Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) berencana menyiapkan 27 proyek destinasi wisata premium di kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan target pemerintah, tujuan wisata mewah ini akan mendatangkan 500 ribu wisatawan mancanegara dan menyumbangkan devisa Rp 500 triliun pada 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina mengatakan sejumlah proyek wisata itu antara lain Komodo National Park, Loh Buaya, Padar Island, dan Komodo Airport. "Kami membuat beberapa program untuk menguatkan wisata premium Taman Nasional Komodo," kata Shana, kemarin.
Shana menjelaskan, Loh Buaya akan dibangun pada zona pemanfaatan kawasan Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca seluas 22,1 hektare. Izin pengelolaan area ini sudah diberikan kepada PT SKL. Di area ini juga akan didirikan sejumlah bangunan dan dermaga. "Pembangunan tersebut sudah melalui proses panjang karena harus melalui izin lingkungan, penilaian dampak lingkungan yang dikawal oleh UNESCO serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ujarnya.
Lalu ada juga izin pemanfaatan seluas 447 hektare di dalam zona pemanfaatan tradisional daratan. Shana mengatakan, dalam izin pemanfaatan ini, hanya 0,5 persen dari luas ini yang akan dibangun gedung. Pemanfaatan ruang ini menggunakan skema kerja sama pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah. "Dengan skema konkuren ini, maka tidak hanya Kementerian Lingkungan Hidup, tapi juga harus berkoordinasi dengan Pemprov NTT, sehingga manfaat ke daerahnya nyata," ucapnya.
Sesuai dengan data BOPLBF, luas Taman Nasional Komodo mencapai 173.300 hektare, yang terdiri atas daratan dan lautan. Terdapat belasan pulau dalam kawasan ini. Kemudian pemerintah membaginya ke dalam sembilan zona, yaitu zona inti seluas 34.311 hektare, zona rimba 22.187 hektare, zona perlindungan bahari 36.308 hektare, zona khusus pelagis 59.601 hektare, zona khusus permukiman 298 hektare, zona pemanfaatan tradisional daratan 879 hektare, zona pemanfaatan tradisional bahari 17.308 hektare, zona pemanfaatan wisata daratan 824 hektare, serta zona pemanfaatan wisata bahari seluas 1.584 hektare.
Menurut Shana, pemerintah menyiapkan enam program untuk mengembangkan wisata premium di sana. Program itu adalah roadmap wisata bahari kelas dunia, penguatan produk wisata premium, pengelolaan konkuren atau bersama antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, penyusunan baseline data dasar konservasi wisata bahari, penguatan desa wisata dalam kawasan, serta membuat branding situs warisan dunia UNESCO dan cagar biosfer komodo.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang serta Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup Wiratno belum membalas permintaan konfirmasi Tempo. Sebelumnya, Wiratno mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup telah bersepakat dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membangun destinasi wisata di Taman Nasional Komodo.
"Pembangunan Rinca sebagai destinasi wisata premium berkelas dunia dapat dilaksanakan terpadu dengan mengedepankan perlindungan serta penggunaan warisan geologi dan cara berkelanjutan," kata Wiratno.
Rencana pembangunan wisata mewah ini ditentang oleh aktivis lingkungan dan masyarakat lokal. Peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace, Gregorius Afioma, mengatakan pembangunan wisata premium akan merusak lingkungan di taman nasional. "Di sana ada beberapa pulau besar yang berpotensi rusak, seperti Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Papagarang, dan Pulau Padar," katanya.
AVIT HIDAYAT
13
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo