Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

PPDB 2024: KPAI Terima 3 Aduan dan Ombudsman Sumbar Temukan Dugaan Maladministrasi

Sejumlah masalah masih ditemui pada PPDB 2024. KPAI menyebut, ada siswa kurang mampu tak bisa mendaftar lewat jalur afirmasi lantaran tak masuk DTKS.

24 Juni 2024 | 11.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Siswa membawa poster saat unjuk rasa didepan kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2023. Pada aksinya mereka menuntut pemerintah untuk mencari solusi terhadap 14 siswa SMA - SMK kurang mampu di Depok yang terancam putus sekolah karena tidak lolos saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan alasan kuota sudah penuh. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah masalah masih ditemui pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima aduan dari masyarakat terkait jalur afirmasi. Sementara Ombudsman Sumatra Barat (Sumbar) menemukan adanya sekolah yang diduga melakukan maladministrasi dalam proses PPDB 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada Tempo Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengatakan, lembaganya menerima aduan dari masyarakat dalam PPDB 2024 jalur afirmasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat ini kami mendapat tiga aduan," kata Aris, Senin, 24 Juni 2024.

Aris menjelaskan, jalur afirmasi untuk anak kurang mampu mensyaratkan peserta terdata di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Namun, ada siswa yang tak bisa mendaftar lewat jalur afirmasi lantaran tak masuk DTKS. Padahal, kata Aris, siswa tersebut berhak karena masuk kategori tidak mampu.

Di sisi lain, Aris mengatakan ada siswa yang semestinya tak berhak masuk DTKS dan bisa daftar melalui jalur afirmasi. Hal itu membuat jalur ini jadi tak tepat sasaran.

"Mereka ini tidak bisa memanfaatkan jalur itu. Kenapa? karena tidak terdata di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) padahal mestinya mereka berhak," ujarnya.

Dia mengatakan, laporan terjadi di Jakarta, Medan, dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Selain menyangkut siswa kurang mampu, laporan juga menyangkut hambatan pada anak disabilitas.

"Banyak sekolah yang kemudian belum siap menerima anak-anak yang inklusi. Padahal, mereka juga punya hak untuk mengakses layanan pendidikan," ujarnya.

Menurut dia, akses dan fasilitas di berbagai jenjang sejumlah sekolah untuk anak disabilitas masih minim. Sekolah itu, kata Aris, kebanyakan berada di luar Pulau Jawa. Semestinya, lanjut Arie, seluruh pemangku kepentingan dari sekolah, pemerintah daerah, hingga pusat lebih memperhatikan hal itu.

"Akses pendidikan untuk anak disabilitas ini hampir di semua jenjang beberapa daerah yang saya sebut di luar Jawa mereka belum siap menerima anak-anak penyandang disabilitas. padahal aturannya harus memberikan akses," katanya.

Aris mengatakan bagi masyarakat yang menemukan ketikdakadilan atau hambatan di PPDB dapat melapor ke KPAI melalui website www.kpai.co.id dan kontak 08111772273.

Ombudsman Sumbar temukan dugaan maladministrasi

Diwartakan sebelumnya, Ombudsman Perwakilan Sumbar menemukan adanya sekolah yang diduga melakukan maladministrasi dalam proses PPDB 2024.

"Tahun ini, sudah ada satu laporan secara khusus yang masuk ke Ombudsman terkait PPDB," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yefri Heriani, Sabtu, 22 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.

Yefri menjelaskan, sekolah yang diduga melakukan maladministrasi tersebut dilaporkan karena mengutip uang komite atau uang pembangunan kepada wali murid saat proses PPDB atau pendaftaran.

Ombudsman Sumbar juga menemukan satuan pendidikan yang menjual seragam sekolah. Padahal, lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu telah menyampaikan penjualan seragam sekolah maupun pengutipan uang komite tidak dibenarkan ketika PPDB.

"Itu tidak boleh (menjual seragam sekolah dan mengutip uang komite) tapi itu masih terjadi," kata Yefri.

Sebelum PPDB tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sederajat dibuka, Ombudsman Sumbar disebutkan telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) setempat. Kemenag Provinsi Sumbar kemudian menerbitkan surat edaran agar sekolah tidak menjual seragam sekolah maupun pembayaran uang komite selama masa pendaftaran.

Yefri mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan lebih dari 200 kepala sekolah menengah atas sederajat di Sumbar. Dari pertemuan itu, Ombudsman menemukan masih banyak kepala sekolah yang tidak memahami aturan hukum terkait sumbangan dan pungutan di satuan pendidikan.

Menurut Yefri, pemahaman dan pembekalan tentang aturan hukum penting untuk disampaikan kepada perangkat sekolah agar tidak terjadi pungutan liar atau pungli.

"Ombudsman menegaskan ini perlu pengawasan agar tidak terjadi pungutan liar di sekolah," ujarnya.

Selain itu, Ombudsman mendapati informasi bahwa cukup banyak masyarakat yang mengetahui adanya praktik pungli di sekolah, namun enggan melaporkannya dengan berbagai alasan. Untuk itu, lembaga itu berharap semua pihak turut aktif mengawasi kinerja layanan publik termasuk sekolah.

DESTY LUTHFIANI | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus