VA DUY HOANH, ahli bedah yang masih sekitar 35 tahun itu,
termasuk pengungsi baru di kamp penampungan Air Raja, 16 Km dari
Tanjungpinang. Selain isteri dan dua anaknya, ada sekitar 800
pengungsi yang pekan lalu mendamparkan diri di kepulauan Riau
bersama dokter itu. Tak heran kalau Bupati Firman Eddy makin
bertambah ubannya. Dalam keterangannya di depan para tamu
penting dari Jakarta 10 Mei lalu, Bupati Firman mencatat, sampai
9 Mei ada 13.939 pengungsi, tersebar di 14 tempat penampungan.
Bukan mustahil angka yang diungkapkannya hari itu sudah harus
dirubah lagi esoknya. "Arus yang masuk seperti deret ukur, tapi
yang keluar seperti deret hitung," kata seorang pegawai imigrasi
di Tg. Pinang. Suara bernada kuatir itu banyak didengar di kota
yang berpenduduk sekitar 51.000-an itu.
Sampai 10 Mei itu baru 1.529 pengungsi yang diberangkatkan ke
pelbagai negeri Barat. Amerika Serikat sanggup menerima 7.000
orang setiap bulan, dari tempat penampungan berbagai negara
ASEAN, termasuk yang di Hongkong. Kalau terlaksana, itu sudah
jumlah yang tiga kali lipat dari sebelumnya.
AS memang merupakan penampungan akhir yang terbesar, disusul
Australia.
Dubes AS untuk Indonesia Edward E. Masters mengunjungi kamp
Tanjung Unggat yang masih di Tanjungpinang pekan lalu, bersama
10 pejabat Kedubes lainnya. Di pergudangan PN Satya Niaga yang
biasanya menampung barang-barang ekspor-impor itu, kini dihuni
ribuan pengungsi. Letak yang berdekatan dengan penduduk dan
jalan ke pelabuhan itu, membuat "tak mungkin dibangun
sumur-sumur untuk air minum dan sarana kesehatan," kata Bupati
Firman "Sumber air minum yang berasal dari PAM juga tak mampu
melayani keperluan pengungsi .... "
Suasananya, seperti kata Dubes Masters, "memprihatinkan". Dan
"lebih cepat mereka meninggalkan lebih baik," katanya. Suasana
seperti itu juga terasa di kamp Air Raja, yang sengaja didirikan
untuk mereka. Tapi kedua kamp itu, sekalipun sulit memperoleh
suplai sayuran dan air, kabarnya masih mendingan jika
dibandingkan dengan kamp yang di Letung. Perusahaan Air Minum
(PAM) yang di Letung biasanya melayani sekitar 800 orang, tentu
saja kewalahan setelah ada droping penduduk baru alias pengungsi
yang 7.255 orang.
Bentrokan pun tak bisa dihindari. Di Letung timbul cerita
penduduk yang dirugikan karena pengungsi main menebangi pohon
cengkeh mereka untuk kayu bakar. Dan polisi yang di sana
kabarnya cuma 9 orang pun tak berdaya. Apalagi komunikasi
seperti lewat SSB tak mereka punyai di kepulauan Natum yang
terpencil itu.
Bisa Meledak
Keadaan di kamp. Tg. Unggat pagi itu kelihatan baru
dibersihkan, sekalipun gantungan pakaian tampak berkibar di
sepanjang pagar kawat. Tapi di situpun keadaan sewaktu-waktu
bisa "meledak", kata seorang penduduk. Katanya, pernah seorang
polisi dikeroyok pengungsi, gara-gara mereka tak mau disuruh
membersihkan baraknya yang kotor. Terpaksa semua pejabat dan
satuan turun tangan untuk mencegah keributan. "Sekarang sudah
tak ada apa-apa lagi kok," kata seorang pejabat Polri di Tg.
Pinang.
Syukurlah kalau begitu. Tapi bekas kapten penerbang Cuong Hua
Phu, 31 tahun, yang hari itu tampil sebagai jurubicara dan
membawa keliling Dubes Masters, merasa senang juga ada rencana
untuk menampung para pengungsi itu di P. Galan. "Yah, cara
demikian lebih bagus, ekses-ekses bisa dihindari," kata Hua.
Dirjen Pengamanan Hubungan LN, A. Adenan, yang memimpin
rombongan para diplomat itu, beranggapan adalah P. Galang
paling cocok. Selain pernah jadi perkebunan karet sebelum
Perang Dunia II, dan jadi perkebunan nenas PT Mantrust selama
tujuh tahun sampai 1972, pulau seluas 164 KmÿFD dan berbukit-bukit
itu, sedikit penghuninya cuma 200 orang.
Dan menurut Menlu Mochtar, sudah ada lampu hijau dari Erick
Morris, Kepala Perwakilan UNHCR -- Komisi PBB untuk Pengungsi
-- untuk mendrop uang membangun pulau itu. Usaha patungan itu,
menurut Menlu, akan datang dari AS sebanyak $120 juta, dan di
tahun 1980 akan ditingkatkan lagi menjadi $140 juta, dan
separohnya lagi dari negara seperti Jepang, Jerman Barat,
Kanada dan lainnya.
Kalau jadi, menurut Adenan, Galang akan bisa menampung 10.000
orang, untuk pengungsi yang dari Asia Tenggara dan Indonesia.
Tapi meningat di Malaysia sendiri terakhir tercatat lebih dari
26.000 pengungsi, bisa dipastikan betapa padatnya Galang yang
sulit air itu. Maka pihak UNHCR pun kabarnya sudah menganjurkan
agar Malaysia bersedia membuat pusat pemrosesan seperti di P.
Galang itu. Pilipina, yang belakangan ini lebih suka membendung
masuknya kapal-kapal pengungsi ini, kabarnya juga sudah bersedia
membuat pusat pemrosesan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini