Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Perca-perca itu sampai ke aceh

Gumpalan kertas bertulis ayat-ayat qur'an terselip dalam kemasan alat laboratorium ipa kiriman dep. p & k untuk sma negeri beureunun (aceh). kemungkinan besar kertas-kertas itu berasal dari pt. alma'arif.(ag)

6 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETI kemasan dibuka. Dan terlihatlah kemudian, kertas-kertas bertulisan Arab -- yang digunakan sebagai pengganjal. Ternyata tulisan itu tak lain ayat-ayat Qur'an dalam huruf cetak. Begitulah awal kisahnya. Dan Pak Guru SMA Negeri Beureunun itu, di Kabupaten Pidie, Aceh, yang membuka kemasan alat laboratorium IPA kiriman Departemen P&K bersama dua orang siswanya, kemudian menyerahkan perca-perca tersebut kepada kepala sekolah. Lewat laporan Pak Kepala ke Kanwil P&K setempat, surat lantas dikirim ke Menteri Daoed Yoesoef. Maka masalah itu pun turut dibawa Menteri dalam rapat kerja dengan Komis IX DPR 16 dan 17 Mei. Menteri, tampaknya, pagi-pagi ingin menjauhkan sangkaan -- yang bisa ada -- seolah departemennya terlibat soal "pengganjalan dengan kertas Qur'an" itu. Tak heran bila ia membentuk tim peneliti segala. Pengusutan lantas dilakukan -- mula-mula ke gudang ekspeditur CV Gunung Salak di Jatinegara, Jakarta. Ini adalah perusahaan yang melakukan pengiriman alat laboratorium sekolah tersebut. Semua kertas pembungkus dan pengganjal, diperiksa. Tapi tak ada tulisan Qur'an. Begitu juga di gudang PT Glastronic Indonesia di Bandung -- yang memenangkan lelang Departemen P&K sebagai penyedia peralatan. Di situ masih terdapat kemasan berisi sekitar 750 akuarium plastik. Tapi tak ada kertas Qur'an. Juz 'Amma Hanya, dari seorang karyawan didapat keterangan bahwa PT Glastronic membeli kertas sisa dari seorang pedagang loak di Jalan Lodaya, Bandung. Juga dari beberapa percetakan -- antaranya PT Ganaco dan PT Al-Ma'arif. Si pedagang loak juga menyatakan hal yang sama. Tim lantas meminta Direksi Glastronic membeli kertas sisa dari Al-Ma'arif -- sebanyak 57 kg. Ketika barangnya datang, ternyata, menurut laporan itu, memang ditemukan beberapa helai kertas bertuliskan ayat Qur'an. Semuanyakah bikinan Al-Ma'arif? Logisnya begitu. Dan tim sendiri juga menyimpulkannya sebagai "kemungkinan besar". Tapi menurut pihak Al-Ma'arif, tidak semua. Dalam surat kepada Departemen P&K belakangan, Direktur (yang waktu kedatangan tim itu tidak bisa dihubungi, berhubung berlibur hari Jum'at) menuturkan bahwa dari kertas Qur'an yang ditemukan itu, yang bertuliskan ayat-ayat Juz 'Amma memang dari pihaknya. Tapi selebihnya ternyata dari penerbit lain -- yang "telah kami hubungi, supaya lebih berhati-hati." Tak diterangkan penerbit mana -- tapi dalam laporan Menteri diterangkan maksud Al Ma'arif itu -- yakni PT Ganaco. Agak kisruh, memang. Bahkan Direktur Al-Ma'arif sendiri, H.M. Baharthah, kepada TEMPO menyatakan lewat telepon, ia pernah menjumpai kertas Qur'an di loakan di Bandung yang ternyata dari penerbit lain: Pembimbing Masa. Akan halnya kertas Qur'an yang sampai ke Aceh itu, H.M. Baharthah, 78 tahun masih merasa perlu mengirim seorang putranya untuk turut mengusutnya ke Departemen P&K, agar tahu sendiri barangnya. Dokumen Negara Betapa pun, pokok soalnya pertama kali tentunya di pihak percetakan. Termasuk ke dalamnya baik soal keteledoran, jual-beli maupun juga pencurian kertas. Kemudian pihak pemakai -- seperti PT Glastronic itu -- yang mungkin teledor mempergunakan kertas sisa Qur'an itu buat kemasan. Tapi mengapa jual-beli dilakukan juga -- untuk kertas ayat-ayat yang dihormati itu? "Sebaliknya kertas sisa itu 'kan tidak dikilokan. Bisa ramai," kata Djatiwijono SH, Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Agama. Yang dimaksudkannya termasuk kertas yang salah cetak, yang hurufnya tidak terang atau tintanya mblobor. "Dibakar saja, seperti dokumen negara," katanya. Memang,yang dikorbankan mungkin jadih lebih banyak. Sebab mencetak. Qur'an diakui termasuk sulit. Karena itulah, kata H. Mohd. Rasyid Latif, Direktur PT Al Husna di Jakarta, "Orang Islam, atau mereka yang tahu pasti tak akan mau mengambil kertas demikian untuk membungkus sesuatu. Apalagi menjualnya." Tapi di Al-Ma'arif, kertas sisa Qur'an sebenarnya tidak diumbar. Melainkan dikumpulkan di dua gudang. Jumlahnya? Sekarang ini 200 ton, menurut Direktur di rumahnya. "Saya tidak izinkan dikeluarkan, dan saya tidak menjualnya," katanya. Tetapi begitu banyak? Ya. Penerbit ini, yang sudah mencetak Qur'an selama 30 tahun, setiap bulan mengeluarkan 150.000 jilid kitab suci -- termasuk pesanan dari Rabithah Alam Islami di Mekah yang semuanya berjumlah 5 juta eksemplar. Niat berha-tihati dari penerbit besar yang mencetak buku-buku agama untuk rakyat itu (ada yang berharga Rp 30, Surah Yasin), dan punya pekerja 1.300 orang (80% wanita), agaknya bisa dipercaya. Soalnya, ia pernah juga "kecolongan". Vonis 1,5 Tahun Begini. Tahun 1965, perusahaannya diadukan ke Pengadilan Negeri Cianjur -- karena kasus sisa kertas Qur'an juga. Waktu itu ia menjual kertas apkir itu kepada sebuah pabrik karton di sana untuk diolah kembali jadi bahan baku sebanyak tujuh truk. Tak tahunya ketika diproses, rupanya banyak huruf Qur'an yang tidak hilang -- dan terbawa bersama kertasnya menjadi pembungkus di pasar. Ia divonis 1,5 tahun -- meski di tingkat banding dinyatakan bebas. Tampaknya ia juga akan memanfaatkan kertas sisa yang 200 ton itu, bila memang dirasa benar-benar aman. "Hanya saja," katanya, "kalau ada yang tersisa di luar atau terselip, mana mungkin saya bisa menelitinya dalam jumlah sebanyak itu?", katanya di rumahnya, dengan wajah gundah. Yang terselip mudah-mudahan saja memang tidak banyak . Di antara 50 kemasan yang dikirim ke Aceh itu misalnya, hanya sebuah yang mengandung sisa kertas Qur'an. Masalah ini sendiri tidak sempat ramai, tampaknya -- juga di DPR -- mungkin karena bukan topik terpenting menyangkut agama sekarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus