DI depan mimbar kehormatan, barisan purnawirawan itu melangkah tegap sambil melambaikan tangan. Pakaian mereka tidak sama. Sebagian memakai seragam ABRI, sebagian lagi mengenakan setelan jas. Namun, semuanya memasang serenceng bintang penghargaan di dada mereka. Paling depan, sebagai komandan, terlihat bekas KSAD Jenderal Makmun Murod, yang kini menjabat Ketua Umum Pepabri (Persatuan Purnawirawan ABRI). Di belakangnya tampak Letjen Tjokropranolo, bekas Gubernur Jakarta. Keduanya memakai seragam upacara TNI-AD. Lalu menyusul lebih dari dua ratus purnawirawan perwira tinggi dari ketiga angkatan dan Polri. Terlihat, antara lain, bekas KSAU Marsekal Suwoto Sukendar, bekas KSAL Laksamana Subiyakto, dan bekas Dirut Pertamina Letjen Ibnu Sutowo. 71, yang memakai setelan jas abu-abu dan pici veteran. Acara tersebut tampilnya barisan purnawirawan perwira tinggi baru pertama kali ini terjadi dalam defile perayaan hari ulang tahun ABRI 5 Oktober. Tidak semua pensiunan jenderal tampak. Bekas KSAD Jenderal A.H. Nasution, yang menurut sebuah sumber diundang, tidak hadir. Sejumlah perwira tinggi purnawirawan yang termasuk kelompok Petisi 50, seperti Letjen Ali Sadikin, menurut sumber yang sama, memang tidak diundang. Perayaan HUT ABRI pekan lalu, yang diselenggarakan di bekas bandar udara Kemayoran, memang bersuasana lain. Semangat penghematan tampaknya ingin ditunjukkan dengan tidak dihidangkannya minuman atau makanan kecil, yang dalam peringatan tahun lalu masih tampak. Atraksi baru yang menarik adalah dipertunjukkannya konfigurasi di panggung raksasa berukuran 60 x 40 meter, yang dilakukan dengan elok dan rapi oleh 6 ribu istri prajurit. Tapi acara yang juga menarik adalah Pawai Lintasan Sejarah ABRI, yang menggambarkan perkembangan ABRI, semangat nasionalisme, dan jiwa kepahlawanan Indonesia. Lewat berbagai adegan, digambarkan riwayat perjuangan ABRI sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, lahirnya BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), Penumpasan G-30-S/PKI sampai AMD (ABRI Masuk Desa). Pawai tari yang skenarionya disusun Pusat Sejarah ABRI dengan koreografi Bagong Kussudiardjo ini melibatkan sekitar 9 ribu orang. Adegan puncak pawai yang memakan waktu sekitar dua jam ini menggambarkan adegan alih generasi dari ABRI Angkatan '45 kepada Generasi Penerus. Sementara suara musik dengan suara terompet dan genderang yang dominan terus bertalu, seorang berpakaian laskar zaman gerilya dulu - seragam hitam dengan untaian peluru melilit badan - menyerahkan sebuah obor lambang "api perjuangan ABRI" kepada seorang taruna Akabri. Bersamaan dengan itu, sebuah buku raksasa bertuliskan Pancasila, UUD 1945, dan Sapamarga, yang semula ditandu dan dikawal seratusan ABRI berpakaian gerilya, diserahkan kepada serombongan taruna Akabri. Terompet dan genderang terus berbunyi, melepas para taruna Akabri dengan obor dan buku Saptamarga yang melangkah menjauh. Hadirin, juga Presiden Soeharto, Pangab Jenderal L.B. Moerdani, Menhankam Poniman dan keempat kepala staf angkatan dan Polri, bertepuk tangan. HUT ABRI tahun ini memang istimewa. "Usia 40 tahun adalah istimewa. Karena itu peringatannya juga istimewa," kata seorang perwira tinggi. Menurut Mayjen Edhi Sudrajat, Ketua Pelaksana HUT ABRI ke-40. "Empat puluh tahun 'kan waktu yang panjang buat merenung tentang apa yang telah dilakukan, dan untuk merencanakan hari esok yang lebih baik." Tekanan pada alih generasi, menurut Edhi Sudrajat, karena pada ulang tahun kali ini banyak perwira Angkatan '45 yang mencapai usia pensiun. "Pada HUT ke-42 atau 43, sudah tidak ada lagi Angkatan '45 secara organik dalam TNI-ABRI." Perwira Generasi '45 memang segera akan mengakhiri tugasnya. Saat ini dari sekitar 27 ribu perwira di TNI-AD, terdapat 80-an perwira tinggi. Dari 80-an ini, mereka yang tergolong Angkatan '45 tinggal kurang dari 10 orang. Mereka itu, antara lain, KSAD Jenderal Rudini, Komandan Seskoad Mayjen Theo Sumantri, Gubernur Akmil Mayjen Untung Sardadi, Pangkostrad Letjen Suweno, Irjenad Mayjen Sularso, Inspektur Pendidikan dan Latihan AD Mayjen Sukoso, dan Kadisbintal Brigjen Soedjalmo. Menurut Jenderal Rudini, para perwira Angkatan '45 yang sekarang masih bertugas itu mungkin akan bertahan dua tahun lagi. "Keirjenan masih saya pertahankan karena masih harus dibenahi dengan pengalaman '45, dan kalau sudah mantap baru akan kita serahkan. Dan untuk pendidikan itu kami minta, dan sudah disetujui, untuk (perwira Angkatan '45) agak lebih panjang jangka waktunya untuk berhenti. Karena masalah pendidikan ini masalah strategis. Jadi, sebelum yang muda menjabat, mereka harus mendalami dan menghayati masalah pendidikan," katanya. Masalah pendidikan tampaknya dianggap sangat penting, karena menyangkut "pewarisan nilai-nilai '45". Agaknya tugas terpenting yang dilakukan para perwira Generasi '45 sebelum menyelesaikan tugasnya adalah menyiapkan generasi penggantinya. Ini sesuai dengan ucapan Presiden Soeharto pada amanatnya pada HUT ABRI pekan lalu, "Yang penting apakah generasi yang lama telah mewariskan nilai-nilai terbaik dan keadaan yang baik guna kelanjutan perjalanan generasi berikutnya. Yang sama pentingnya adalah apakah generasi yang baru telah disiapkan dengan baik oleh generasi sebelumnya, sehingga generasi baru siap melanjutkan, meningkatkan, dan membuat pembaharuan-pembaharuan dari segala hasil yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya". Pewarisan itu memang penting. Selama ini cukup banyak pertanyaan dan kekhawatiran dilontarkan: apakah generasi penerus ABRI, karena tidak mengalami dan menghayati perjuangan fisik di masa revolusi kemerdekaan, akan mempunyai watak yang berbeda. Soalnya, karena posisi ABRI yang dominan dalam konstelasi politik Indonesia sangat penting untuk mengetahui karakter dari generasi baru yang memimpin ABRI mendatang. Rudini sendiri optimistis, "Tentara kita akan lebih profesional, tapi tetap mempertahankan jiwa kejuangan. Ini yang dipunyai sejak 1945 dan harus betul-betul diwarisi generasi muda TNI. Saya yakin, sifat kejuangan ini akan dipunyai mereka, apalagi dengan sistem pembinaan kita." Sikap perwira generasi penerus tampaknya seperti yang diharapkan. Seperti dikatakan Mayjen Soegiarto, Asisten Personalia Mabes ABRI. "Kami ini memang dipersiapkan dan dibina secara berkesinambungan. Jadi, kami ini sudah siap. Kami sebagai kader pimpinan memang dibentuk, dibina, dan ditumbuhkan, sesuai dengan norma-norma yang digariskan generasi tua." Norma itu, kata Soegiarto, adalah nilai-nilai hakiki yang terkandung dalam Pancasila UUD 1945, dan Sumpah Prajurit. "Dalam mengaplikasikannya, itu tergantung setiap kondisi. Seni kepemimpinan itu 'kan ada sendiri-sendiri." Kemungkinan perbedaan watak juga dibantah generasi muda ABRI. Misalnya seperti disuarakan Letjen Try Sutrisno, Deputi KSAD. "Siapa pun kita bangsa Indonesia ini, anak macan akan menjadi anak macan, dan anak kelinci akan menjadi anak kelinci. Karakter itu akan berkembang sesuai dengan tantangan zamannya, tapi kepribadiannya tetap Indonesia. Jadi, dengan karakter itu, jangan sampai ada kekhawatiran nanti akan ada ini-itu. Tidak ada. Yang jelas, manusia itu berkembang sesuai dengan tantangan dan kemampuannya." Seorang perwira generasi penerus lainnya, Pangdam Jakarta Mayjen Sugito, menambahkan, "Betul, kami tidak mengalami perang kemerdekaan. Pendobrak-nya itu 'kan Angkatan '45, dan kemudian kami yang melanjutkan, memelihara, dan merawat. Dan merawat itu juga tidak mudah. Kami juga punya problem tersendiri. Misalnya, yang saya rasakan, menghadapi perkembangan kehidupan politik. Dan kebetulan saya sering menghadapi tugas operasi." Lalu tambahnya, "Tentara masa mendatang itu akan dilandasi daya kejuangan dan inteligensi tinggi. Jadi, saya rasa bagus." Keyakinan bahwa pewarisan nilai '45 berjalan baik juga ditegaskan oleh Presiden Soeharto, dalam pidatonya di HUT ABRI pekan lalu. Ia, untuk kesekian kalinya, menguraikan lagi tradisi dan prinsip ABRI. Antara lain bahwa ABRI lahir, tumbuh, dan berkembang dengan satu tujuan jelas: membela Negara Kesatuan Rl berdasarkan Pancasila yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Hingga sejak semula anggota ABRI adalah pejuang pembela negara dan prajurit yang menjunjung tinggi disiplin dan jiwa kesatria. "Kita semua percaya bahwa tradisi dan prinsip tadi telah tumbuh dan berkembang dalam jiwa Generasi Penerus dalam ABRI, yang akan di amalkan sebaik-baiknya dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam sejarah selanjutnya bangsa kita." Susanto Pudjomartono Laporan A. Luqman & Agus Basri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini