SELESAI menjelaskan hasil sidang Kabinet Bidang Ekuin di Bina
Graha Rabu lalu, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono tidak
segera meninggalkan tempat duduknya. "Ada lagi. Ini penting,"
katanya sambil meraba saku bajunya. "Pernah melihat begini ini
belum?" unyanya sambil mengacungkan kemasan plastik berisi
cairan putih jernih.
Para wartawan yang ditanya tidak menjawab. "Lha kalau belum
melihat, berarti wartawan baik-baik," kata Sudharmono sembari
tertawa lebar. Isi kemasan plastik bergambar botol dan
bertulisan Mansion House itu ternyata minuman keras wodka. Hari
itu kemasan plastik tersebut memperoleh kehormatan dibicarakan
dalam sidang Kabinet.
Menurut Sudharmono, Presiden menerima laporan dari daerah
tentang beredarnya minuman keras dalam kemasan plastik yang
dijual di warung-warung dan tukang rokok. "Menerima laporan itu
Presiden segera memerintahkan pada Pangkopkamtib, menanyakan apa
persisnya dan mengapa minuman keras itu kok bisa beredar di
mana-mana," kata Sudharmono.
Setelah Kopkamtib turun tangan, diketahui: ada pedagang yang
mendapat izin mengimpor minuman keras atau ekstraknya,
membotolkannya dan menjualnya. "Orang itu ternyata bukan sekedar
menjual yang dibotolkan, tapi juga dalam kemasan plastik seperti
ini," ujar Mensesneg. Dengan harga eceran Rp 100, minuman keras
ini bisa dibeli siapa saja.
Sidang Kabinet akhirnya memutuskan melarang minuman keras dalam
plastik yang bisa dijual dengan harga murah. "Kita kan tidak
ingin memeratakan orang minum minuman keras," kata Sudharmono.
Diputuskan juga untuk membatasi tempat penjualan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Kecuali itu sidang Kabinet juga
menyinggung kemungkinan membatasi mereka yang diperkenankan
minum minuman keras. Untuk pelaksanaannya, pemerintah sedang
mempertimbangkan mengeluarkan peraturan mengenai soal ini.
Tindakan keras itu dipandang perlu karena minum minuman keras
dianggap merugikan serta merusak kegiatan dan akhlak.
Slebor
Minuman keras dengan merek Mansion House adalah produksi PT Suba
Indah yang beroperasi sejak 1979. Pabriknya di Cimanggis, Bogor.
Perusahaan ini memproduksi Mansion House atas supervisi dari
Herman Jansen, Holland dengan lisensi produksi 1,2 juta liter
per tahun. Produksinya semula diedarkan dalam kemasan botol
berisi 250 cc dan 650 cc.
Kemudian diedarkan juga dalam kemasan plastik mini berisi 35 cc
antara lain untuk jenis wbisky, brandy, drygin dan vodka
berkadar alkohol 43%. Dari pabrik, kemasan plastik ini dijual ke
pedagang Rp 69,375 per kemasan dan pengecer menjualnya Rp 100.
Sedang harga pasaran untuk botol berisi 250 cc Rp 1.000, dan
yang 650 cc Rp 3.000.
PT Hero Food Supplies, distributor Mansion House, menolak
memberi penjelasan. Begitu larangan itu keluar, perusahaan ini
segera menarik kembali produknya dari pasaran. Pada 5 Desember
lalu mereka mengirim surat pada Kopkamtib menyatakan kesediaan
menarik produknya dalam waktu satu minggu.
Menurut Pangkopkamtib Sudomo minuman keras dalam kemasan plastik
ini banyak dijumpai di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Medan. "Yang
di Medan kecuali yang masuk dari Jakarta,juga dari Malaysia
melalui selundupan," katanya.
Sudomo menjelaskan, peredaran minuman keras merupakan
tanggungjawab bersama antara Departemen Perindustrian,
Kesehatan, Depdagri, Keuangan dan Polri. Proses impor diatur
Departemen Perdagangan dan Kesehatan. Izin memperdagangkan
minuman keras dikeluarkan Ditjen Perdagangan Umum melalui Kantor
Wilayah Perdagangan disertai rekomendasi Polri. "Untuk
seterusnya harus ada izin khusus guna memperdagangkan minuman
keras," kata Sudomo tanpa memperinci lebih jelas.
Kecuali menertibkan tempat penjualan dan pengemasan minuman
keras impor, pemerintah juga akan membenahi penjualan minuman
keras buatan dalam negeri. "Walau kadar alkoholnya rendah,
banyak yang bisa memabukkan," kata Pangkopkamtib. "Lapo-lapo
tuak juga akan ditertibkan."
Rabu pekan lalu Kodak Metro Jaya melancarkan operasi. Hasilnya:
hampir semua warung yang berdekatan dengan gedung sekolah
menjual minuman keras. Puluhan botol minuman keras juga disita
dari para pelajar. Beberapa tahun terakhir ini kebiasaan minum
minuman keras tampaknya memang meluas di kalangan generasi muda.
Istilah "slebor" atau "teler" merupakan istilah populer di
kalangan anak muda.
Pengemasan minuman keras dalam plastik ternyata tanpa izin.
Heman, Direktur Makanan dan Minuman Ditjen Pengawasan Obat dan
Makanan Depkes pada TEMPO akhir pekan lalu menegaskan "Kemasan
plastik Mansion House itu tak terdaftar pada kami."
Beberapa pemuda Jakarta pada TEMPO, mengakui mereka kurang
menyukai mimlman keras dalam kemasan plastik ini. "Lebih enak
yang dalam botol, rasanya asli: manis dan agak pahit. Kalau yang
dalam plastik rasanya hanya manis saja," kata mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini