Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Puisi Bunga Flamboyan dan Cerita Cinta SBY - Ani Yudhoyono

Ani Yudhoyono dan SBY berpacaran sejak presiden keenam ini menjadi taruna di AKABRI.

2 Juni 2019 | 07.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Istri Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono meninggal di National University Hospital Singapura pada Sabtu, 1 Juni 2019. Ani meninggal di usia 67 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ibu dari Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono ini meninggal setelah dirawat di Singapura akibat kanker darah pada Februari 2019. Sejak saat itu, SBY pun meninggalkan aktivitas politiknya di Jakarta. Ia selalu menemani Ani Yudhoyono di NUH Singapura.

Momen kebersamaan mereka sering dibagikan oleh anak dan menantunya, juga oleh Ani Yudhoyono sendiri di media sosial. Kisah cinta mereka terekam dari buku biografi Ani Yudhoyono berjudul "Kepak Sayap Putri Prajurit (2010)" yang ditulis Alberthiene Endah.

Dalam biografi itu dijelaskan perkenalan keduanya berawal ketika Ani Yudhono yang merupakan putri Gubernur AKABRI, Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo , sering mengikuti acara-acara resmi.

Saat itu awal 1973, libur kuliah tiba, Ani mengikuti acara peresmian barak taruna di Magelang. Di sanalah ia kagum dengan sosok laki-laki yang gagah dan bertubuh jangkung.

Esoknya, pemuda tersebut datang ke rumah Ani. Pertemuan tersebut membuat Ani terpana, jarak yang dekat membuat Ani bisa menganalisis wajahnya yang tampan. Saat itulah, mereka berkenalan.

Pertemuan tersebut membuat Ani grogi. Dia mengintip pertemuan ayahnya dengan SBY. Diam-diam, Ani mengagumi sosok SBY.

"Dia memiliki tubuh atletis, langsing, sorot matanya juga teduh. Sikapnya tenang, tutur katanya sopan, teratur, dan terkonsep. Sosok taruna itu sangat menarik, saat itu terasa getaran hatiku," kata Ani.

Sejak mengungkapkan cinta, Ani dan SBY rajin berkirim surat. Tiap mendengar suara tukang pos, Ani berlari secepat kilat mengambil surat. Menurutnya, surat-surat SBY selalu membuat Ani melayang. "Melalui surat kami saling mencurahkan hati, saling menceritakan kondisi dan latar belakang kami," kata dia.

Menurut Ani, SBY bukan pemuda yang suka menghamburkan kata-kata cinta, tetapi laki-laki yang menyukai ungkapan simbol penuh makna. SBY sering mengungkapkan dalam bentuk puisi.

Salah satu puisi yang paling membuat Ani berkesan yakni berjudul Flamboyan. Puisi tersebut berisi perasaan prajurit yang tersentuh bunga Flamboyan yang tumbuh di kampus.

"Yang membuat ku berkesan, SBY memanggilku dengan sebutan Jeng Ani. Buatku itu panggilan yang mesra dan indah. Aku sangat menikmati panggilan sayang itu," kata Ani.

Nampaknya, sang ayah menangkap getaran keseriusan antara Ani dan SBY. Dia secara terang-terangan merestui hubungan mereka. Tahun 1974, Sarwo Edhie Wibowo ditugaskan menjadi duta besar di Korea Selatan. Saat itu, hati Ani bergemuruh karena harus berpisah dengan pujaan hatinya, SBY.

Ayah Ani menangkap kegelisahan putrinya, dia menyarankan agar Ani bertunangan dengan SBY sebelum terbang ke Seoul. "Ternyata tanpa sepengetahuan aku, saat SBY diwisuda menjadi perwira terbaik AKABRI 1973, orangtua SBY sudah melamar, sungguh aku terharu," katanya.

Perpisahan dengan SBY sempat membuat Ani menangis. Antara sedih harus berpisah dan terharu karena akhirnya dipersatukan lewat tunangan.

Selama 1,5 tahun berpisah dengan SBY, membuat Ani rindu dan ragu. Kerinduan yang hebat membuat Ani menangis, dia takut jarak dan waktu akan membuat perasaan SBY berubah. Keraguan Ani terjawab saat sepucuk surat SBY dikirimkan khusus untuk Papi.

"Sore itu, tanpa sengaja aku melihat Papi menangis sambil membaca surat. Papi pun memergoki aku dan menerangkan bahwa surat tersebut dari SBY. Dalam surat tersebut, SBY mengabarkan bahwa dia sudah punya penghasilan cukup dan siap menikahiku," papar Ani.

Sesuatu yang mengejutkan terjadi di bulan Juli 1975, ternyata tidak hanya Ani yang menikah, namun orangtua ingin menikahkan ketiga putrinya sekaligus yaitu Wrahasti Cendrawasih (Titiek) dan Mastuti Rahayu (Tuti).

Namun, pernikahan tiga anak sekaligus membuat keluarga besar Ani kuatir, sebab hanya Sultan saja yang berani menikahkan tiga anak sekaligus.

Untuk menghindari hal-hal buruk, kerabat Ani menyarankan agar membuat nasi tumpeng penolak bala dengan berbagai persyaratan.

Meski cukup merepotkan, namun pernikahan yang terjadi pada 29 sampai 31 Juli tersebut berjalan lancar.

"Malam itu benar-benar malam penuh cerita. Rasa haru, bahagia, berbaur menjadi satu. Menyaksikan orangtua kami tertawa lebar di antara tamu terlihat ceria mendatangkan rasa haru. Jemariku menggenggam erat lengan SBY, mataku memandang sosok tinggi, gagah di sampingku. Sekarang aku telah menjadi istrinya, aku sangat bahagia," kata Ani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus