Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Petisi untuk british council

Penutupan perpustakaan british council bandung menimbulkan petisi. semua koleksi diberikan ke perpustakaan pusat itb dan fk unpad untuk buku kedokteran. di medan dikelola oleh perpustakaan daerah.

7 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANDUNG pekan-pekan ini digegerkan sebuah petisi. Tak kurang dari 1.500 orang membubuhkan tanda tangannya pada petisi itu. Mahasiswa, pelajar, dosen, sampai para ibu rumah tangga lengkap tercantum di sana. Namun, jangan kaget dulu, petisi kali ini jauh dari urusan politik. Seribu lima ratus tanda tangan itu hanya memohon agar Perpustakaan British Council (BC) di Bandung tidak dibubarkan. Para penanda tangan itu memang pantas prihatin. Perpustakaan itu sudah jelas tidak akan berumur lebih panjang, 1 Juli 1992 nanti resmi akan ditutup. Padahal, Perpustakaan BC Bandung adalah perpustakaan umum dan pusat pelayanan informasi yang terhitung paling tua di Indonesia. Berdiri sejak tahun 1948, perpustakaan ini sekarang menghimpun tak kurang dari 25.000 buku dan 600 koleksi audio visual yang mencakup segala macam soal. Mulai dari bisnis, teknik, kedokteran, komputer, filsafat, sampai ke buku pelajaran bahasa Inggris. Di atas semua itu, hal yang paling menarik dari koleksi BC adalah kemutakhirannya. "Buku di sini akan aktual terus karena selalu diganti yang baru," kata Taty A. Nurdjaman, direktur perpustakaan ini. Itu memang terlihat dari usia buku-buku yang ada di sana. Paling lama berusia lima tahun. Ambil contoh buku teks, usianya dibatasi hanya sampai dua tahun. Bahkan buku rujukan hampir setiap tahun diganti baru. Maka, tak heran jika banyak pihak yang mengandalkan perpustakaan ini sebagai narasumber utama. Setiap harinya, sekitar 700 orang mengunjungi perpustakaan ini. Misalnya saja Venusri Latif. Ia adalah ahli saraf yang paling tidak tiga kali seminggu mengunjungi perpustakaan BC. "Tiap kali membuat makalah dalam waktu singkat, segala literatur saya cari di sana," katanya. Lebih dari itu, Latif biasa pula mengajak istri dan anak-anaknya menjadi pengunjung tetap perpustakaan ini. Begitulah, orang-orang seperti Latif dan 4.000 lainnya yang tercatat sebagai anggota boleh kecewa. Sekalipun sudah ada petisi dengan 1.500 tanda tangan, keputusan untuk menutup perpustakaan itu sudah tak dapat dicegah. "Itu bukan keputusan lokal di sini, melainkan keputusan kantor pusat kami di London," kata Rosemary Shipsey, Kepala Bagian Informasi British Council Indonesia. Tampaknya penutupan ini ada hubungannya dengan duit. Ongkos menghidupkan perpustakaan seperti itu memang cukup besar. Di Bandung, misalnya, untuk menyediakan buku baru, membayar pegawai, dan segala keperluan lain paling tidak dalam setahun harus disediakan dana sekitar Rp 300 juta. Dan British Council rupanya sudah memilih. "Bukannya kami kekurangan dana, tetapi dana yang ada digunakan untuk proyek lain," kata Shipsey. Tanpa banyak publikasi, BC ternyata punya proyek cukup banyak di Indonesia. Mereka ikut mengelola proyek penelitian bioteknologi sampai ke pendidikan bahasa Inggris untuk instansi-instansi pemerintah. Duit yang tertuang di sini. "Jumlahnya jutaan poundsterling," tutur Shipsey, yang mengaku tidak mengetahui persis berapa tepatnya. Sekalipun termasuk badan independen nonpemerintah, BC ternyata bergantung pada anggaran dari Departemen Luar Negeri Inggris. Sedangkan dari perusahaan-perusahaan besar, tak banyak sumbangan yang bisa diharapkan. Sumbangan yang datang biasanya bukan berupa dana tunai. Dari perusahaan penerbangan, misalnya, sumbangannya lebih sering berupa tiket gratis. Akhirnya, prioritas terpaksa diambil. BC, menurut Shipsey, sudah lama mengutamakan bidang perpustakaan di Indonesia. Setelah tak lagi mempunyai sumber untuk membiayai seluruh aktivitasnya seperti dulu, sampailah mereka pada pertimbangan bahwa pengelolaan perpustakaan dapat dilepaskan untuk diteruskan oleh perpustakaan lokal yang sudah ada. Maka, dari tiga perpustakaan BC yang ada di Indonesia, dua terpaksa ditutup. Selain di Bandung tadi, BC juga menutup perpustakaan di Medan. Tinggal perpustakaan di Jakarta yang dipertahankan. Perpustakaan BC Medan, yang mempunyai 1.700 anggota, bahkan sudah resmi ditutup sejak 24 Februari lalu. Semua koleksi di sini, yang jumlahnya sekitar 8.000 buku, dihibahkan ke perpustakaan daerah milik Pemerintah Daerah Sumatera Utara. Sekalipun demikian Shipsey tak akan melupakan perpustakaan itu. Ia menjanjikan secara teratur akan tetap mengirimkan buku-buku baru ke Medan. Dan ia yakin bahwa perpustakaan daerah itu akan sama baiknya dalam hal pengelolaan dengan milik BC. "Di sana juga sudah ada staf ahli yang sudah dilatih di Inggris," katanya. Nantinya, buku-buku bekas koleksi BC ini akan ditempatkan terpisah di lantai dua perpustakaan daerah. Akan halnya di Bandung, BC juga sudah menjajaki kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Semua koleksi di luar buku-buku kedokteran nantinya akan dihibahkan ke Perpustakaan Pusat ITB. Dan buku kedokterannya akan disumbangkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Namun, penghibahan ini tetap saja tak menghibur pecinta buku di Bandung. "Tentu saja nantinya Perpustakaan ITB tak bisa melayani orang luar persis seperti British Council sekarang," kata Prof. Dr. Ir. Arifin Wardiman, Pembantu Rektor I ITB. Bisa dipahami, untuk meladeni keperluan intern saja, menurut Arifin, perpustakaan ini sudah repot. Maka, lenyap sudah perpustakaan umum yang lengkap dan isinya selalu baru, sebuah fasilitas yang masih termasuk langka di sini. Seperti kata Rena Pohan, salah seorang mahasiswa yang ikut menandatangani petisi, "Perpustakaan BC adalah aset berharga bagi Kota Bandung yang hilang." Ida Farida (Bandung), Munawar Chalil (Medan), G. Sugrahetty, dan YH (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus