Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pengisi Kocek Para Kandidat

Pasangan SBY-Kalla banyak disumbang pengusaha Makassar. Mega-Hasyim mengandalkan perusahaan besar. Ada yang tak menyumbang tapi namanya tertera.

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Duduk menyempil di sudut, Susi, penjaga Toko Princess Mode, menahan kantuk yang menyergap. Maklum, siang ini dia lebih banyak melamun. Pengunjung di lantai dasar Makassar Trade Center (MTC) di Karebosi, Sulawesi Selatan, teramat sedikit. Sesekali saja Susi beranjak manakala pengunjung mendekat dan melihat-lihat dagangan.

Meski itu toko kecil saja, hanya 16 meter persegi, nyatanya Princess termasuk salah satu nama penyumbang dana kampanye pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Toko Princess satu dari delapan toko di MTC Karebosi yang namanya tertera di daftar penyumbang. Toko itu termasuk di antara 143 perusahaan asal Sulawesi dari total 160 perusahaan yang dilaporkan menyumbang uang tunai di atas Rp 5 juta. Hampir seluruhnya beralamat di Makassar dan memenuhi portofolio penyumbang perusahaan yang angkanya mencapai Rp 25,8 miliar.

Suhaeli Kalla, bendahara tim kampanye nasional SBY-Kalla, menyebut besarnya sumbangan dari kelompok usaha di Makassar ini tidak lepas dari faktor tempat asal Jusuf Kalla. Juga banyak penyumbang yang terhitung sanak famili atau relasi bisnis keluarga Kalla. Toko Princess dalam laporan ditulis menyumbang Rp 15 juta.

Begitu data ini disodorkan, Susi hilang kantuknya. Ia lalu mengangkat gagang telepon dan mengontak Olivia, si empunya Princess, yang masih sepupunya. "Saya tidak pernah memberikan sumbangan," tutur Olivia sebagaimana ditirukan Susi. "Bagaimana mau menyumbang? Berapa, sih, pembeli yang kita dapat setiap hari?" kata Susi. Pengakuan serupa keluar dari Sandy alias Angko, pemilik Toko 89, tetangga Toko Princess, yang sama-sama tertera di laporan ikut menyumbang Rp 15 juta bagi SBY-Kalla.

Wartawan TEMPO kemudian menyambangi Jalan Tinumbu 1, Makassar, tempat UD 237 berada. Dalam laporan, perusahaan dagang ini disebut menyumbang Rp 150 juta. H. Muhammad Darwis, si empunya usaha, membantah memberi sumbangan sebanyak itu. Darwis mengaku memang sering memberi sumbangan untuk kampanye SBY-Kalla, tapi sumbangan tunai yang diberikannya "hanya beberapa juta", kata Darwis. Lainnya ia berikan dalam bentuk penyediaan mobil dan bensin bagi peserta kampanye.

Dikonfirmasi soal ini, wakil ketua tim sukses SBY-Kalla, Alwi Hamu, hakulyakin bahwa daftar para penyumbang yang tertera dalam laporan adalah mereka yang benar-benar menyumbang. Menurut Alwi, ada kemungkinan mereka tak ingin diketahui sebagai penyumbang dengan berbagai alasan. "Saya belum tahu masalahnya kenapa mereka mengaku tidak menyumbang," kata Alwi, "Akan kita cek lagi kenapa mereka tidak mengaku. Tapi kita jujur, ada bukti dan ada surat pernyataan menyumbangnya." Memang, di masa lalu, banyak pengusaha tak ingin dipublikasikan sebagai penyumbang. Apalagi urusannya politik.

Indonesia Corruption Watch (ICW) tengah menelisik kebenaran nama-nama penyumbang dana kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Hasil sementaranya, menurut Wakil Koordinator ICW, Luki Djani, patut diduga adanya penyumbang fiktif. Juga besarnya jumlah sumbangan yang tidak sesuai dengan yang diberikan. Selain ICW, menurut Mulyana W. Kusuma, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) bidang dana kampanye, pihaknya telah meminta lima kantor akuntan publik untuk menelusuri kebenaran laporan dana kampanye dari lima pasang kandidat presiden dan wakilnya.

Menurut Mulyana, kebenaran dana kampanye amat penting. Pasangan calon presiden dan wakilnya bisa didiskualifikasi jika melanggar aturan dana kampanye. Menurut Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003, jika terbukti mereka menerima dana dari negara asing, lembaga swasta asing, LSM asing, warga negara asing, BUMN/BUMD, dan penyumbang yang tidak jelas identitasnya, akan ada sanksi. "Kami menunggu hasil audit tanggal 25 Juli," kata Mulyana.

Tak semata asal-usul penyumbang yang dipertanyakan. Ketua Umum Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK), Eros Djarot, mencurigai upaya legalisasi besaran dana kampanye. Caranya, dengan memecah sumbangan dari satu orang atau kelompok tertentu ke banyak nama. Luki Djani pun melihat juga celah-celah ini. ICW, menurut Luki, tengah menelisik daftar penyumbang untuk pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Soalnya, mereka menemukan ada satu alamat yang digunakan oleh 12 perusahaan. "Saya khawatir, dana itu bersumber dari satu pemilik yang sama tapi dipecah dalam entitas anak-anak perusahaannya," ujar Luki.

Dua belas perusahaan ini berlokasi di Kuningan Plaza, Jalan H.R. Rasuna Said Kavling C11-14, Jakarta Selatan. Nilakusuma Dewayani, Corporate Secretary PT Mulia Industrindo Tbk., salah satu perusahaan yang namanya tercantum menyumbang Mega-Hasyim sebesar Rp 750 juta, tidak mau berkomentar soal ini. "Saya hanya menangani hal-hal yang berkaitan dengan pasar modal," ujarnya kepada Multazam dari Tempo News Room melalui surat elektronik.

Menurut Mulyana, aturan batas maksimum penyumbang perusahaan itu memang untuk satu entitas, tidak untuk satu holding. Jadi, kalau tiap anak perusahaan menyumbang sampai batas maksimum, boleh-boleh saja. Sedangkan Luki menyebut ketentuan ini masih abu-abu. "Tak ada aturan yang tegas," katanya. Bendahara tim kampanye Mega-Hasyim, Sony Keraf, yakin apa yang mereka laporkan tidak melanggar aturan. "Saya jamin sesuai dengan undang-undang," tuturnya.

Kewaspadaan lain atas laporan Mega-Hasyim, menurut Luki, ada 21 perusahaan kayu yang menyumbang Mega-Hasyim, termasuk yang pemiliknya pernah tersangkut soal kredit macet di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Luki khawatir perusahaan ini menyumbang karena pamrih atau balas budi atas kebijakan yang dibuat Megawati selama jadi presiden. "Kita sedang menelusuri itu, apakah boleh perusahaan yang masih punya utang akibat BLBI ikut menyumbang," kata Luki.

Sony sendiri menampik kecurigaan ini. Menurut Sony, selama M. Prakosa menjadi Menteri Kehutanan, banyak perusahan perkebunan justru pontang-panting akibat berbagai kebijakannya, sebut saja pembatasan dan penghentian izin hak pengusahaan hutan. "Pengusaha kayu menyumbang itu karena mereka bersimpati dan mendukung Bu Mega," kata Sony.

Lepas dari soal itu, sumbangan kaum pengusaha mendominasi kas kubu Mega-Hasyim. Tercatat ada 120 badan usaha yang menyumbang dalam kisaran angka rata-rata ratusan juta rupiah. Dari pengusaha ini, kas Mega-Hasyim penuh sesak dengan Rp 66,1 miliar. Sumbangan individu juga tak bisa dianggap remeh untuk Mega-Hasyim, dan angkanya mencapai Rp 34,4 miliar. Dari luar Jakarta, nama penyumbang individu di atas Rp 5 juta mencapai 2.786 nama.

Tempo News Room kemudian menelusuri nama-nama ini. Hasilnya, Diah Prakasa Yoeda, yang tercatat menyumbang Rp 25 juta, terkaget-kaget. "Masa, sih? Saya merasa tidak keluar uang segitu," kata calon anggota legislatif nomor 7 untuk wilayah Jakarta I ini. Kalaupun keluar uang, menurut Diah, paling banter hanya Rp 5 juta, termasuk ongkos jalan ke mana-mana. Penyumbang lain, Edi Siswoyo, misalnya, sama saja. "Ah, saya tidak punya duit sebesar itu," ujarnya ketika diberi tahu dirinya tercatat jadi penyumbang Rp 25 juta untuk Mega-Hasyim.

Ketika dikonfirmasi, Sony mengaku belum mendengar dan belum mengecek soal ini. Kendati begitu, Sony mencurigai hal itu sebagai kesalahan administrasi belaka, atau telah terjadi kepindahan domisili. "Kita sudah berhati-hati untuk tidak sembrono. Kalau ada kesalahan, mungkin saja, terutama penyumbang perorangan," kata Sony, "Lagi pula sedang diaudit KPU. Kita tunggu saja."

Senyampang itu dilakukan, untuk pemilihan presiden putaran dua, pasangan Mega-Hasyim tak terlalu risau soal dana. Di kas mereka masih menclok sisa Rp 18,9 miliar. Sementara itu, pasangan SBY-Kalla tinggal menyisakan Rp 486,9 juta di kas mereka. Bahkan, menurut Alwi, mereka masih berutang Rp 1-3 miliar. Biar begitu, ia tak khawatir dengan target perolehan dana Rp 10 miliar untuk putaran dua. Lumbung dana di Makassar dinilainya masih banyak tersisa. "Semoga mereka tetap menyumbang. Kalaupun tidak, kita sudah siap dengan sumber-sumber lain," kata Alwi.

Agus Hidayat, Yandhrie Arvian, Ecep S. Yassa (Tempo News Room), Irmawati (Makassar)


Dana Kampanye Pasangan Capres

Mega-Hasyim
PenerimaanRp 104.860.148.709,77
PengeluaranRp 85.940.551.128,17
IklanRp 40,5 miliar
Biaya Rapat UmumRp 9,9 miliar
Biaya AtributRp 11,8 miliar
Ongkos PesawatRp 3,55 miliar
Alat Tulis Kantor, Sewa Kantor, Honor, dllRp 235,3 Juta
Saldo AkhirRp 18.919.597.581,60
SBY-Jusuf Kalla
PenerimaanRp 71.712.588.310
PengeluaranRp 71.225.675.216
Tim Kampanye NasionalRp 43,3 miliar
Tim Kampanye ProvinsiRp 27,8 miliar
(Biaya Transportasi, Akomodasi, Sewa Tempat, Peralatan Kantor, Iklan, Atribut
Saldo AkhirRp 486.913.094
Sumber : KPU

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus