Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengukur Peluang Paman AHA

Dengan elektabilitas rendah, Partai Golkar disarankan menempatkan Airlangga Hartarto sebagai calon wakil presiden. Golkar hanya butuh menggandeng satu partai menengah agar lolos presidential threshold.

1 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam perayaan HUT Partai Golkar ke-57 di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 20 Oktober 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Partai Golkar diminta menurunkan ambisi pencalonan Airlangga dalam pemilihan presiden 2024.

  • Posisi calon wakil presiden bagi Airlangga bisa membuka jalan koalisi.

  • Berbagai survei menempatkan Airlangga di posisi bawah daftar calon presiden.

JAKARTA — Sejumlah pengamat politik menyarankan agar Partai Golkar tidak memaksakan diri mengusung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden. Partai Beringin diimbau realistis dan menurunkan hasrat dengan menjadikan sang ketua umum sebagai calon wakil presiden. Langkah realistis tersebut lebih membuka jalan bagi Golkar untuk dapat membangun koalisi yang gemuk dan memenangi Pemilihan Umum 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Departemen Politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan elektabilitas Paman AHA, sebutan untuk Airlangga, terlalu rendah. "Dengan waktu yang terbatas menjelang pencalonan, menurut saya, akan berat bagi Airlangga untuk bisa bersaing dengan kandidat lapis satu, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan," kata Arya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memiliki elektabilitas di atas 10 persen. Bandingkan dengan elektabilitas Airlangga yang sekitar 3 persen.

Airlangga Hartarto bahkan diprediksi kesulitan bersaing dengan kompetitor lapis kedua, yakni tokoh dengan elektabilitas 5-15 persen. Mereka adalah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Menteri Pariwisata Sandiaga Uno.

Airlangga Hartarto didampingi Akbar Tandjung di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 20 Oktober 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Dengan kondisi itu, Arya melanjutkan, Partai Golkar seharusnya menurunkan ambisi dari menempatkan Airlangga sebagai calon RI-1 menjadi bakal RI-2. "Apalagi sejarah politik pemilih Golkar juga tidak solid ke Airlangga. Kalau solid, saat ini dia pasti sudah mendapat suara 5-7 persen," kata Arya.

Koordinator Relawan Muda Airlangga Hartarto (RMA), Firman Mulyadi, sebelumnya melakukan penjajakan dengan gerakan pendukung Anies Baswedan, Geisz Chalifah. Mereka bertemu untuk membahas ruang koalisi dalam pemilihan presiden 2024. "Golkar akan membuka peluang koalisi dengan tokoh terbaik bangsa, salah satunya adalah Anies Baswedan. Kami ingin Airlangga Hartarto menjadi presiden 2024-2029," ujar Firman.

Dari penghitungan presidential threshold, Golkar berpeluang besar meraih tiket pencalonan presiden. Dengan modal 14,7 persen suara di parlemen, mereka cukup menggaet satu partai menengah untuk bisa mengajukan calon RI-1. "Partai yang memungkinkan berkoalisi dengan Golkar ada Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional," kata Direktur Eksekutif Aksara Research, Hendri Kurniawan.

Hendri menekankan perlunya Airlangga menggandeng tokoh dengan elektabilitas tinggi. Hasil simulasi Aksara Research menyebutkan bahwa Airlangga harus berpasangan dengan Ganjar Pranowo jika menginginkan kemenangan dalam pemilihan presiden 2024. Soal posisi, Airlangga harus realistis dengan menjadi calon wakil presiden. Skenario ini, kata Hendri, sulit terlaksana karena PDI Perjuangan, partai Ganjar, sulit melepas kadernya itu.

Pengamat politik, Dedi Kurnia Syah, menganjurkan agar Partai Golkar menghindari terbentuknya tiga pasangan calon dalam pemilihan presiden 2024. Jika hal ini terjadi, muskil bagi mereka untuk membangun koalisi besar dalam upaya memenangkan Airlangga sebagai calon presiden. "Golkar perlu menggandeng partai menengah yang nasionalis dan islamis, seperti Demokrat dan PKB," kata dia.

Golkar juga disarankan menggandeng partai besar, seperti NasDem dan Partai Gerindra. Apalagi tokoh-tokoh sentral NasDem dan Gerindra merupakan alumnus Golkar. Jika koalisi besar ini gagal terbangun, Dedi melanjutkan, kecil kemungkinan Airlangga Hartarto dapat memenangi pemilihan presiden.

AVIT HIDAYAT | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus