Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Plastik-Plastik Terlarang

Pemerintah memutuskan untuk melarang minuman keras beredar di masyarakat. Juga akan dibenahi penjualan minuman keras buatan dalam negeri.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELESAI menjelaskan hasil sidang Kabinet Bidang Ekuin di Bina Graha Rabu lalu, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono tidak segera meninggalkan tempat duduknya. "Ada lagi. Ini penting," katanya sambil meraba saku bajunya. "Pernah melihat begini ini belum?" unyanya sambil mengacungkan kemasan plastik berisi cairan putih jernih. Para wartawan yang ditanya tidak menjawab. "Lha kalau belum melihat, berarti wartawan baik-baik," kata Sudharmono sembari tertawa lebar. Isi kemasan plastik bergambar botol dan bertulisan Mansion House itu ternyata minuman keras wodka. Hari itu kemasan plastik tersebut memperoleh kehormatan dibicarakan dalam sidang Kabinet. Menurut Sudharmono, Presiden menerima laporan dari daerah tentang beredarnya minuman keras dalam kemasan plastik yang dijual di warung-warung dan tukang rokok. "Menerima laporan itu Presiden segera memerintahkan pada Pangkopkamtib, menanyakan apa persisnya dan mengapa minuman keras itu kok bisa beredar di mana-mana," kata Sudharmono. Setelah Kopkamtib turun tangan, diketahui: ada pedagang yang mendapat izin mengimpor minuman keras atau ekstraknya, membotolkannya dan menjualnya. "Orang itu ternyata bukan sekedar menjual yang dibotolkan, tapi juga dalam kemasan plastik seperti ini," ujar Mensesneg. Dengan harga eceran Rp 100, minuman keras ini bisa dibeli siapa saja. Sidang Kabinet akhirnya memutuskan melarang minuman keras dalam plastik yang bisa dijual dengan harga murah. "Kita kan tidak ingin memeratakan orang minum minuman keras," kata Sudharmono. Diputuskan juga untuk membatasi tempat penjualan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kecuali itu sidang Kabinet juga menyinggung kemungkinan membatasi mereka yang diperkenankan minum minuman keras. Untuk pelaksanaannya, pemerintah sedang mempertimbangkan mengeluarkan peraturan mengenai soal ini. Tindakan keras itu dipandang perlu karena minum minuman keras dianggap merugikan serta merusak kegiatan dan akhlak. Slebor Minuman keras dengan merek Mansion House adalah produksi PT Suba Indah yang beroperasi sejak 1979. Pabriknya di Cimanggis, Bogor. Perusahaan ini memproduksi Mansion House atas supervisi dari Herman Jansen, Holland dengan lisensi produksi 1,2 juta liter per tahun. Produksinya semula diedarkan dalam kemasan botol berisi 250 cc dan 650 cc. Kemudian diedarkan juga dalam kemasan plastik mini berisi 35 cc antara lain untuk jenis wbisky, brandy, drygin dan vodka berkadar alkohol 43%. Dari pabrik, kemasan plastik ini dijual ke pedagang Rp 69,375 per kemasan dan pengecer menjualnya Rp 100. Sedang harga pasaran untuk botol berisi 250 cc Rp 1.000, dan yang 650 cc Rp 3.000. PT Hero Food Supplies, distributor Mansion House, menolak memberi penjelasan. Begitu larangan itu keluar, perusahaan ini segera menarik kembali produknya dari pasaran. Pada 5 Desember lalu mereka mengirim surat pada Kopkamtib menyatakan kesediaan menarik produknya dalam waktu satu minggu. Menurut Pangkopkamtib Sudomo minuman keras dalam kemasan plastik ini banyak dijumpai di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Medan. "Yang di Medan kecuali yang masuk dari Jakarta,juga dari Malaysia melalui selundupan," katanya. Sudomo menjelaskan, peredaran minuman keras merupakan tanggungjawab bersama antara Departemen Perindustrian, Kesehatan, Depdagri, Keuangan dan Polri. Proses impor diatur Departemen Perdagangan dan Kesehatan. Izin memperdagangkan minuman keras dikeluarkan Ditjen Perdagangan Umum melalui Kantor Wilayah Perdagangan disertai rekomendasi Polri. "Untuk seterusnya harus ada izin khusus guna memperdagangkan minuman keras," kata Sudomo tanpa memperinci lebih jelas. Kecuali menertibkan tempat penjualan dan pengemasan minuman keras impor, pemerintah juga akan membenahi penjualan minuman keras buatan dalam negeri. "Walau kadar alkoholnya rendah, banyak yang bisa memabukkan," kata Pangkopkamtib. "Lapo-lapo tuak juga akan ditertibkan." Rabu pekan lalu Kodak Metro Jaya melancarkan operasi. Hasilnya: hampir semua warung yang berdekatan dengan gedung sekolah menjual minuman keras. Puluhan botol minuman keras juga disita dari para pelajar. Beberapa tahun terakhir ini kebiasaan minum minuman keras tampaknya memang meluas di kalangan generasi muda. Istilah "slebor" atau "teler" merupakan istilah populer di kalangan anak muda. Pengemasan minuman keras dalam plastik ternyata tanpa izin. Heman, Direktur Makanan dan Minuman Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan Depkes pada TEMPO akhir pekan lalu menegaskan "Kemasan plastik Mansion House itu tak terdaftar pada kami." Beberapa pemuda Jakarta pada TEMPO, mengakui mereka kurang menyukai mimlman keras dalam kemasan plastik ini. "Lebih enak yang dalam botol, rasanya asli: manis dan agak pahit. Kalau yang dalam plastik rasanya hanya manis saja," kata mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus