Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengajuan amicus curiae dalam kasus Sengketa Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi atau MK menuai perhatian berpekan-pekan terakhir. Banyaknya pihak yang mengajukan menimbulkan dua sisi pandang berbeda. Amicus curiae dinilai sebagai indikasi kepedulian terhadap peradilan. Sedangkan yang lain menyebut adanya potensi intervensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penerapan amicus curiae atau sahabat peradilan bagai sebuah dilema. Di Inggris, diajukan dengan seizin hakim, sedangkan di Indonesia belum jelas aturannya meski praktiknya cukup banyak. Undang-undang kekuasaan kehakiman menyatakan hakim harus mandiri. Di lain sisi peradilan juga kudu membuka diri terhadap sudut pandang hukum dari pihak luar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peradilan harus mandiri
UU Kehakiman mewajibkan menjaga kemandirian peradilan. Segala campur tangan di luar kekuasaan kehakiman, dilarang kecuali diatur dalam UUD NKRI Tahun 1945. Pasal 3 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyebut dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka, hakim wajib selalu menjaga kemandirian peradilan kala menjalankan tugas dan fungsinya.
Dinukil dari publikasi Kemandirian dan Keyakinan Hakim pada Proses Peradilan sebagai Upaya Menjadi Hakim Ideal dan Profesional, kemandirian hakim adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis. Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini terdiri dari dua hal: bebas dari campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial dan bebas untuk melakukan tugas pokoknya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di peradilan hakim, mandiri dan bebas artinya hakim tidak berada di bawah pengaruh atau kekuasaan mana pun. Jaminan kebebasan hakim ini dikuatkan dengan memberikan sanksi pidana bagi orang yang melanggar ketentuan tersebut. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Peradilan harus membuka diri terhadap sudut pandang hukum pihak luar
Di sisi lain, Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah mengatakan pengadilan perlu membuka diri terhadap pandangan dan pendapat hukum dari masyarakat.
“Meskipun kewenangan putusan sepenuhnya ditangan hakim, dengan adanya para sahabat pengadilan justru akan menambah bobot keyakinan hakim saat mengambil keputusan untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar Basarah.
Pro-kontra amicus curiae di kasus Sengketa Pilkada 2024
MK sedikitnya telah menerima 21 pengajuan amicus curiae atau sahabat peradilan dalam kasus sengketa Pilpres 2024 per 16 April 2024. Banjir amicus curiae itu direspons Tim Hukum Prabowo-Gibran. Fahri Bachmid selaku Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, mengatakan banyaknya pihak mengajukan diri sebagai sahabat peradilan itu sebagai upaya intervensi
Pasalnya, kata dia, pengajuan dilakukan di penghujung sidang, saat majelis hakim tengah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Padahal, kata dia, rapat ini adalah fase krusial untuk membuat putusan. “Menurut saya, ini adalah bentuk lain dari sikap intervensi sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum atau pranata amicus curiae,” kata Fahri kepada Tempo, Rabu, 17 April 2024.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) menunjukkan tulisan tangan Megawati dalam surat Amicus Curiae yang disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri di Gedung II Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2024). ANTARA/Nadia Putri Rahmani
Berbeda dengan Fahri, Ahmad Basarah mengatakan, banyaknya para pihak mengajukan diri sebagai amicus curiae seperti Megawati Soekarnoputri, aktivis, akademisi, budayawan hingga agamawan menjadi bukti kepedulian banyak pihak terhadap MK. Oleh karena itu, Basarah mengatakan, pihak yang mengajukan diri sebagai Sahabat Pengadilan jangan dianggap sebagai langkah mengintervensi MK.
Amicus curiae disebut memprovokasi
Banjir amicus curiae menyulut pendukung Prabowo-Gibran mendemo MK yang direncanakan hari ini, Jumat, 19 April 2024. Menurut Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Dedi Kurnia Syah, hal itu tak terjadi jika publik tidak terprovokasi dengan adanya pengajuan amicus curiae kepada MK.
“Banyaknya pengajuan amicus curiae atas sidang MK ini hal biasa, dan sepanjang tidak memprovokasi publik, maka kondisi akan tetap kondusif,” kata Dedi.
Namun, kata dia, di sisi lain jika amicus curiae tidak diakomodir, justru berpotensi menambah polemik publik. Sebab nantinya MK akan dinilai tidak terbuka dan adil dalam mendalami persoalan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan editor: Barikade 98 Ajukan Amicus Curiae ke MK Minta Pemungutan Suara Ulang