dilakukan, dari mengadakan malam dana, menggelar pertunjukan musik, membuka jalur donasi online, sampai memajang kotak sumbangan di tempat-tempat yang dikunjungi Faisal-Biem. Faisal bahkan menjual rumahnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, senilai Rp 16 miliar. Sebagian hasil penjualan digunakan untuk biaya kampanye.
Meski sama-sama berangkat dari jalur independen, pasangan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria tak terlalu risau soal dana. Konsultan politik pasangan itu, Karel Susetyo, memperkirakan mereka perlu sekitar Rp 50 miliar untuk biaya kampanye. Tim tak khawatir karena Hendardji didukung orang-orang dekatnya. Banyak di antara mereka pengusaha. Adik Hendardji, yang merupakan pengusaha dan penggemar otomotif, berperan cukup besar. ”Bus buat kampanye itu dari adiknya,” kata Karel ketika ditemui di Dharmawangsa Square, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Hendardji juga mendekati para ”selebritas layar kaca”, macam Arswendo Atmowiloto dan Sudjiwo Tedjo. Karel mengatakan pendekatan kepada tokoh-tokoh itu berkaitan dengan program Hendardji menjadikan Jakarta kota hiburan dan seni 24 jam.
Calon inkumben, Fauzi Bowo, yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli, tentu yang paling diuntungkan. Foke sudah beberapa kali tampil di iklan televisi dan radio. Terakhir kali ia muncul di iklan hari ulang tahun Jakarta. Iklan itu dibiayai anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bekerja sama dengan beberapa badan usaha milik daerah.
Direktur Eksekutif Fastcomm, yang memimpin tim media untuk kampanye Fauzi Bowo, Ipang Wahid, memoles penampilan kliennya di iklan itu. Sang Gubernur, yang biasa bicara meledak-ledak, dalam iklan itu bersuara lembut, dengan nada terjaga. Rupanya, ia sudah diberi pelatihan khusus tentang public speaking. Dua asisten dipilih untuk menggarap pekerjaan ini.
Ipang tak menampik bahwa media iklan menguntungkan Fauzi Bowo, saat calon-calon lain justru dilarang menggunakan media ini. Tapi, menurut dia, hal ini sah saja. Melalui iklan itulah timnya mempromosikan prestasi Foke selama lima tahun terakhir. ”Fauzi Bowo tak akan bicara program, tapi prestasinya.”
Memajang diri di iklan juga dilakukan calon dari Partai Golkar, Alex Noerdin-Nono Sampono. Sayang, iklan itu hanya bertahan beberapa hari. Tayangan itu ditarik setelah Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mengeluarkan larangan beriklan sampai masa kampanye tiba.
Tak bisa menggunakan media iklan, tim kampanye Alex-Nono menggenjot jumlah anggota tim sukses mereka. Ketua tim pemenangan Alex-Nono, Prya Ramadhani, mengatakan saat ini mereka memiliki 70 ribu anggota tim sukses. Mereka adalah kader Partai Golkar dan partai koalisi lain serta anggota komunitas.
Setiap orang yang mendaftar menjadi anggota tim sukses mendapat semacam PIN sebagai identitas. Mereka juga mendapatkan imbalan asuransi dari provider Jiwasraya, dengan nilai klaim Rp 5 juta jika meninggal atau cacat karena kecelakaan. Anggota tim yang sukses merekrut pemilih terbanyak dijanjikan hadiah mobil Daihatsu Xenia dan sepeda motor Honda.
Prya menolak jika ini dianggap politik uang. Menurut dia, cara ini diadopsi dari tradisi Golkar, yakni setiap kartu anggota juga berfungsi sebagai kartu asuransi. Kader Golkar biasanya ditargetkan bisa mendapatkan 5.000 anggota. Sedangkan anggota tim sukses Alex-Nono diwajibkan melakukan kampanye door-to-door dan menggaet sedikitnya tiga pemilih.
Berbeda dengan calon-calon lain, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama serius menggarap kelompok yang pada pemilihan lalu tidak memilih atau golput. Ketua tim pemenangan Jokowi-Ahok, Muhammad Taufik, mengatakan jumlah pemilih ini mencapai 37-40 persen pada pemilihan kepala daerah lalu—75 persen di antaranya warga keturunan.
Ahok, keturunan Tionghoa, khusus menggarap segmen ini. Ia rajin berkunjung ke komunitas keturunan dan melakukan dialog. Tapi mereka menghindari daerah yang menjadi basis pendukung calon inkumben. ”Kami bermain di wilayah abu-abu,” kata Taufik di rumahnya di kawasan Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, yang dijadikan markas tim.
Menurut Taufik, Partai Gerindra mengucurkan Rp 2,5 miliar untuk kampanye Jokowi-Ahok. Tapi ini jumlah yang sangat kecil. Apalagi ia memperkirakan total biaya pencalonan dan kampanye bisa menembus Rp 100 miliar. ”Nanti kami adakan penggalangan dana,” ujarnya.
Pasangan nomor urut 4 dari Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, berkomitmen tak akan melakukan kampanye besar-besaran. Ketua tim suksesnya, Triwisaksana atau Bang Sani, mengatakan jaringan komunikasi kader Partai Keadilan Sejahtera sudah terajut dengan baik. Karena itu, mereka lebih mengandalkan sosialisasi dari mulut ke mulut, yang diyakini lebih efektif. ”Jadi, cukup konsolidasi internal saja,” katanya.
Kartika Candra, Anggrita Desyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo