Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Penggalangan Di Pulau Galang

18 negara membicarakan soal pengungsi Vietnam di Jakarta. Banyak ekses negatif yang terjadi antara pengungsi, penduduk & pemda. 11 pejabat kedubes meninjau kamp penampungan dan P. Galang. (nas)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VA DUY HOANH, ahli bedah yang masih sekitar 35 tahun itu, termasuk pengungsi baru di kamp penampungan Air Raja, 16 Km dari Tanjungpinang. Selain isteri dan dua anaknya, ada sekitar 800 pengungsi yang pekan lalu mendamparkan diri di kepulauan Riau bersama dokter itu. Tak heran kalau Bupati Firman Eddy makin bertambah ubannya. Dalam keterangannya di depan para tamu penting dari Jakarta 10 Mei lalu, Bupati Firman mencatat, sampai 9 Mei ada 13.939 pengungsi, tersebar di 14 tempat penampungan. Bukan mustahil angka yang diungkapkannya hari itu sudah harus dirubah lagi esoknya. "Arus yang masuk seperti deret ukur, tapi yang keluar seperti deret hitung," kata seorang pegawai imigrasi di Tg. Pinang. Suara bernada kuatir itu banyak didengar di kota yang berpenduduk sekitar 51.000-an itu. Sampai 10 Mei itu baru 1.529 pengungsi yang diberangkatkan ke pelbagai negeri Barat. Amerika Serikat sanggup menerima 7.000 orang setiap bulan, dari tempat penampungan berbagai negara ASEAN, termasuk yang di Hongkong. Kalau terlaksana, itu sudah jumlah yang tiga kali lipat dari sebelumnya. AS memang merupakan penampungan akhir yang terbesar, disusul Australia. Dubes AS untuk Indonesia Edward E. Masters mengunjungi kamp Tanjung Unggat yang masih di Tanjungpinang pekan lalu, bersama 10 pejabat Kedubes lainnya. Di pergudangan PN Satya Niaga yang biasanya menampung barang-barang ekspor-impor itu, kini dihuni ribuan pengungsi. Letak yang berdekatan dengan penduduk dan jalan ke pelabuhan itu, membuat "tak mungkin dibangun sumur-sumur untuk air minum dan sarana kesehatan," kata Bupati Firman "Sumber air minum yang berasal dari PAM juga tak mampu melayani keperluan pengungsi .... " Suasananya, seperti kata Dubes Masters, "memprihatinkan". Dan "lebih cepat mereka meninggalkan lebih baik," katanya. Suasana seperti itu juga terasa di kamp Air Raja, yang sengaja didirikan untuk mereka. Tapi kedua kamp itu, sekalipun sulit memperoleh suplai sayuran dan air, kabarnya masih mendingan jika dibandingkan dengan kamp yang di Letung. Perusahaan Air Minum (PAM) yang di Letung biasanya melayani sekitar 800 orang, tentu saja kewalahan setelah ada droping penduduk baru alias pengungsi yang 7.255 orang. Bentrokan pun tak bisa dihindari. Di Letung timbul cerita penduduk yang dirugikan karena pengungsi main menebangi pohon cengkeh mereka untuk kayu bakar. Dan polisi yang di sana kabarnya cuma 9 orang pun tak berdaya. Apalagi komunikasi seperti lewat SSB tak mereka punyai di kepulauan Natum yang terpencil itu. Bisa Meledak Keadaan di kamp. Tg. Unggat pagi itu kelihatan baru dibersihkan, sekalipun gantungan pakaian tampak berkibar di sepanjang pagar kawat. Tapi di situpun keadaan sewaktu-waktu bisa "meledak", kata seorang penduduk. Katanya, pernah seorang polisi dikeroyok pengungsi, gara-gara mereka tak mau disuruh membersihkan baraknya yang kotor. Terpaksa semua pejabat dan satuan turun tangan untuk mencegah keributan. "Sekarang sudah tak ada apa-apa lagi kok," kata seorang pejabat Polri di Tg. Pinang. Syukurlah kalau begitu. Tapi bekas kapten penerbang Cuong Hua Phu, 31 tahun, yang hari itu tampil sebagai jurubicara dan membawa keliling Dubes Masters, merasa senang juga ada rencana untuk menampung para pengungsi itu di P. Galan. "Yah, cara demikian lebih bagus, ekses-ekses bisa dihindari," kata Hua. Dirjen Pengamanan Hubungan LN, A. Adenan, yang memimpin rombongan para diplomat itu, beranggapan adalah P. Galang paling cocok. Selain pernah jadi perkebunan karet sebelum Perang Dunia II, dan jadi perkebunan nenas PT Mantrust selama tujuh tahun sampai 1972, pulau seluas 164 KmÿFD dan berbukit-bukit itu, sedikit penghuninya cuma 200 orang. Dan menurut Menlu Mochtar, sudah ada lampu hijau dari Erick Morris, Kepala Perwakilan UNHCR -- Komisi PBB untuk Pengungsi -- untuk mendrop uang membangun pulau itu. Usaha patungan itu, menurut Menlu, akan datang dari AS sebanyak $120 juta, dan di tahun 1980 akan ditingkatkan lagi menjadi $140 juta, dan separohnya lagi dari negara seperti Jepang, Jerman Barat, Kanada dan lainnya. Kalau jadi, menurut Adenan, Galang akan bisa menampung 10.000 orang, untuk pengungsi yang dari Asia Tenggara dan Indonesia. Tapi meningat di Malaysia sendiri terakhir tercatat lebih dari 26.000 pengungsi, bisa dipastikan betapa padatnya Galang yang sulit air itu. Maka pihak UNHCR pun kabarnya sudah menganjurkan agar Malaysia bersedia membuat pusat pemrosesan seperti di P. Galang itu. Pilipina, yang belakangan ini lebih suka membendung masuknya kapal-kapal pengungsi ini, kabarnya juga sudah bersedia membuat pusat pemrosesan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus