ORANG-ORANG berduit membeli atau menyewa tanah di pedesaan
kerap terdengar. Tapi di Jawa Timur petani menyewakan tanah
mereka untuk jangka waktu 15 sampai 25 tahun karena tak ada
biaya mengolahnya. Gubernur Soenandar segera membatalkan sewa
menyewa itu.
November tahun lalu Soenandar memergoki kasus seperti itu di
Probolinggo. Tak kurang dari 131 ha tanah milik sekitar 200
orang petani sejak 1976 di sewakan kepada Po Kiu Hien, petani
kaya di daerah itu. Jangka waktunya bervariasi antara 15-25
tahun. Tepatnya di Desa Bremi, Krucil, Tembelang dan Kalianan,
semuanya di Kecamatan Krucil. Tanah-tanah itu kini ditanami
cengkih, apel, jeruk.
Soenandar segera turun tangan. "Kalau disewakan 5 tahun
misalnya, masih wajar," kata Soenandar. Kiu Hien dan 3 wakil
petani diundang berembuk di ruang kerja gubernur. Di situ
Soenandar menghimbau agar ikatan persewaan tersebut dibatalkan.
Kiu Hien setuju. "Tapi saya minta ganti rugi tanaman dan
pengembalian sewa tanah," kata Kiu Hien. Sekitar Rp 3 juta sudah
ia habiskan untuk bibit cengkih dan jeruk. "Saya juga sudah
membayar sewa tanah Rp 30 juta lebih," tambahnya.
Menurut gubernur, para petani bersedia memenuhi permintaan Kiu
Hien."Tapi pembayarannya hendaknya diangsur sesuai kemampan.
Jangan sampai untuk keperluan itu malah mereka menjual tanah,"
kata gubernur. SK gubernur yang membatalkan penyewaan itu pun
dikeluarkan.
Tanggal 22 April lalu dalam sebuah pacaran di Krucil para wakil
petani menyerahkan uang Rp 1.295.230 kepada Kiu Hien disaksikan
bupati Probolinggo Soedirman. Jumlah itu baru untuk pengganti
tanaman yang telah ditanam Kiu Hien. Itu pun juga baru untuk
tanah 22, 250 ha milik 43 petani yang umumnya dianggap paling
melarat dibanding petani-petani lainnya.
Uang itu berasal dari kredit BRI bagi 43 petani tadi yang
seluruhnya berjumlah Rp 2.941.500. Sisa dari yang telah
diserahkan kepada Kiu Hien, digunakan 43 petani tadi untuk biaya
penggarapan tanah dan biaya mengurus sertifikatnya.
Sertifikat itulah yang akan dijadikan jaminan kredit BRI. Karena
itu, seperti kata Ka Humas Pemda Kabupaten Probolinggo, Hartono,
kredit bagi petani yang lain "masih dalam proses pengajuan."
Selain kredit, Pemda juga membantu bibit kentang, kobis, pupuk
dan 10 ekor sapi jantan. Menurut gubernur, setelah Probolinggo
pembatalan sewa tanah jangka panjang serupa itu akan dite
ruskan ke daerah lain seperti Situbondo, Jember, Malang.
Selama ini petani Desa Bremi dan sekitarnya memang tak mampu
menggarap tanah mereka. "Di musim kemarau tanah di sini kering
sekali. Karena butuh makan ya mereka lantas menyewakan tanah,"
tutur Singonoto, Kepala Desa Bremi. Di atas tanah kering itu,
selama ini para petani hanya menanam jagung dan singkong.
Seluruh tanah pertanian di Kecamatan Krucil yang 3.000 ha itu
enggan ditumbuhi tanaman padi. Kecamatan ini terletak 40 km
sebelah tenggara Probolinggo, menempel di lereng Gunung Argopuro
pada ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut. Hampir
semua penduduk yang berjumlah 3300jiwa berdarah Madura.
Kiu Hien sendiri, karena lama tinggal di Desa Bremi, juga sudah
lancar berbahasa Madura. Di mata para petani, orang ini dianggap
baik. Supel dalam pergaulan dan suka membantu tetangga. Maka
ketika ia bermaksud menyewa tanah, tak ada kesulitan apa-apa.
"Malah ada petani yang langsung minta dibelikan sapi atau alat
rumah tangga," tutur Kiu Hien.
Sampai sekarang masih WNA, Kiu Hien (52 tahun) lahir di daerah
Hokkian (RRC). Sejak 1949 ia merantau di Surabaya. Dua tahun
tinggal di desa yang berjarak 30 km dari Probolinggo itu, ia
menikah dengan Susinawati, gadis WNI asal Bondowoso. Dan
sewa-menyewa tanah tadi atas nama istrinya yang WNI itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini