Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Politikus PDIP Ungkap Saksi Daerah Sempat Tak Ingin Tanda Tangan Dokumen di TPS karena Pemilu Dinilai Curang

Politikus PDIP Aria Bima menilai berbagai dugaan pelanggaran pemilihan umum atau Pemilu tidak ditangani secara serius oleh KPU dan Bawaslu.

17 Februari 2024 | 08.02 WIB

Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto bersama Ketua Tim Penjadwalan TPN Ganjar-Mahfud Aria Bima saat memberikan penjelasan tentang persiapan kampanye akbar Pasangan Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024. Dalam keteranganya, Hasto menyinggung pertemuan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo karena gagalnya panen dalam program food estate Kemenhan itu lah yang membuat Presiden Jokowi makan bakso bersama. TEMPO/ Febri Angga Palguna
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto bersama Ketua Tim Penjadwalan TPN Ganjar-Mahfud Aria Bima saat memberikan penjelasan tentang persiapan kampanye akbar Pasangan Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024. Dalam keteranganya, Hasto menyinggung pertemuan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo karena gagalnya panen dalam program food estate Kemenhan itu lah yang membuat Presiden Jokowi makan bakso bersama. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Aria Bima, menyebut saksi yang berasal dari partainya di daerah mengusulkan untuk tidak menandatangani dokumen penghitungan di Tempat Pemungutan Suara atau TPS. Sikap ini dilakukan lantaran pemilihan umum atau Pemilu 2024 ditengarai berjalan tidak wajar dan penuh anomali. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Penjadwalan TPN Ganjar-Mahfud ini mengklaim PDIP bertanggung jawab untuk mengawal suara pemilih. “Namun, setelah akhirnya menandatangani hasil penghitungan suara, rekapnya pun dikacaukan. Kami harapkan KPU dapat menanggulangi kecerobohannya. Apakah cukup pengakuan kekeliruan konversi 2.325 TPS ke dalam Sirekap hanya diselesaikan dengan permintaan maaf?” kata Aria dalam konferensi pers di media center TPN Ganjar-Mahfud pada Jumat, 16 Februari 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Aria menilai berbagai dugaan pelanggaran pemilihan umum atau Pemilu tidak ditangani secara serius oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Aria menyebut pada puncak persoalan terjadi ketika ada  kerancuan sistem rekapitulasi suara yang dinilai menguntungkan pasangan calon tertentu yang menjadi preseden bagi penyelenggaran pemilu hingga Pilkada. 

Selain itu, Aria menilai penguasa baik di pusat maupun daerah akan memanfaatkan kekuasaan untuk menggiring atau memanipulasi proses pemilu, seperti yang terjadi pada Pilpres 2024. "Tidak ada yang bisa melawan rezim kalau melihat betapa proses pemilu sekarang yang manipulatif sejak awal ini seolah dibiarkan terjadi. Kalau masih kejadian seperti ini, percuma tahapan pemilu dilakukan, mending oligarki ditunjuk saja biar selesai. Ini mau pakai cara apa pun tidak akan bisa dilawan, manuvernya memang untuk memenangkan paslon tertentu," ujarnya.

Aria menilai kalau situasi seperti ini dibiarkan, tidak perlu ada pemilu dan  pemilihan kepala daerah. Dia menyinggung fenomena penguasa tidak netral dan menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi sistem pemilu melalui program pemerintah dan pengerahan aparat. 

"Kalau pemilu dilakukan dengan sistem seperti sekarang ini, ada politisasi bansos, subsidi pupuk, intimidasi kepada aparat desa melalui dana desa, belum lagi money politic, terus untuk apa kampanye, debat, tim narasi, tim substansi, tim intelektual dikumpulkan. Tidak ada artinya semua, apalagi dengan closing yang amburadul seperti ini," kata Aria.

 Selain itu, Aria mengatakan KPU dan Bawaslu seharusnya meminta maaf atas penyelenggaraan Pemilu yang buruk sekaligus hanya menjadi ajang yang membuang uang negara. Menurut dia tidak perlu ada pemilu kalau demokrasi tercoreng.

"Saya merasa tidak perlu lagi ada pemilu, bahkan pilkada juga tidak perlu. Buat apa buang-buang uang untuk penyelenggaraan pemilu, sampai rekap suara saja keliru. Kalau kondisi seperti ini, manipulatif dan tidak ada netralitas dari pemerintah, saya tanya kita masih perlu ada pemilu enggak? Karena sederhana, pakai saja dana desa, ancam kepala desa, tidak perlu paslon berdebat visi-misi, buat kampanye terbuka, dan lain-lain. Toh, hasilnya sudah ketahuan," kata Aria. 

PDIP Minta KPU Tak Permainkan Suara Rakyat

Politikus PDIP Aria Bima meminta seluruh penyelenggara pemilu agar tidak main-main dengan suara di TPS. Aria menyebut para pemilih memiliki hak untuk mengetahui suara mereka benar-benar menjadi fungsi politik. 

“Rakyat punya hak untuk mengetahui sejauh mana suaranya itu menjadi fungsi politiknya, ini yang saya mendengarkan dari apa yang disampaikan di dalam situs KPU, Sirekap,” kata Aria dalam kesempatan yang sama. 

Diketahui, dalam Pemilu 2024, penggunaan Sirekap oleh KPU untuk memasukan data penghitungan suara di lakukan oleh dua anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari setiap TPS. Pengambilan data itu dengan memfoto kertas plano hasil penghitungan manual, lalu diunggah. Hasil unggahan itu akan dimasukkan oleh panitia pemilihan kecamatan atau PPK untuk terbaca dalam pemilu2024.kpu.go.id.

Dalam persoalan Sirekap, Aria mempercayai bahwa dalam filosofi Jawa dugaan kecurangan melalui situs tersebut bisa berdampak buruk kepada penyelenggara pemilu. Dia juga menantang para Komisioner KPU dan Bawaslu dari tingkat pusat sampai daerah untuk membuktikan soal konsekuensi itu. 

“Untuk Sirekap, saya sekali lagi pakai ilmu Wong Jowo, jangan main-main dengan suara rakyat, suara di tps, itu bisa kena azab,” kata Aria.

Adil Al Hasan

Bergabung dengan Tempo sejak 2023 dan sehari-hari meliput isu ekonomi. Fellow beberapa program termasuk Jurnalisme Data AJI Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus