Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dibentuk dari peleburan 60 organisasi kepanduan pada 1961 oleh Presiden Sukarno, Pramuka merupakan gerakan sukarela.
Pramuka wajib sebagai ekstrakulikuler mulai 2014, seiring dengan keinginan Presiden SBY merevitalisasi Gerakan Pramuka.
Mantan pengurus menyatakan revitalisasi itu sulit terwujud karena tidak didukung aturan teknis dan pendanaan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menghapus kewajiban siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka, aturan itu menyatakan keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler bersifat sukarela, termasuk Pramuka. Meski Pramuka tidak wajib, sekolah tetap diharuskan menyediakan kepramukaan sebagai satu pilihan kegiatan ekskul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana awalnya Pramuka menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib? Keharusan itu muncul pada akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2014 yang dilansir Menteri Mohammad Nuh.
Anggota pramuka tingkat sekolah dasar membuat tugas tali-temali di Taman Cempaka, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
"Itu menunjukkan political will pemerintah," kata Untung Widyanto, Kepala Hubungan Masyarakat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka periode 2003-2013. Dia menilai Presiden SBY ingin membesarkan kepanduan Indonesia. Sebelumnya, pemerintahan Yudhoyono membentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka yang dianggap memperkuat posisi Pramuka sebagai organisasi nasional. Ketentuan itu, di antaranya, mewajibkan setiap sekolah memiliki gugus depan, kesatuan terdepan dalam kepramukaan.
Menurut Untung, Pramuka memang tidak perlu diwajibkan kepada semua siswa. Sebab, sesuai dengan khitahnya, kepanduan bersifat sukarela. "Di seluruh dunia begitu," ujarnya. Namun, dia melanjutkan, nilai-nilai kepramukaan penting untuk ditanamkan kepada anak sekolah.
Segendang sepenarian, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SD Perguruan Cikini Meitia Alfazuna menyatakan kepanduan merangsang peningkatan karakter dan kemandirian siswa. "Saya lihat anak jadi lebih disiplin," ujar sarjana psikologi pendidikan IKIP Jakarta itu.
Dia mengatakan nilai-nilai kepramukaan, seperti yang tertuang dalam Dasar Darma, terus dibutuhkan anak-anak, apalagi pada zaman digital sekarang. "Syukurlah, meski Pramuka tidak wajib, ia masih menjadi opsi ekstrakurikuler," ucapnya.
Sejarah Pramuka Indonesia terbentang panjang. Berawal dari gerakan kepanduan pada 1912 yang semangat awalnya menentang kolonialisme Belanda. Di era kemerdekaan, pada 1961, Presiden Sukarno mengkonsolidasikan 60 organisasi kepanduan yang meleburkannya menjadi Praja Muda Karana atau orang muda yang suka berkarya. Disingkat Pramuka.
Jambore Nasional Pramuka di Cibubur, Jakarta, 1986. Dok. TEMPO/ Maman Samanhudi
Seperti ditulis di situs web Kwarnas Pramuka, seiring dengan berjalannya waktu, gerakan Pramuka mengalami pasang surut. Presiden SBY mencanangkan revitalitasasi kepramukaan pada 2006 yang kemudian melahirkan Undang-Undang Gerakan Pramuka pada 2010.
Hanya, Untung Widyanto melanjutkan, niat positif itu tidak didukung pendanaan. Dia mencontohkan minimnya anggaran pelatihan, yang dia nilai urgen untuk meningkatkan kualitas para pembina Pramuka. Pada akhirnya, mimpi revitalisasi tersebut sulit terwujud.
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 63 Tahun 2014 yang menjadikan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib juga senasib. Menurut Untung, ketentuan itu tidak didukung oleh petunjuk pelaksanaan sehingga implementasinya dia nilai tidak maksimal.
Sekretaris Jenderal Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Bachtiar Utomo meminta Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengkaji ulang Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 12 Tahun 2024. Sebab, Gerakan Pramuka berandil membangun karakter anak. Contohnya, sikap disiplin, semangat pantang menyerah, kejujuran, integritas, rela berkorban, dan empati. "Pramuka menjadi tempat yang pas untuk membentuk hal tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek, mengatakan Kurikulum Merdeka tetap membuka ruang yang lebar untuk kepramukaan. Meski Pramuka tidak wajib, murid tetap bisa ikut ekstrakurikuler itu secara sukarela.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo