Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Polemik antar-jenderal

Dalam diskusi peluncuran buku tantangan dan peluang 1992, Jenderal (purn.) Soemitro mengusulkan agar ABRI dipisahkan dari kekuasaan. Pendapat Try Sutrisno dan Salim Said.

25 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLEMIK itu dimulai oleh Jenderal (Purn.) Soemitro, yang kemudian disambut Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno. Yang dipersoalkan adalah: "ABRI, setelah 1993 nanti, hendaknya memisahkan diri dari kekuasaan". Gagasan pemisahan ABRI dan pusat kekuasaan itu dilontarkan Jenderal Soemitro, bertepatan dengan HUT Malari 15 Januari lalu, dalam suatu diskusi peluncuran buku keduanya Tantangan dan Peluang 1993 (Lihat: Tantangan dan Peluang Soemitro, halaman 108). ABRI, menurut usul Soemitro, agar menilai dan menafsirkan kembali peranan dwifungsinya dalam kehidupan sosial politik. Dalam tulisan berjudul "ABRI Perlu Mengkaji Ulang Peranannya", ia menjelaskan bahwa dwifungsi lahir dari suatu proses yang dimulai ketika ABRI berjuang bersama-sama rakyat. Doktrin ini dikukuhkan dalam Catur Dharma Eka Karsa (Cadek) hasil Seminar Angkatan Darat II di Bandung pada 1966. Ini, menurut Soemitro, sebagai akibat langsung dari kegagalan usaha kudeta PKI. Jadi, "Boleh dikata, kondisi saat itu bersifat darurat," tulisnya. Menurut Soemitro, kondisinya kini sudah berubah. Dengan diterimanya Pancasila sebagai Asas Tunggal, masa krisis sudah berlalu. Oleh karena itu, penerapan dwifungsi perlu diubah dan ditinjau kembali. "Sekali lagi, bukan berarti dwifungsi yang tak diperlukan. Hanya penjabarannya yang harus diubah," ujarnya. Berdasarkan gagasan teoretis itulah meluncur usulan agar, setelah 1993, ABRI memisahkan diri dari pusat kekuasaan (center of power). "ABRI jangan menjadi alat kekuasaan. Maksudnya, agar ABRI bisa mengatakan apa yang baik dan tidak baik," katanya pada TEMPO. Ia menginginkan ABRI kembali profesional. "Tidak dibikin jadi bupati, gubernur, dan sebagainya." Profesionalisme ABRI yang dimaksudkannya adalah membatasi keterlibatannya dalam urusan yang menjadi porsi sipil. Tapi, masih kata Soemitro, bukan berarti ABRI harus lepas sama sekali dari masalah-masalah politik dan pemerintahan. ABRI bisa menjadi pelopor untuk menciptakan suasana keterbukaan, mengembangkan demokrasi, menghilangkan neofeodalisme, dan sebagainya. "ABRI juga tetap bisa terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik di MPR," katanya. Dan kalau memang masih diperlukan, ABRI dapat terlibat dalam masalah politik atau menempati posisi di pemerintahan sebatas yang berhubungan dengan keamanan. Bagi Pangab Try Soetrisno, gagasan untuk memisahkan ABRI dari kekuasaan seperti diusulkan Soemitro itu adalah hal yang mustahil. "Kekuasaan itu berasal dari rakyat. Dan ABRI adalah bagian dari rakyat," katanya kepada wartawan, seusai membuka Kursus Singkat Angkatan Darat II Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Sabtu pekan lalu. "Jadi, kalau terpisah, ABRI ini bagian dari apa?" Bahkan, sehari sebelumnya, Kepala Puspen ABRI Brigjen. Nurhadi Purwosaputro, ketika diwawancarai Kompas, sudah menanggapi pendapat Soemitro itu. Selain sebagai pengaman, ABRI adalah partisipan ABRI, bukan cuma penonton. "Nah, kalau lepas dari pemerintahan, berarti suatu saat ABRI akan berontak," katanya. Polemik mengenai dwifungsi seperti itu, bagi Dr. Salim Said, pakar ilmu politik dan penulis buku Genesis of Power, General Sudirman and the Indonesian Military in Politics 1945-49), bukan hal baru di zaman Orde Baru. Doktor dengan tesis mengenai peran ABRI pada tahun 1945-49 itu menilainya sebagai sesuatu yang positif. Ini menunjukkan adanya perbedaan tafsiran tentang penerapan dwifungsi. "Sebab, dwifungsi hanyalah prinsip dasar. Penerapannya bisa berbeda-beda sesuai dengan perkembangan zaman," katanya. Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus