Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menarik buku yang menyebut Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi radikal, menyusul protes yang dilayangkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU.
Baca: Mendikbud Tarik Buku SD yang Sebut NU Organisasi Radikal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hard copy kami tarik, yang penting harus segera ditarik," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis 7 Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa isi buku tersebut, sampai ditarik dari peredaran?
Ketua PBNU Robikin Emhas mengirimkan isi buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Sekolah Dasar (SD) kelas V itu kepada Tempo. Dalam buku itu terdapat diksi Nahdlatul Ulama digolongkan sebagai organisasi radikal menentang penjajah Belanda pada masa kemerdekaan.
Tertulis dalam sebuah kolom penjelasan tentang Masa Awal Radikal (1920-1927-an). Begini isi lengkap bagian tersebut; "Perjuangan Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal terhadap pemerintah Hindia/Belanda. Mereka menggunakan asas nonkooperasi/tidak mau bekerja sama. Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Nasional Indonesia (PNI)".
Buku ajar yang menulis NU organisasi radikal di masa penjajahan. Foto: Istimewa
Buku tersebut diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri nomor 57 tahun 2014 sebagai bentuk implementasi kurikulum 13. Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini mengatakan organisasinya protes kepada Kemendikbud karena memakai frasa organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda.
PBNU menyayangkan diksi organisasi radikal yang digunakan oleh Kemendikbud dalam buku tersebut. "Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama," ujar Helmy, Selasa, 5 Februari 2019.
Helmy menjelaskan frasa tersebut menjadi persoalan karena organisasi radikal belakangan identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, menyebarkan teror dan lain sebagainya. "Pemahaman seperti ini akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi," ujar dia.
Baca: PBNU Minta Buku yang Sebut NU Organisasi Radikal Ditarik
PBNU kemudian menggelar rapat dengan Kemendikbud pada Rabu, 6 Februari 2019. Ada tiga poin yang disepakati dalam rapat tersebut. Pertama, PBNU meminta buku tersebut ditarik dari peredaran dan dihentikan pencetakannya. Kedua, meminta materi buku tersebut direvisi. Ketiga, meminta dilakukan mitigasi untuk mencegah penulisan buku yang tak sesuai fakta dan mendiskreditkan NU. Tiga poin tersebut kemudian dipenuhi Kemendikbud.