Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menjelaskan alasan penambahan pos jabatan sipil yang bisa diduduki oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dalam revisi Undang-Undang TNI. Ia mengatakan penambahan lembaga sipil itu karena sudah ada prajurit aktif yang menduduki beberapa pos kementerian dan lembaga tersebut sebelum revisi undang-undang. Salah satu pos jabatan sipil yang dimaksudkannya adalah Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah ada sebelumnya tapi belum ada di UU TNI. Misalnya Jampidmil, lalu ada peradilan militer di Mahkamah Agung," kata Hasan di Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, kata Hasan, penambahan pos jabatan sipil dibutuhkan untuk pembentukan badan baru, seperti Dewan Pertahanan Nasional (DPN). Ia mengklaim, pertimbangan TNI aktif bisa mengisi jabatan sipil berdasarkan pengalaman dan kemampuan.
Hasan mengatakan sifat posisi jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit adalah terkunci pada posisi tertentu. "Dikunci ke 15 posisi yang memerlukan keahilan dan beririsan ruang kerja TNI," kata dia.
Komisi I DPR dan pemerintah baru saja menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang TNI. Saat ini mereka tengah melakukan sinkronisasi hasil perubahan tersebut. Mereka menyepakati perubahan Pasal 3, 47, dan 53.
Pada Pasal 3, mereka menambahkan ayat (2), yang berbunyi: "Kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan".
Selanjutnya dalam Pasal 47, mereka menambahkan pos jabatan sipil yang di dapat diduduki oleh prajurit TNI menjadi 15. Sebelum revisi, Pasal 47 hanya mengatur 10 kementerian atau lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit TNI. Daftar lembaga sipil tersebut adalah jabatan di kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.
Lalu, bidang intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, kelautan dan perikanan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung.
Selanjutnya Pasal 53 mengatur tentang penambahan usia pensiun tentara. Misalnya, batas usia pensiun prajurit golongan tantama dan bintara adalah 55 tahun, perwira sampai pangkat kolonel maksimal 58 tahun, perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun, perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun, dan perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun.
Koalisi masyarakat sipil mengkritik perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI tersebut. Ketua Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan paling tidak ada dua pasal berbahaya dalam RUU TN, yaitu Pasal 47 dan Pasal 7. Pasal 47 mengatur tentang perluasan jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit. Lalu Pasal 7 ayat (2) mengatur kewenangan TNI dalam operasi militer selain perang. Fungsi pengawasan dan perbantuan TNI di tambah dalam ruang siber, narkotika, hingga perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
Daniel Ahmad Fajri dan Andi Adam Fathurrahman berkonstribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Akrobat Hukum Memuluskan Karier Mayor Teddy