Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jurus Teror Membungkam Kritik

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengalami teror. Ditengarai berhubungan dengan penolakan terhadap Perpu Cipta Kerja.

19 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani. Dok. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Dugaan teror yang menyasar sejumlah organisasi bantuan hukum dalam beberapa hari terakhir ditengarai berhubungan dengan penolakan terhadap kebijakan pemerintah. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), yang kantornya disatroni dua orang tak dikenal pada Senin lalu, tengah gencar mengkampanyekan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja dan pidato Presiden Joko Widodo ihwal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Teror ini kami duga karena kampanye kami terhadap dua isu itu. Sebab, hal ini juga terjadi terhadap organisasi lainnya yang mengkampanyekan isu ini," kata Ketua PBHI, Julius Ibrani, Rabu, 18 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, dua orang tak dikenal menyelonong masuk ke kantor PBHI pada Senin malam, 16 Januari lalu. Seorang di antaranya mengenakan batik dan membawa tas selempang kecil. Seorang lainnya berkemeja merah. “Badannya tegap dan berambut tipis," kata Julius.

Kamera pemantau (CCTV) di sekitar kantor PBHI merekam aktivitas dua orang tak dikenal tersebut. Keduanya tampak turun dari mobil Isuzu Panther abu-abu yang diparkir di dekat kantor PBHI. Senin malam itu, sekitar pukul 19.20 WIB, mereka merangsek ke dalam kantor dan menuju lantai dua. Belum sampai di lantai dua, keduanya bersirobok dengan anggota staf bagian umum PBHI yang baru tiba setelah keluar untuk makan malam.

Hal yang membuat Julius curiga adalah dua orang tersebut masuk ke kantor PBHI tanpa kesalahan. Biasanya, kata dia, orang yang baru datang ke kantor PBHI akan kesulitan membuka pintu lantaran dipasang berlawanan arah, tak seperti pintu pada umumnya. Julius mencurigai kedua orang tak dikenal itu sebelumnya telah mengintai dan memetakan kondisi kantor PBHI. “Mobil yang mereka bawa ada beberapa atribut kepolisian," kata Julius.

Menurut Julius, anggota staf PBHI sempat meminta kedua orang tersebut menunjukkan kartu identitas. Namun permintaan ini ditolak. “Mereka hanya mengatakan ‘sudah gelap, ya’ dan ‘sudah tutup, ya’," ujarnya. Dari keterangan petugas parkir di sekitar kantor PBHI, dua orang itu sempat menanyakan lokasi salon. "Tapi masuk bukan ke salon, malah ke kantor kami. Orang berbadan tegap ngapain ke salon?”

Julius menilai kedatangan orang tak dikenal dan tanpa tujuan jelas itu sebagai bentuk teror terhadap lembaganya. Sejak pekan lalu, PBHI terus mengkritik penerbitan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pada saat yang sama, PBHI juga sedang mengkampanyekan pidato pengakuan Presiden Joko Widodo terhadap 12 pelanggaran HAM berat yang mereka anggap sekadar gimik politik.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur (kiri) di kantor YLBHI, Jakarta. TEMPO/M Taufan Rengganis

Lembaga Lain Juga Mengalami Intimidasi

Intimidasi disinyalir juga menyasar sejumlah organisasi masyarakat sipil lain yang turut mengkritik kebijakan pemerintah. Ahad lalu, 15 Januari 2023, orang tak dikenal juga teridentifikasi mengambil gambar kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dari luar pagar. "Mereka telah membuat kekhawatiran dan kegiatannya sudah masuk kategori teror," ujar Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, kemarin.

Seperti Julius, Isnur menduga teror yang menyasar lembaganya berhubungan dengan sikap YLBHI yang menolak Perpu Cipta Kerja. Intimidasi ini, kata Isnur, tak hanya melanggar hukum, tapi juga menjadi gejala meningkatnya otoritarianisme pada masa pemerintahan Joko Widodo.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referendum, mengatakan teror yang dialami organisasi bantuan hukum kali ini merupakan bentuk ancaman terhadap aktivis pembela hak asasi manusia. “Kami juga mendapat banyak kejadian. Bahkan ada orang berseragam datang dan memotret kantor LBH Jakarta tanpa izin,” kata Citra, kemarin.

Menurut Citra, tindakan intimidasi belakangan ini mirip dengan teror serupa yang dialami kelompok masyarakat sipil pada masa penyusunan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada medio 2020. Kala itu, dia mengingatkan, tindakan represif terhadap kelompok masyarakat sipil bermunculan di sejumlah daerah. “Jadi, ketika kami sedang kritis terhadap kebijakan pemerintah, ada ancaman atau intimidasi yang diduga datang dari negara,” ujarnya.

Massa terlibat bentrok dengan aparat polisi saat aksi tolak omnibus law UU Cipta Kerja di kawasan Harmoni, Jakarta, 8 Oktober 2020. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Tetap Menolak Perpu Cipta Kerja

Teror tak menyurutkan sikap PBHI, YLBHI, ataupun LBH Jakarta terhadap Perpu Cipta Kerja. Mereka menilai perpu tersebut sebagai pembangkangan konstitusi.

"Ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna sebagaimana diperintahkan Mahkamah Konstitusi," kata Isnur.

Ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022, perpu tersebut menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, MK menilai UU Cipta Kerja cacat formil dan cacat prosedur.

Kelompok masyarakat sipil mengkritik langkah Presiden Joko Widodo yang mereka anggap “mengakali” putusan MK tersebut dengan menerbitkan perpu, alih-alih merevisi undang-undang dengan melibatkan partisipasi publik—hal yang absen dalam penyusunan UU Cipta Kerja. "Perintah Mahkamah Konstitusi jelas bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan perpu," kata Isnur.

Dalam pernyataan sikap sebelumnya, PBHI bahkan menilai penerbitan Perpu Cipta Kerja sebagai bukti bahwa rezim pemerintahan saat ini menganut paham despotisme. “Yang menjalankan negara semaunya sendiri, dengan melanggar konstitusi.”

PBHI juga menilai penerbitan Perpu Cipta Kerja sebenarnya membuka jalan bagi pemakzulan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, Jokowi mengeliminasi peran dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dalam proses pembentukan undang-undang, terutama undang-undang sapu jagat (omnibus law) yang mengatur banyak sektor, seperti Cipta Kerja. “Jika DPR dalam kondisi setara tanpa subordinasi Presiden Joko Widodo, seharusnya DPR, setidak-tidaknya 25 anggota, mengajukan hak menyatakan pendapat untuk pemakzulan,” kata Julius Ibrani dalam pernyataan sikap PBHI, 8 Januari lalu.

Saat ini, DPR tengah mendalami isi Perpu Cipta Kerja sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak perpu tersebut menjadi undang-undang. Namun kelompok masyarakat sipil tak bisa berharap banyak terhadap proses ini karena mayoritas fraksi di Senayan merupakan partai politik pendukung pemerintah.

Adapun pemerintah sejak awal menampik tuduhan bahwa penerbitan Perpu Cipta Kerja tak melibatkan partisipasi publik. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan telah melibatkan pengusaha lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

IMAM HAMDI | CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus