Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kecil Asa bagi Pengungsi Papua

Bertahun-tahun para pengungsi korban konflik Papua terus diabaikan. Majelis Rakyat Papua mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta.

8 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengungsi di hutan setelah insiden penyerangan Pos Koramil Kiso di Distrik Aifat Selatan, Maybrat, Papua Barat, 2 September 2021. Dok. LP3BH Manokwari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THEO Hesegem tak bisa lagi memastikan jumlah pengungsi yang menjadi korban konflik Papua. Dia hanya bisa menyebutkan angka kasar jumlah pengungsi korban konflik bersenjata di Kabupaten Nduga yang masih tinggal di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. “Data yang terhimpun di kami sekitar 40 ribu jiwa,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua tersebut kepada Tempo, Sabtu, 6 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengungsi dari Nduga itu pergi dari kampung mereka setelah meletusnya konflik bersenjata pada 2018. Tahun itu, pada awal Desember, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menyerang puluhan pekerja PT Istaka Karya yang sedang menggarap proyek jalan Trans Papua di Distrik Yigi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak saat itu, konflik bersenjata meluas di sejumlah distrik di Nduga, yang waktu itu masih menjadi bagian dari Provinsi Papua dan kini selepas pemekaran berada di wilayah administrasi Provinsi Papua Pegunungan. Pertempuran terjadi antara pasukan TNI-Polri dan TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya. Warga sejumlah distrik secara bertahap pergi mencari perlindungan, termasuk mengungsi ke Wamena, Jayawijaya.

Nduga hanya salah satu medan konflik TNI dan TPNPB-OPM di Bumi Cenderawasih. Konflik bersenjata juga terjadi di kabupaten lain, seperti Lanny Jaya, Intan Jaya, Puncak, Timika, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Yalimo, Nabire, Paniai, Maybrat, dan Tambrauw. Sama seperti di Nduga, konflik telah memaksa banyak warga di kabupaten-kabupaten tersebut mengungsi.

Laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di Papua memperkirakan pengungsi di seluruh kabupaten di Papua pada 2018-2021 berjumlah 60-100 ribu jiwa. Mayoritas pengungsi tak terdata oleh pemerintah dan menyebar secara sporadis di semua kabupaten. Ada juga laporan pengungsi yang pergi hingga ke Papua Nugini.

Menurut Theo Hesegem, kondisi para pengungsi amat memprihatinkan. Mereka tak bisa mengakses layanan pendidikan dan kesehatan. Sebagian dari mereka juga masih mengalami trauma, diserang kepanikan dan ketakutan yang berkepanjangan. 

Pada tahun ini, Pemerintah Kabupaten Nduga dan Kabupaten Jayawijaya telah menjalin nota kesepahaman untuk memastikan para pengungsi bisa mengakses pengobatan gratis mulai tahun ini. Namun Theo menilai kebijakan itu belum ideal. “Pengungsi seharusnya (bisa) kembali ke kampung mereka sendiri, karena di sini dia masih jadi pengungsi,” ujarnya.

Pastor John Bunay, Koordinator Jaringan Damai Papua, berpendapat senada. “Beratnya mereka telah meninggalkan tanah leluhur. Sekian lama sudah di atas tanah pengungsian karena konflik yang diciptakan,” kata John Bunay.

Menurut dia, perhatian terhadap para pengungsi akibat konflik bersenjata di Papua amat memprihatinkan. John pun menilai pembentukan daerah otonom baru, berupa pemekaran Provinsi Papua, memperkeruh situasi. Di beberapa daerah, penambahan pasukan membuat suasana tambah mencekam. “Macam daerah operasi militer, jadi akses keluar-masuk masyarakat dikawal oleh tentara,” ujarnya. “Kami para pastor juga bingung. Dalam Jaringan Damai Papua, kami mendorong pentingnya dialog karena pemaksaan kehendak dengan militer tidak akan menyelesaikan persoalan.”

Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia, Beka Ulang Hapsara berdialog dengan pengungsi pasca penyerangan pos-pos TNI Angkatan Darat di Maybrat, Papua Barat. ANTARA/ HO-Komnas HAM Republik Indonesia

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelumnya juga mengungkap kondisi pengungsi dari daerah konflik bersenjata di Papua yang memprihatinkan. Permasalahan ini juga menjadi sorotan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2021 yang mencatat sedikitnya 35 ribu warga Kabupaten Puncak pergi mengungsi akibat konflik bersenjata antara militer Indonesia dan kelompok separatis. Sedangkan upaya pengiriman bantuan kepada pengungsi di Papua juga ditengarai dihalang-halangi oleh aparat keamanan.

Majelis Rakyat Papua Temui Menteri Mahfud Md.

Di tengah ketidakjelasan penanganan pengungsi akibat konflik bersenjata di Papua, Majelis Rakyat Papua menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. pada Jumat, 5 Agustus lalu. Dalam pertemuan itu, MRP menyerahkan 12 keputusan kultural MRP sepanjang 2021-2022. “Yang paling mendesak adalah penghentian praktik diskriminasi dan kekerasan aparat dalam proses penegakan hukum serta perlindungan anak dan perempuan di wilayah konflik, seperti Intan Jaya,” kata Ketua MRP Timotius Murib.

Pertemuan yang digelar di ruang Nakula, kantor Kemenko Polhukam, itu juga membicarakan nasib pengungsi di daerah konflik, seperti di Intan Jaya, Nduga, dan Puncak. MRP meminta pemerintah memberikan perhatian khusus pada nasib para pengungsi.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang mendampingi rombongan MRP dalam pertemuan itu, mengatakan MRP mengusulkan pembentukan tim pencari fakta di bawah Kemenko Polhukam untuk penanganan pengungsi. “Bukan untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu,” kata Usman, “melainkan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengungsi dan menunjuk instansi relevan lainnya demi memenuhi kebutuhan pengungsi.”

Amnesty International Indonesia mengingatkan, merujuk pada Prinsip-prinsip tentang Pengungsi Internal dari Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada semua pengungsi internal yang berada dalam wilayahnya. Pengungsi internal, termasuk yang sudah berhenti atau tidak berpartisipasi dalam pertempuran, juga tidak boleh diserang dalam situasi apa pun.

Amnesty dan MRP juga meminta Menko Polhukam memastikan bahwa dialog atau perundingan damai yang sebelumnya sudah diinisiasi oleh Dewan Gereja Papua (DGP) dan Komnas HAM terus berjalan. “Untuk memastikan keamanan dan perlindungan HAM warga sipil di Papua,” kata Usman.

Dalam pertemuan itu, Menteri Mahfud menyatakan menerima dengan baik serta akan menindaklanjuti masukan dari MRP dan Amnesty International Indonesia. “Konstitusi kita memang memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat,” kata Mahfud. “Perihal pengungsi, kami telah berusaha tangani. Tapi kami masih memerlukan masukan data-data yang akurat tentang keberadaan mereka dan apa kebutuhannya.”

Kepada Tempo, Sabtu, 6 Agustus lalu, Timotius Murib menjelaskan bahwa MRP telah membentuk tim kerja khusus untuk membuat kajian tentang pengungsi akibat konflik bersenjata di Papua sejak Juli lalu. Hasilnya kelak akan segera disampaikan kepada publik dan pemerintah, sekaligus menjadi dasar bagi usulan untuk membentuk tim pencari fakta penanganan pengungsi yang saat ini berserak di sejumlah kabupaten di Papua.

Menurut Timotius, tim kerja khusus MRP saat ini tengah menyusun kajian tentang pengungsi akibat konflik bersenjata di Papua tersebut. “Sekarang kami sedang tunggu rangkuman data dari ketua tim kerja hak asasi manusia MRP,” ujarnya. 

AVIT HIDAYAT

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus